Senin, 27 Agustus 2012

KARYA LAGU



 Beberapa Karya Lagu


Jelang akhir tahun 1988, saat Fakultas Teknik akan mewisuda 187 lulusan dengan tiga jurusan, Jurusan Sipil, Mesin, dan Kimia, muncul bermacam ide dari setiap bakal alumni untuk meninggalkan kenang-kenangan untuk almamater tercinta.

Waktu itu, Fakultas Teknik  belum memiliki lagu mars, apalagi hymne. Lagu yang biasa dinyanyikan mahasiswa tak lebih dari lagu-lagu plonco ciptaan para mahasiswa senior. Dalam segenap keharuan, Wesli dan Razuardi berkeinginan untuk menyumbang alunan syair kepada Fakultas Teknik untuk dapat dinyanyikan pada wisuda lokal, di halaman kampus para insinyur itu.

Dua nyanyian dapat dilahirkan ketika itu yaitu, mars Fakultas Teknik yang kala itu diberi judul Dimarcia Teknika dan hymne Fakultas Teknik dengan judul Tegarlah Teknikku. Kedua lagu ini pertama kali diyanyikan dalam forum resmi yaitu pada wisuda lokal Fakultas Teknik tahun 1988 oleh mahasiswa baru angkatan 1988 dan para wisudawan.

Mars Fakultas Teknik (Dimarcia Teknika)
Cipt.  Razuardi dan Wesli (1988)
2/4

Di dalam kesinambungan pendidikan
Mewujudkan cita-cita bangsa
Kelahiranmu ditunggu-tunggu
Di daerah Aceh nan jaya

Tepatnya di tahun enam puluh tiga
Kehadiranmu menjadi nyata
Tempat teknokrat menimba ilmu
Fakultas Teknik Syiah Kuala

Reff :

Rasa haru dan bahagia bersatu padu
Kuingin tetap jadi milikmu
Lestarikan namamu dan tunjukkan baktimu
Demi Indonesia

Tepatnya di tahun enam puluh tiga
Kehadiranmu menjadi nyata
Tempat teknokrat menimba ilmu
Fakultas Teknik Syiah Kuala


 
Hymne Fakultas Teknik (Tegarlah Teknikku)
Cipt. Razuardi dan Wesli (1988)
4/4

Walau masa berganti
Kau pun berdiri
Membekali kami
Arah yang pasti

Kami dalam rangkulmu
Fakultas Teknik
Di Syiah Kuala
Menyemi diri

Hasrat kami kau tegar selamanya
Hati kami takkan pergi darimu

Selanjutnya dalam proses penciptaan mars Tun Sri Lanang, Aku meluangkan waktu untuk membaca beberapa buku dan naskah terkait keberadaan sosok legendaris tersebut. Dari beberapa kisah dapat diringkas lima bait syair sebagai ungkapan menyeluruh tentang keberadaannya. Hari itu, 3 Mei 2010, suatu hari yang tidak mood bagi Razuardi. Namun, tersirat lantun ini mesti terlahir dengan motto,   ”Meski hari ini merasa terhina dalam kepemilikan kasih sayang, tak serta merta mengecilkan sosok raja pembangun kasih sayang di masanya”.

Mars Tun Sri Lanang
Razuardi, 2010
2/4

Tersebut kisah maharaja
Di negri kaya raya
Putra dari Johor, Malaysia
Memimpin Samalanga

Di Bireuen kini wilayahnya
Pintu Selat Malaka
Terbaring dalam pusara
Sosok gagah perkasa

Reff :

Tun Sri Lanang raja perdana
Iskandar Muda percaya
Membangun masyarakat
Adil makmur berjaya

Di awal abad tujuh belas
Lahirkan karya sastra
Tinggikan martabat berbangsa
Semangat nusantara

Giat menyebarkan agama
Syiar Islam yang mulya
Tak luput kami berdo’a
Ridha Allah ta’ala


Penciptaan Mars di Kesibukan
          Mars Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al Muslim diciptakan atas permintaan pihak pimpinan perguruan tinggi itu. Pesanan itu sejak beberapa bulan lalu hingga rampung pada 19 Maret 2012, pada saat mengikuti acara musyawarah rencana pembangunan daerah (Musrenbang) Kabupaten Bireuen di Aula Setdakab lama.
Setelah rampung, syair lagu ini diperlihatkan ke Direktur STAI Al Muslim, Dr Saifullah, untuk koreksi. Hanya satu kata yang dikoreksi yakni kata syariat menjadi ajaran. Kemudian coba dinyanyikan dengan melodi sesuai ketukan mars. Kebetulan rekan Rolan, musisi Bireuen, mengontak aku dalam urusan lain. Kumintakan bantu dia untuk sama menyanyikan syair itu di kantorku dan kami sepakat mencoba dengan nada minor.

