Rabu, 31 Oktober 2012

ASISTEN PIMPRO BIDANG PERENCANAAN


Asisten Pimpro Perencanaan Jalan Kabupaten Aceh Utara
Ruang Kerja Asisten Pimpro Bidang Perencanaan, 1991

Waktu itu sekira tahun 1991-1994, aku mendampingi Ir Razali Muhammad sebagai Asisten Pimpro Bidang Perencanaan Proyek Peningkatan Jalan Kabupaten Aceh Utara. Pekerjaan cukup melelahkan  karena bidang perencanaan waktu itu bertanggung jawab hingga pengesahan anggaran dalam rapat teknis di Banda Aceh. Tim asistensi pada rapat teknis, yakni para pejabat yang mewakili kepala dinas atau lembaga di tingkat propinsi yang terdiri dari, Kepala PU (Kabid Bina Marga), Ketua Bappeda (Kabid Fispra), dan Biro Pembangunan Setprop Daista (Sekretariat Propinsi Daerah Istimewa Aceh). Tugas pokok dari bidang perencanaan yakni mempersiapkan gambar rencana, daftar harga berikut upah dan bahan tahun berlaku, dan rencana anggaran. Ke semua dokumen itu terangkum dalam suatu buku usulan yang dinamakan DURP (Daftar Usulan Rencana Proyek). Produk DURP tentu didasari atas ragam survei yang ditentukan oleh aturan Inpres Peningkatan Jalan Kabupaten (IPJK) yang meliputi, survei penjajakan, survei teknis, dan survei laboratorium.  Dengan beban ini, aku menyadari bahwa terbangun talenta mengelola prilaku staf yang cukup variatif serta penguasaan teknis pembangunan jalan.  Kolaborasi dari berbagai keharusan itu, aku rasakan cukup membangkitkan keberanian untuk eksis dalam dunia rancang bangun.

KONTROL ANCAMAN GEMPA


Kontrol Fasilitas Publik
090105


Keruntuhan gedung akibat gempa, 26 Desember 2004

Beberapa kali terjadi gempa bumi di Aceh, berdampak kepada hancurnya gedung-gedung publik. Baik dalam bentuk fasilitas pemerintah seperti perkantoran maupun fasilitas swasta, pertokoan. Puncaknya pada musibah besar akhir Desember 2004 lalu, peristiwa gempa berkekuatan 8,9 skala Richter dan gelombang tsunami.

Penghancuran gedung-gedung fasilitas publik oleh kehendak alam itu telah mencederai sejumlah manusia, bahkan menjemput ajal ratusan ribu masyarakat Aceh seperti saat tsunami itu. Kesalahan terhadap penganiayaan masyarakat yang terjadi digiring ke pemikiran untuk menuduh gempa sebagai musabab peristiwa. Jarang kekeliruan manusia pengelola (human error) dipertanyakan. Padahal kehandalan konstruksi terhadap gempa telah teruji dan diperhitungkan. “rubuhnya gedung laboratorium analis itu karena gempa berat”, ungkap media. Tak pernah terinformasikan, ”rubuhnya gedung itu karena keliru perencanaan”.

Hal ini perlu direnungkan. Komunitas mana yang layak bertanggung jawab terhadap kehandalan atau daya tahan konstruksi dalam pembangunannya. Semboyan yang sering didengungkan komunitas engineer “jika kekeliruan seorang dokter hanya mematikan seorang manusia, jika kekeliruan yang dilakukan seorang insinyur dapat memusnahkan ribuan manusia”.

Pasalnya, seorang insinyur yang nota bene ahli konstruksi telah mengetahui kekuatan gempa pada daerah tertentu dan dapat diakomodir dalam suatu desain kekuatan konstruksi, khususnya gedung. Pada gedung yang telah diperhitungkan akan mengalami gempa sebesar 8,9 skala Richter, tidak akan rubuh pada guncangan gempa 6 skala Richter. Namun dalam kenyataannya, tidak sedikit gedung hancur pada guncangan gempa di bawah batas toleransi. Banda Aceh yang diketahui banyak insinyur memiliki potensi gempa di atas 8 SR, selayaknya  memperhitungkan keamanan gedung dengan mengakomodir kekuatan di atas 8 SR.

Peranan pemerintah semestinya jelas dan tegas dalam hal ini. Aplikasi penerapan pengawasan kasus ini dapat diterapkan dalam aspek perencanaan hingga pengawasan. Tentu melalui regulasi yang ditetapkan. Persoalannya, bagaimana menggiring komitmen komunitas rancang bangun ke dalam pembuatan aturan teknis ke dalam regulasi.

Selasa, 30 Oktober 2012

KERAJINAN MASYARAKAT

Tikar produk masyarakat Jangka, Bireuen, difoto 2008
Bahan baku sebelum dianyam, 2008
Kerajinan (Industri Kecil) Masyarakat Bireuen
09122004

Bahasan ini lebih diarahkan kepada aktivitas masyarakat menghasilkan produk kerajinan tangan (handy craft) berbasis seni budaya yang berkembang di wilayah Bireuen. Banyak kerajinan rakyat lainnya yang lebih mengarah sebagai pekerjaan pokok dari masyarakat itu sendiri, seperti kerajinan kaleng, keripik dan makanan lain, pembuatan parang, dan lain sebagainya.

