Selasa, 20 November 2012

PUISI DARI ANGKASA

Puisi ini merupakan terjemahan dari perjalanan angkasa oleh penyair amatiran Asia Tenggara, pada puluhan pertama millenium ke-tiga. Sebagai objek pencermatan gaya bahasa, puisi dapat dibandingkan dengan langgam syair melayu yang berkembang pada pertengahan abad 20. Razef Dhesima, penyair asal Bangladesh ini mencoba mengungkap masa dalam rangkaian syair yang diterjemahkan oleh Lily Dwirila sebagai berikut :

Kolaborasi Dirgahayu Perdana

Hari ini titisan setahun lalu
Teringat perbincangan santai malam perjalanan kembali
Beribu kata meluncur lancar mengalir
Tak pun berlama, buang waktu
Sama ingin tahu makna wujud percakapan itu

Hari ini titisan setahun lalu
Ingatkan detik rakitan kata terlahir
Dua puluh satu empat lima waktu negeri
Di sela kesibukan urusan tak disukai
Di antara kerumunan tetamu
Di antara degub jantung meronta
Takut ungkap tersia, pun aib terbuka

Hari ini titisan setahun lalu
Jawab terharap terlayangkan
”ya,......aku terima........”, kalimat meyakinkan di bibirmu
Sedikit kata namun bertenaga luar biasa
Mulut kehabisan kata untuk berbalas

Hari ini titisan setahun lalu
Kata penggubah cinta makin bumbung saja
Kau telah kuatkan batin hingga hari ini
Layaknya perlu bersikap
Mauku kau jadi milikku dengan segenap kemolekanmu

Hari ini titisan setahun lalu
Jalan kemarin menyenangkan
Merawat jalan itu tuk kita nikmati bersama
Sungguh kau bersungguh
Rasa yang kau rasai
Nikmati nikmat senikmat bersama
Cintai cinta yang mesti dicintai bersama
Dirgahayu perdana
                                               

Hari ini pengukuhan tahun pertama dilewati
Keagungan satu cinta kita yakini dan beri arti
Tak semua punya asa dan cita seperti kita
Hadirmu,  kuatkan sgalanya...

Semusim waktu tlah berlalu
Menoreh ragam kisah terindah, terbungkus harap cemas
Tak ada kebahagiaan melebihi
Rengkuhan cinta kasih yang teramat suci kita miliki

Menyakini ada beda, aura kendala tertepis kehadiran setiap waktu
Serasa didampingi, senantiasa sirami kalbuku
Bahasa terangkum sempurna, indahkan curiga sesama

Ikatan suci ini
Jauh.......berbeda dari lainnya
Ia bernyawa, terlahir sempurna karena andil keduanya
Dan, keyakinan ikut kita tuju

Hari ini pengukuhan tahun pertama dilewati
Tautan dua hati kian menguat
Berharap satu pada kebahagiaan kelak
Meski musykil hadir bahagia itu

Perjalanan belia kemarin
Layak terus terpupuk hingga seterusnya
Sungguh...satu cintaku tlah kau miliki
Tak kupungkiri kebenaran tuju hatiku
Tuk abdikan seluruh hidupku bersamamu

Kita miliki kekuatan besar itu sayang
Perjalanan kita telah  membuktikan,
Kerekatan satu hubungan yang tak bisa dirajut semua orang

Kita punya cita
Bekali usaha dan pencitraan semampunya
Yakini satu waktu kan berbaik
Menyentuh hati engkau dan aku hingga menuju titik

Hari ini, pengukuhan tahun pertama dilewati
Mari sayang...
Kita perkuat, pererat dan raih masa itu!

                                                            Lili Dwirila (10.45 WIB)




BAPOBI

Razuardi Ibrahim bersama Bus Sekolah Produk Lokal, 2010
-->
Bangkit Produksi Bireuen (Bapobi)




Berbuat untuk Kabupaten Bireuen tidak hanya mesti mendatangkan anggaran dari pusat atau propinsi dalam bentuk dana segar. Akan tetapi, setiap upaya pembelanjaan dapat diarahkan ke produk lokal yang berkembang.

Karoseri Bireuen sudah terkenal di seluruh Aceh sejak dulu. Namun kehandalan para pelaku karoseri tersebut belum tersahuti dengan program pembangunan pemerintah daerah. Hal ini terindikasi dari produk karoseri Bireuen seperti bus hanya diorder oleh kalangan swasta saja, sementara pihak pemerintah propinsi dan kabupaten di Aceh kerap mengadakan bus sekolah pada tahun anggaran tertentu.

Dalam tahun 2011 ini, melalui kegiatan pengadaan bus yang dibiayai Program P2DTK (program untuk pembedayaan daerah tertinggal), Bappeda Bireuen melakukan pengaadaan bus sekolah. Pada kesempatan ini saya mengajak rekan kerja di Bappeda Bireuen, agar pengadaan bus sekolah dimaksud tidak didatangkan dari luar daerah, melainkan dirakit oleh pabrik karoseri yang ada di Bireuen.