Mars  STAI  Al Muslim
Razuardi-190312
2/4

Sekolah tinggi agama Islam
Di naungan yayasan Al Muslim
Bersiap majukan pendidikan
Di bumi Aceh yang kian jaya

Sekolah tinggi agama Islam
Di naungan yayasan Al Muslim
Bersatu tegak gapai harapan
Menuju Indonesia Raya

Reff :

STAI Al Muslim bergegaslah
Bina putra-putri bangsa
STAI Al Muslim gerakkanlah
Memotivasi sesama

Di Bireuen berawal pengabdian
Syiarkan gema ajaran Islam
Menuju baldatun tayibatun
Dalam lindungan Allah Ta’ala

Aku puas meskipun sibuk sekali karena lahirnya mars ini cukup menghiburku untuk berdiskusi bersama zoel, musisi Kota Lhokseumawe yang datang ke rumahku malam hari, Senin malam Selasa, 19 Maret 2012.





Minggu, 19 Agustus 2012

PENGALAMAN

Antara Kemampuan dan Kebutuhan 210203 Ketika pertemuan kecil berlangsung di ruang salah seorang Asisten Sekretariat Daerah Kabupaten Bireuen, seorang pemimpin sebuah institusi mengeluh berat yang katanya, “Bagaimana ini semua, ……….., usulan proyek yang masuk dari masyarakat sudah 30 milyar, hutang proyek tahun lalu saja sudah mencapai 12 milyar, itu belum tiga bidang lain yang berada di bawah saya…………………”. Asisten dan pemimpin institusi lainnya hanya terdiam tidak memberi tanggapan apa-apa, namun menyimak keluhan itu. “Itu belum lagi usulan dari tokoh-tokoh masyarakat, maksud saya jangan kerja kita berulang-ulang, maunya kita sekali kerja klop……,” sambungnya lagi. Pemimpin institusi perencanaan kabupaten yang hadir dalam forum kecil itu sedikit terusik, “Hm….begini pak, kita semestinya mengetahui bahwa kita sedang berkecimpung dengan manajemen perubahan. Jadi dengan kesadaran yang tinggi kita dan para staf mesti mampu untuk mengatur dan mengantisipasi setiap kendala yang terjadi dalam manajemen perubahan itu, sebab perubahan itulah yang abadi….”, katanya menjelaskan. Aku juga diam saja, karena waktu itu aku menjabat Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) yang tidak layak berkomentar panjang tentang keluhan serupa itu. Namun aku paham, sepenggal dialog tadi bermakna cukup mendalam bagi para birokrat. Di sana tersirat bahwa ada permasalahan yang cukup mendasar dalam menyahuti program pembangunan sebagai suatu kebutuhan dengan kegiatan pembangunan sebagai suatu keinginan. Kebutuhan pembangunan memiliki esensi tentang tuntutan yang harus dipenuhi dalam mengatasi persoalan yang terjadi di tengah masyarakat dengan jumlah yang tidak terbatas, sementara kemampuan untuk mewujudkan kondisi itu sangatlah terbatas. Keinginan hanyalah sebatas upaya perwujudan sesuatu yang sifatnya naluriah dan kadangkala tidak memenuhi standar jastifikasi yang diperlukan. Dalam paradigma baru sudah semestinyalah terpola pemikiran pada setiap aparatur bahwa diperlukan langkah-langkah dalam menyikapi suatu kebutuhan yang besar dengan keterbatasan yang ada, khususnya anggaran, oleh karena para aparatur telah terpola dengan pemikiran bahwa setiap kegiatan berkaitan erat dengan alokasi anggaran, yang akhirnya kemampuan menyelesaikan suatu kegiatan diukur dengan nilai kontrak ke pihak ketiga. Sesungguhnya, kontrak, swakelola, gotong royong, bagi hasil, kerja paksa (rodi) dan lain-lain sebagainya, merupakan suatu tindakan dalam mengupayakan agar kegiatan yang menjadi kebutuhan dapat segera diwujudkan. Dengan kemampuan alokasi anggaran yang relatif kecil, sementara gambaran kebutuhan yang relatif