Meskipun handy craft ini lebih bersifat sambilan yang umumnya dilakukan oleh kaum wanita, namun cukup membantu ekonomi keluarga. Di samping itu, kelompok pekerja di bidang ini telah melakukan proteksi budaya secara berkesinambungan. 

  • Kerajinan Kasap

Kasap biasa diartikan sebagai upaya menggambarkan motif tertentu pada kain dengan menggunakan benang. Biasanya benang yang dipakai untuk membuat kasap adalah benang emas atau perak. Begitupula terhadap kain yang digunakan sebagai media untuk menyulam motif itu. Tak jarang masyarakat menggunakan kain beledru, saten, bahkan kain sutera. Namun pada masyarakat yang berekonomi rendah kain yang digunakan adalah kain poplen, teteron, dan lain-lain. Benangnyapun hanya benang warna-warni biasa.

Informasi yang diterima menggambarkan bahwa kerajinan ini telah berkembang lama di wilayah Bireuen. Hal ini terindikasi dari masih adanya sisa-sisa kasap masa lalu yang tersimpan di masyarakat. Motif kasap ini masih dipakai masyarakat sebagai motif dasar untuk melanjutkan tradisi pembuatan kasap di Bireuen.

  • Kerajinan Perca

Perca adalah sisa potongan kain yang tidak terpakai lagi setelah dipakai untuk keperluan lain. Layaknya perca ini disebut limbah dan biasanya terbuang begitu saja. Namun lain halnya bagi para pelaku kerajinan di Bireuen. Sisa kain itu dirangkai menjadi suatu produk kerajinan yang dapat dipakai untuk berbagai hal. Dalam aspek ini tergambar bahwa masyarakat Bireuen telah terbiasa memanfaatkan bahan-bahan bekas yang tidak terpakai lagi untuk dijadikan produk barang jadi lainnya.

Sisa kain itu dibentuk segitiga sebelum dirangkai menjadi suatu produk dalam suatu kesatuan. Produk ini bisa dipakai sebagi alas cerana (dalong), tutup tudung saji (sange), dan lain sebagainya. Keterampilan para pelaku terlihat jelas pada pemilihan warna yang disusun rapi dalam suatu rangkaian.

Di samping itu, tradisi perca ini telah digunakan masyarakat untuk menghiasi tirai (tabeng), untuk membatasi sela-sela antar kelompok warna. Bedanya, untuk kebutuhan tirai, motif yang dipakai mengikuti motif timur tengah. Para perajin menamakan motif ini dengan sebutan gaki mirahpati (kaki merpati). Kerajinan ini masih bertahan di Kabupaten Bireuen dan menjadi ciri tersendiri bagi kerajianan rakyat.

  • Kerajinan Anyaman

Kerajinan anyam di Kabupaten Bireuen umumnya berbahan baku daun pandan berduri, bambu, rotan, dan daun lontar (on iboih). Produk anyaman yang dihasilkan berupa, tikar, tepas, tudung saji, dan peralatan dari rotan.

Saat sekarang produk-produk tersebut kalah bersaing dengan produk moderen berbahan baku plastik. Namun dari teknik pembuatannya yang mampu menampilkan motif-motif tertentu, sehingga kerajinan anyaman ini mampu bertahan hingga sekarang.

  • Kerajinan Rajutan

Merajut juga merupakan kerajinan rakyat di Kabupaten Bireuen. Bahan baku yang digunakan dalam memproduksi barang rajutan adalah benang. Biasanya para perajin itu menggunakan benang bol, nilon dan lain sebagainya.  Hasil rajutan rakyat itu berupa lobe (penutup kepala untuk shalat), taplak meja, dan lain sebagainya.

Dalam produk rajutan itu para perajin telah memasukkan unsur motif dan dipertahankan sebagai suatu karya seni berkelanjutan.  

  • Kerajinan Logam

Kerajinan seni logam yang ada di Bireuen dapat disaksikan dari peninggalan ceurana (dalong), mundam, dan lain sebagainya. Peralatan itu biasa dipakai masyarakat untuk melengkapi upacara adat, seperti adat perkawinan, maulid nabi, dan sebagainya. Teknologi pembuatan kerajinan logam ini melalui proses pencairan logam kemudian dicor ke wadah yang telah disiapkan. Wadah ini lazimnya bermotif standar yang menjadi ciri tersendiri.

Banyak lagi jenis kerajinan yang ditekuni masyarakat Bireuen hingga hari ini namun tidak sempat dikunjungi.

Cacatan ini kutulis pada 9 Desember 2004, saat aku masih berpredikat sebagai Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Bireuen. Secara gamblang, tanpa analisa akademis aku berkesimpulan sementara bahwa industri rumah tangga di Bireuen merupakan sumber mata pencaharian masyarakat ke-tiga setelah pertanian/perkebunan dan perikanan.