Upaya ini mendapat dukungan luas dari masyarakat Bireuen sembari membangun imej sudah saatnya dalam pengadaan barang-barang oleh pemerintah daerah tidak mengenyampingkan produk masyarakat. Untuk memperkuat imej tersebut,  Program P2DTK yang dikoordinir Bappeda Bireuen pada tanggal 27 Januari 2011 menggelar event Bapobi (Bangkit Produksi Bireuen) yang menampilkan berbagai produk industri permesinan rakyat di Bireuen. Tidak hanya bus sekolah, tapi alat mesin pertanian, komputer rakitan, dan lain-lain. Setidak-tidaknya, gelar Bapobi akan selalu mengingatkan kita bahwa produk masyarakat Bireuen dapat bersaing dengan produk luar. (Rajju)
Bus Sekolah produk Bireuen


Kamis, 15 November 2012

BATIK RACHMAT

Batik Rachmat

Razuardi Ibrahim dan Rachmatsyah Nusfi, Jakarta 151112
Pria kelahiran Banda Aceh 1 Agustus 1957 ini sejak 2006 telah mengalihkan perhatiannya dari pelukis ekspresionisme dan arsitek ke pembuat motif batik. Konsekwensi dari pilihannya itu, Rachmat harus hijrah ke Bogor, Jawa Barat, dalam rangka mengembangkan dan memasarkan hasil karyanya yang semakin diminati. Motif batik ciptaan Rachmat didasari atas penelitian yang dilakukannya beberapa tahun di kawasan pesisir Aceh.

Banyak karya Rachmat yang monumental di Aceh, di antaranya penciptaan Kubah Rachmat pada Islamic Centre di Lhokseumawe (2000), tugu simpang empat Bandara SIM di Banda Aceh (1996), Kantor BPD Aceh di Banda Aceh (1990), dan beberapa yang lain.

Setelah beberapa tahun berkarya di luar tanah kelahirannya, Sarjana Teknik Sipil ini merencanakan hadir di tengah masyarakat Aceh dalam event pameran seni budaya dalam upaya sharing sesama pekerja seni guna memaksimalkan keberadaan potensi dalam promosi Aceh di masa mendatang. 

Batik Aceh, Karya Rachmat, 2012
       
  

Senin, 05 November 2012

MESJID HABIB KR PANJO

Ukiran Kuno di Mesjd Habib
ukiran di Mesjid Habib, 1800-an

Ukuran mesjid itu tidaklah terlalu luas, sekira sepuluh kali sepuluh meter persegi.  Konstruksinyapun berupa bangunan panggung dari kayu yang sudah beberapa kali direnovasi. Mesjid yang terletak di Krueng Panjoe, Kabupaten Bireuen itu diakui masyarakat setempat sarat dengan sejarah masa lalu. Tempat ibadah yang dikelola secara turun temurun tersebut dulunya berfungsi sebagai dayah, tempat pengajian dan haul, bahkan tempat hajatan. Menurut Sayeed Marzuki, pengurus Mesjid Habib, bangunan itu dibangun pada masa Habib Bugak, leluhurnya, masih mengajar agama di kawasan Bugak, Kecamatan Jangka, Bireuen, sekira tahun 1800-an.

Suatu hal menarik dari mesjid kuno tersebut, yakni ukiran-ukiran yang masih asli meskipun sudah dicat dengan warna-warni. Serat kayu masih terlihat pada ukiran yang rada kasar dari pengerjaannya. Dengan langgam Arabis yang eksis pada masanya, ukiran itu layak dicermati sebagai bahan pembelajaran bagi para budayawan dan seniman masa sekarang. Rachmatsyah Nusfi, ahli seni ukir Aceh di Jakarta pernah melakukan seminar ukir Aceh pada Pekan Kebudayaan aceh Ke-4 tahun 2004, membenarkan bahwa ukiran Aceh tempo dulu relatif kasar dalam pengerjaannya. “Kayaknya mereka membuat ukiran itu dengan pahat yang tumpul,” katanya. Mesjid tradisional yang diperkirakan se-zaman dengan Mesjid Habib ini ialah Mesjid Habib Abubakar di Ulee Kareng, Banda Aceh yang dibangun sekitar 1874.
Mesjid Habib Krueng Panjo, 1800-an

Penemuan ukiran seperti ini memperkuat perjalanan seni ukir Aceh yang diakui telah berusia ratusan tahun. Meskipun rada kasar, ukiran tersebut memperlihatkan kehandalan seniman masa itu. Alat kerja para tukang ukir waktu itu hanya dengan tiga ukuran pahat, yakni ukuran 1,5 inci, 1 inci, dan 0,5 inci.  Motif bunga yang ditampilkan hampir sama dengan motif pada Rumah Awee Geutah yang juga melegenda di Aceh. Meskipun pada ukiran rumah kuno Awee Geutah tersebut lebih halus dalam pengerjaannya.

Keberadaan motif di Aceh, khususnya pada rumah tradisional tidak memiliki bentuk yang baku. Bisa saja motif pada daerah atau kabupaten tertentu berbeda jauh dengan tempat lainnya.  “Hal ini sangat dipengaruhi oleh asal penduduk setempat,” kata Rachmatsyah. Menurutnya, motif pantai barat Aceh cenderung berbeda dengan motif yang berkembang di pantai timur. Namun demikian, secara umum motif Aceh pesisir mudah dibedakan dengan motif asal daerah Aceh pedalaman, seperti Gayo dan Alas.

Kekayaan khasanah budaya masa lalu ini dimanfaatkan untuk mengungkap budaya masa lalu di kawasan tertentu berikut zamannya. Mencermati kesamaan motif Arabis di beberapa tempat dalam kawasan Mesjid Habib, dapat simpulkan sementara, bahwa syiar Islamiyah di tempat itu lebih didominir masyarakat Arab. Informasi yang diberikan oleh motif-motif ini cukup kuat menggambarkan kondisi masyarakat masa itu dalam melanggengkan seni ukir hingga bertahan sampai sekarang.