besar, mestinya dapat dipilih metoda pelaksanaan kegiatan di atas dengan target pencapaian kebutuhan semaksimal mungkin, sehingga persoalan pembangunan yang ada di tengah masyarakat dapat teratasi semaksimal mungkin pula. Kontrak ialah suatu sistem melaksanakan kegiatan pembangunan dengan melibatkan pihak ketiga (biasa dikenal dengan kontraktor) dengan segala konsekuensinya. Konsekuensi yang dimaksudkan di sini ialah segala beban-beban yang menjadi kewajiban dari pihak pemberi tugas dan tuntutan hak dari pihak pelaksana tugas sebagai akibat diadakannya sebuah transaksi kontrak. Dengan demikian harga kegiatan yang menjadi beban kontrak menjadi relatif besar karena telah mengandung, pajak, keuntungan, biaya tak terduga, dan lain-lain. Swakelola ialah suatu sistem melaksanakan kegiatan pembangunan dengan mengandalkan keahlian yang dimiliki oleh organisasi serta peralatan yang tersedia, namun kemampuan anggaran yang tersedia hanya cukup untuk pengadaan material atau bahan-bahan yang diperlukan untuk kegiatan itu. Dengan demikian harga pekerjaan yang dilakukan dengan sistem swakelola ini relatif lebih kecil oleh karena, keuntungan, biaya tak terduga, dan lain-lain yang menjadi beban kontrak tidak terdapat di sini. Gotong royong adalah sistem pelaksanaan kegiatan pembangunan yang dilakukan dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat. Cara membangun seperti ini telah biasa dilakukan yang umumnya untuk fasilitas umum seperti tempat ibadah, jalan desa, prasarana olah raga, dan lain-lain dalam skala kecil. Potensi yang diandalkan dalam bergotong royong ialah kemauan bersama yang ada dalam masyarakat untuk mewujudkan kebutuhan bersama. Tentu dana yang dibutuhkan dalam gotong royong ini hanya untuk pengadaan material dan biaya akomodasi atau konsunsi saja. Bagi hasil juga merupakan upaya dalam mewujudkan produk pembangunan dengan membangun sistem bagi hasil dari hasil pembangunan itu sendiri. Kecenderungan dari sistem bagi hasil lebih berorientasi kepada perhitungan untung rugi dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kegiatan bagi hasil ini. Dengan anggaran yang relatif terbatas tidak tertutup kemungkinan bagi pihak pemerintah untuk menerapkan sistem ini dengan pihak ketiga, tentunya dengan aturan yang disepakati bersama serta berkekuatan hukum. Kerja paksa pernah dilakukan pada jaman penjajahan Belanda tempo dulu. Suatu pembangunan hasil kerja paksa yang sangat populer dalam sejarah ialah pembangunan jalan dari Anyar ke Panarukan sepanjang ribuan kilometer di bawah pengawasan Daendles. Pihak penjajah waktu itu ingin segera mewujudkan pembangunan kendati dengan alokasi anggaran sekecil mungkin bahkan jika mungkin tanpa dana sama sekali. Walau cara membangun seperti ini tidak manusiawi, sebagai ilustrasi masa lalu, diperlukan untuk memberikan imej bahwa dalam melakukan pembangunan ada dua variabel penting yaitu, kebutuhan yang nyata dan kemauan yang keras. Beberapa gambaran di atas adalah sebuah pemikiran sebagai pengayaan untuk mencari solusi guna mengimbangi keterbatasan anggaran terhadap tuntutan besar dari kebutuhan pembangunan. Masih banyak solusi lain yang mungkin dihadirkan oleh para birokrat untuk menyikapi segala gejala yang menitikberatkan kepada kebutuhan pembangunan yang pada akhirnya diharapkan akan mampu untuk menyingkap tabir “Antara Kemampuan dan Kebutuhan”.

KUBAH MONUMENTAL

KKKK

Add caption
WAN ABU (Alm)

Add caption
Add captioAdd captiond  diskusi kubahkuk

Add ccaptionaku, iwan, dan Nizar di puncak kantor Bupati Bireu   kk
k
Add caption

Aku, Iwan, dan Nizar
Add caption
)EKSPRESI WAN ABU dalam KUBAH KANTOR PUSAT PEMERINTAHAN BIREUEN

 Kantor pusat pemerintahan Kabupaten Bireuen dibangun dengan perkuatan aksesoris kubah. Pada desain awal kantor ini, kubah tidak seperti yang terlihat sekarang. Banyak kalangan menyarankan agar kubah itu didesain ulang dengan mengakomodir tradisi lokal (warisan budaya setempat). Adalah Wan Abu (nama aslinya Ridwan Yahya), seorang seniman kriya, ahli ornamen logam, yang telah lama bergabug dengan seniman besar asal Aceh di Kota Bandung, AD Pirous, berhasil diajak pulang untuk memperkuat ruh desain kubah bangunan monumental itu. Beberapa teman diajak diskusi oleh Bang wan Abu tentang rencana karya besar ini, di antaranya Rachmatsyah Nusfi, Aku, Rizkan (anak Bang Wan Abu, Munizar, Iwan, dan Wiranto. Kami selalu dijadikan sparring oleh Bang Wang tentang konsep bunga, bentuk, dan lainnya dalam ekspressi kubah terebut. Tidak jarang Bang Wan Abu menitikkan airmata tatkala diskusi kami mengarah kepada keberpihakan kepada konsep moderen yang mengabaikan nilai-nilai tradisional. Sebagai masyarakat Aceh titisan Turki generasi ke-18, lebih memudahkan baginya untuk mengaitkan perjalanan budaya Aceh masa lalu dengan catatan peninggalan leluhur yang ada padanya. Berbekal pengalamannya di Timur Tengah, khususnya dalam merenovasi mimbar Masjidil Aqsha, Wan Abu melakukan penelitian terhadap peninggalan budaya masa lalu di Bireuen. Penelitian itupun dilakukannya mulai dari Pase, Awee Geutah, hingga pelosok desa Kabupaten Bireuen. Kekagumannya terhadap sange (tudung saji), memperkuat idenya untuk memilih bentuk kubah selayaknya sange. Kerajinan sange yang dikemas dengan kain perca, semakin membuktikan bahwa masyarakat Bireuen telah memiliki etos kerja tinggi. Etos kerja yang tinggi yang disimbolkan dalam sange membuat Wan Abu tidak segan-segan mengabadikannya lewat sosok kubah. Selanjutnya, untuk memperkuat posisi sange dalam ekspresi kubah, Wan Abu melengkapi puncak kubah dengan boh ru. Tidak cukup dengan itu, untuk menghindari kesan monoton pada karya itu, pada bidang lengkung kubah diisi dengan ornamen peninggalan kerajaan Pase. Boh ru adalah kerajinan logam yang ditempatkan pada ikatan kain gantungan di pundak para raja atau hulubalang pada masa kerajaan dulu. Aksesoris ini dimaksudkan untuk mencirikan kebesaran para pimpinan suatu wilayah kala itu. Akhirnya, terciptalah sebuah karya seni anak bangsa yang sulit diukur nilainya dengan barang berharga lainnya, karena keberadaan sange berkolaborasi dengan boh ru ciptaan Wan Abu mudah dinikmati semua orang yang melintas. Dalam akhir sebuah diskusi aku menyimpulkan, bahwa konsep kubah Kantor Bupati Bireuen merupakan perwujudan keterikatan antara pemimpin dan masyarakat yang diekspresikan lewat perpaduan sange dan boh ru dalam sosok kubah. Bagi kami, Bang wan Abu adalah seniman besar Aceh yang perlu diberi apresiasi dan dipersiapkan penerusnya. Semoga karya monumental Bang Wan Abu dapat menguatkan para pekerja seni Aceh ke depan dan berani tampil dalam event karya seni nusantara.

Jumat, 17 Agustus 2012

ALAMIAH


Kompetisi
Pelantikan Saat Menjadi Asisten II Setdakab Bireuen, 2001
09122001

Kata itu biasanya dikonotasikan sebagai suatu upaya untuk melahirkan sosok pemenang atau juara. Makna seperti itu parsial yang terbangun dari situasi masyarakat moderen yang lebih mementingkan apresiasi sosial dari suatu pemenangan pertandingan.

Namun perlu disadari, bahwa nuasa kompetisi selalu dilakukan oleh setiap makhluk hidup, tidak terkecuali manusia. Konteks seperti ini lebih mengarah kepada memahami bahkan menyiasati makna kompetisi makhluk hidup dengan lingkungannya. Sulit dibayangkan, bagaimana mungkin ikan-ikan rawa tetap bertahan hidup dalam air minim dipersawahan kering setelah ianya berkompetisi dengan kemarau.  Peristiwa ini merupakan kodrat alamiah dan akan terselesaikan dengan sendirinya.

Perlu dicermati lebih lanjut, makna kompetisi dalam arti pertandingan, perseteruan, perlombaan, dan lainnya, secara mendetail dan sportif. Meskipun parsial, makna memenangkan kompetisi seperti diuraikan di atas, lebih banyak dimanfaatkan oleh manusia moderen untuk menyatakan keunggulannya, seperti komunitas peserta pemilu. Tidak pula jarang peserta kompetitor itu melakukan tindakan di luar batasan objektif dan fair-play. Berlanjut dengan berbagai upaya agar sistem penentu pemenangan dapat memberi nilai keunggulan bagi sosok kompetitor tertentu. Peluang yang terbuka terhadap berbagai upaya itu lebih membangkitkan keleluasaan bagi kompetitor yang berhasrat dan mengenyampingkan hak-hak objektifitas. Sehingga tak jarang para kompetitor membangun kredibilitas dirinya dengan menginventarisir kelemahan lawan kompetisinya. Bahkan memperbanyak jumlah kekurangan dengan menambah hal negatif yang sesungguhnya tidak dimiliki oleh lawan kompetisi sekalipun.

Fenomena ini lebih mudah diibaratkan dengan suatu pertandingan bulu tangkis. Kedua belah pihak berhasrat memenangkan pertandingan dengan berbagai ketangkasan yang dimilikinya. Namun, karena kegagalan pemukulan bulu ayam (bola badminton) diperhitungkan sebagai point bagi lawan maka setiap pihak sangat menantikan lawan bertindak ceroboh agar lebih banyak out-ball dari masing-masing pihak lawan. Lalu, perlu dicermati bersama pula, bagaimana kelayakan seorang pemenang pertandingan itu, jika kemenangan yang diperoleh hanya melalui kegagalan smash dari pihak lawannya. Bahkan tidak tertutup kemungkinan, jika lawannya melakukan smash, atlit curang itu meninggikan net, sehingga bola kerap tersangkut di net. Dan menanglah ia dalam pertandingan itu.

Cerita kompetisi ibarat pertandingan bulu tangkis ini banyak diamalkan oleh para birokrat. Mempertinggi kualitas diri dengan mengurangi kredibilitas birokrat lain yang dianggap berpeluang menjadi kompetitor dalam menduduki suatu jabatan tertentu. Di sinilah diperlukan wasit untuk menginformasikan kriteria pertandingan yang berkualitas, dengan tujuan agar pertandingan yang dilakukan memuaskan seluruh penonton.

Catatan di atas kutulis pada 9 Desember 2001, setelah Kabupaten Bireuen melakukan beberapa kali pelantikan pejabat. Di saat itu aku menyaksikan beberapa rekan mulai kasak-kusuk melobi para pihak berkepentingan yang kuasa menempatkan posisi pejabat.  

BEBERAPA PRESENTASI BIREUEN

presentasi pemeliharaan jalan berbasis masyarakat bersama Bas Ashmer, 2012
presentasi evaluasi kemajuan ILO project di Bireuen
presentasi pemeliharaan jalan berbasis masyarakat di depan staf kementerian tenaga kerja, Ass 2 Pemerintah Aceh, Bupati dan DPRK Bireuen, 2010
 
presentasi perlunya kerjasama pengelolaan DAS Peusangan, Takengon 2008
presentasi kawasan industri  Bireuen di depan mahasiswa Univ. Al Muslim, 2008
konfrensi internasional pembangunan Aceh, 2007

Kamis, 16 Agustus 2012

Aksi Panggung 27 Desember 2008


DI ANTARA REKAN


Renungan

Orang-orang terlahir dan hidup dengan ragam anugerah dari Illahi. Salah satu anugerah yang tak ternilai harganya adalah pola pikir atau kelompok orang beken bilang mainset. Aku meyakini bahwa mainset inilah yang mengantarkan sebagian orang-orang ke popularitas tertentu.
Dalam perjalananku sebagai aparatur, banyak kutemukan orang dengan ragam cara berfikir yang kerap kucermati dari gerak-gerik, tingkah laku serta niat terselubung yang sesekali terungkap tanpa sadar.
Ada kelompok orang bermainset ekonomis yang selalu berfikir keuntungan materi semata dari aktivitasnya dan ada orang berfikir teoritis yang kerap bertindak atas nama teori belaka. Di samping itu ada lagi yang mengedepankan religi yakni komunitas yang selalu dibayangi dosa dan pahala sesuai keyakinannya. Tak pula ketinggalan kelompok berfikir politis yang selalu berusaha populer dari kinerja pihak lain.
Dua kelompok terakhir kutemukan orang-orang berfikir humanis yang selalu empati terhadap nasib sesama dan kaum artistik yang selalu berusaha menghasilkan karya seindah mungkin agar khalayak dapat terpuaskan.
Begitulah Mahakarya Tuhan, pencipta semesta alam dan di manakah aku di antara semua ragam mainset itu ?
di antara rekan

Razuardi El Ebrahem

Dirgahayu Republik Indonesia

Dirgahayu RI

Indonesiaku Semakin Dewasa
hari ini serupa enam puluh tujuh tahun silam
jum'at yang Ramadahan, 17 Agustus 1945
berkah Tuhan ulangi sejarah
namun hari ini tanpa Sukarno dan Hatta, Sang Proklamator

aku berharap kau tegar selamanya
hantarkan anak negeri meraih makmur
tuntun generasi handal dalam perjalanan bangsa

tak ada nyanyian yang pantas kulantunkan
selain majulah bangsaku
Indonesiaku, Indonesiamu, Indonesia kita semua

Lhokseumawe, sahur 28 Ramadhan 1433 H
Bertepatan Jum'at, 17 Agustus 2012

DIRGAHAYU

KAU SEMAKIN DEWASA, INDONESIAKU

Hari ini serupa enam puluh tujuh tahun silam, 17 Agustus 1945
Proklamasi perdana, Jumat yang Ramadhan
Kuasa Yang Kuasa ulangi masa 

Tiada kata yang banyak ku-ungkapkan, 
kecuali doa sejahterakan negeri ini
Tiada aktivitas yang dapat ku-persembahkan, 
kecuali menyayangi sesama anak negeri
Tiada ratap yang mesti ku-luapkan, 
kecuali isak kemiskinan tak kunjung usai
Tiada tatap yang memaksa ku-palingkan, 
kecuali kecerdasan anak muda menuai senyumku

Aku hidup cerdas andil negeri ini
Aku bisa mengasihi sesama kontribusi perjalanan bangsa ini
Aku leluasa Islami terlindungi pesan konstitusi

Engkau semakin dewasa dalam kompetisi dunia
Engkau mampu bertahan berbekal nilai patriotis saudaraku
Engkau mesti tegar karena engkau Indonesiaku

Semoga engkau lebih dewasa di usia ke-67 ini
Dirgahayu Indonesiaku, Indonesia-mu, Indonesia kita semua 


sahur, 28 Ramadhan 1433 H
Jumat, 17 Agustus 2012

 

SEBAGAI APARATUR PUNCAK BIREUEN

Dalam Upacara Resmi Selaku Sekda Bireuen
Pelantikan jadi Sekda Bireuen, 9 September 2011 di Aula Setdakab Lama
memeriksa aset lahan bersama Bupati Nurdin
membiasakan presentasi kepada staf untuk perintah kerja
muhajjir, ajudan cerdas
bersama generasi aparatur Bireuen masa depan
rapat Muspida Perdana, September 2011
tranparansi APBK 2012, bersama tamu Bappenas, Luky dan Steven dari ILO

28 Oktober 2011, Waka Polres, Kasdim, Sekda, dan Wadanyon

kunjungan staf MENSEKAB RI dan T Rahmat

DAYA SAING BANGSA


Mencermati Daya Saing Daerah di Era Desentralisasi dalam Menyambut Globalisasi

 

.
Dalam suatu materi pembelajaran di Baso, Bukittinggi, Sumatera Barat di tahun 2000, aku kurang tanggap dengan yang disampaikan seorang pemateri. Namanya Doktor Elfindri, kalau tidak salah. Apa yang disampaikan cukup menarik, namun aku kurang mencermati karena tugasku ikut SPAMA cukup menyita waktu dari pagi hingga sore, kadang kala malam hari. Tapi sesampai aku di Bireuen selepas pendidikan itu, kukumpulkan beberapa catatan darinya seraya memahami apa yang bakal terjadi di daerah-daerah jika tidak mampu mengikuti perkembangan ekonomi negara-negara hebat di dunia.


Globalisasi dan Desentralisasi Perekonomian Negara-negara di Dunia

Penerapan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sebagaimana tertuang dalam UU nomor 22 dan 25 tahun 1999 telah mulai dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001. Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal ini menandai dimulainya sebuah babak baru dalam pembangunan daerah. Terlepas dari ketidakpastian pemerintah di berbagai bidang untuk melaksanakan kedua UU tersebut, otonomi daerah dan desentralisasi fiskal diyakini semua fihak sebagai jalan terbaik dalam rangka mendorong pembangunan daerah. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang berarti adanya keleluasaan bagi daerah untuk mengembangkan potensi penerimaan daerah pada satu sisi, dan keleluasaan untuk menyusun daftar prioritas pembangunan di sisi lainnya, akan dapat mendorong percepatan pembangunan daerah. Sementara itu, trend perekonomian negara-negara di dunia telah mengarah kepada “Glokalisasi yaitu penggabungan dari kecenderungan globalisasi dan lokalisasi, sebagai antisipasi terhadap globalisasi murni seperti WTO, AFTA, dan lain sebagainya dengan tujuan antara lain agar tetap dapat bersaing dalam kancah perekonomian global.

Tingginya tingkat persaingan antar negara-negara ini tidak hanya berdampak pada perekonomian Indonesia secara keseluruhan, tetapi juga berdampak langsung pada perekonomian daerah. Latar belakang tersebut menunjukkan betapa pentingnya kemampuan daerah dalam meningkatkan daya saing daerah.

Konsep dan Pengukuran Daya Saing Daerah

Pengembangan Konsep Daya Saing Daerah dilakukan dengan mengacu pada Konsep Daya Saing Global di tingkat nasional, maupun Daya Saing di tingkat Regional. Dari beberapa literatur tentang berbagai konsep dan definisi tentang daya saing suatu negara atau daerah terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mendefinisikan daya saing di antaranya,

§  Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau effisiensi pada level makro. Pelaku ekonomi bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain sebagainya. Semuanya berpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis.

§  Tujuan dan hasil  akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut.

§  Kata kunci dari konsep daya saing adalah kompetisi dengan peran keterbukaan terhadap kompetisi dan para kompetitor menjadi sangat relevan.

Tahun 2002, sepulang aku SPAMEN, kucermati lagi apa-apa yang diungkap doktor ekonomi dari Sumatera Barat itu serta mengaitkan dengan bahan yang disampaikan oleh para pakar di Pusat Pendidikan Aparatur Lembaga Administrasi Negara itu. Mereka banyak memberi pencerahan kepada peserta dari daerah-daerah, khususnya dari kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Aku coba mengaitkan kondisi Kabupaten Bireuen dengan berbagai konsep yang diajarkan. Aku mulai mencari tau tentang kehidupan serta matapencaharian saudara-saudaraku di Bireuen. Mereka bisa bertahan hidup lumayan dengan empat lapangan usaha, yakni pertanian dan perkebunan, perikanan, usaha kecil menengah termasuk industri rumah tangga, dan peternakan.  Saat ini tentu aku harus mengajak kerabatku sesama aparatur untuk membenahi kondisi Daya Saing dari masing-masing komoditas produk dari empat sektor penghidupan di atas.

Aku berharap, aku dapat menyaksikan hubungan teoritis yang disampaikan oleh para pakar tadi dengan kondisi yang terjadi di Bireuen kelak.
Dandim 0111/Bireuen, Sekda Bireuen, Kapolres Bireuen, meninjau hambatan lalu lintas di jalan Bireuen-Takengon

ditulis di Bireuen, pada 2003
Dirgahayu RI KE 67, 17 Agustus 2012