Kamis, 25 April 2013

ZULFAN KEPALA BI

Razuardi Ibrahim dan Zulfan, April 2013

PUISI UNDANGAN

undangan pagi buta

memang lapar pagi ini
ada undangan makan di sebuah pesan
pesta seorang kerabat yang lupa
namun mengenyangkan
karena dari sosok tak tidur 
yang asyik mengundang dan koreksi tugas
tapi serba mungkin
tak nyenyak andil usik
geliat lawan sisi
saling bantah tuduhan
hingga jelang rembang pagi
tak mungkin dalam gulita katanya
kapan kiranya dalam tanya
tak perlu tau jawabnya
sambil koreksi yang ditulis
tak ada kaitan pungkasnya
jawab lagi tapi tanpa balas
diam
waktu makan siang tiba
usiknya dalam tanya
saling bantah dalam lapar siang
tidak lapar lagi dengar jawabnya salah duga
diam, tulis kisah untuk kenyang
tuntaskan undangan pagi buta

banda aceh, 250413



SILATURAHMI WWF

malam silaturahmi WWF, 23-04-13

Pada malam tanggal 23 April 2013, aku ditelepon Dede WWF, untuk menghadiri temu silaturahmi dengan petinggi WWF dari seluruh Indonesia. Aku menyempatkan hadir malam itu, kebetulan aku tidak punya kegiatan khusus. Lumayan ramai undangan malam itu, yang terdiri dari pejabat propinsi, berbagai LSM berbasis lingkungan di Aceh. Tentu aku berbesar hati atas penghargaan kawan-kawan WWF yang mengharapkan aku dapat hadir karena petinggi WWF Eropa juga datang. Acara itu diselenggarakan di Hermes Palace Hotel, Banda Aceh. Cafe tepi kolam renang di hotel itu sesak oleh para undangan yang memang komit untuk makan bersama aktivis lingkungan. Kayak biasa dalam acara santai serupa itu, aku dipanggil untuk menyanyikan sebuah lagu, "menghibur para tamu," kata MC di situ. Tidak berlebihan, aku merasa senang juga karena tamu luar menyatakan surprise, meskipun nyanyian yang kulantunkan tidak sebaik para tamu dari ibukota.

ACEH REPTILE PARK


Aceh Reptile Park
 
suasana makan malam dalam dialog
Aceh Reptile Park
Tadi malam (Rabu, 24/04/2013), kami makan bersama rekan-rekan pecinta lingkungan di salah satu cafe di Banda Aceh. Dari banyak hal yang kami ceritakan, Bupati Hamdan mengungkap bahwa dia akan mewakafkan lahan keluarganya seluas satu hektar untuk penyelamatan tongtong, sejenis penyu rawa yang mulai langka. Bahasan semakin hangat, tatkala kami juga mengulas banyaknya buaya di muara sungai di salah satu kecamatan di Tamiang. Rekan-rekan pecinta lingkungan semakin bersemangat dalam menyahuti komitmen Bupati Hamdan. Aku mengajak para volounteer tersebut untuk membuat taman reptil di muara itu. Langsung saja kawan-kawan, khususnya Azhar dari WWF memberi judul terhadap rencana awal itu, “Aceh Reptile Park”,  katanya. Semua kawan setuju dengan ragam khayal masing-masing, namun yakin untuk terealisir. Setidak-tidaknya, kami telah memulai berpikir dalam santai yang terdiri dari :
 
salah satu sudut dialog
Hamdan Sati (Bupati Aceh Tamiang)
Razuardi Ibrahim (birokrat)
Ratno Sugito (TI)
Badrul Irfan (Forum Orang Utan Aceh)
Azhar (WWF)
T Multazam (Micro Hidro Community)
Yusman (WWF)
Ridwan Setiawan (WWF Ujung Kulon)
Muhajir (Micro Hidro)

KOMITMEN REKAN DALAM MEMBANGUN

Aku dan Nazar di Meuligoe Gubernur Aceh, 250413
Sekira jam setengah dua Nazar, rekanku dari Bireuen datang ke tempatku akan rapat di Meuligoe Aceh. Kedatangannya tepat waktu, karena jika terlambat lima menit saja, aku sudah mulai masuk ruangan rapat. Aku teringat Hasanuddin dan bersegera meneleponnya. Tidak seperti biasanya, Hasanuddin berhalangan hadir saat itu. Aku berharap dia bisa meluangkan waktu untuk membahas beberapa bangunan fisik di beberapa kabupaten yang butuh lanjutan. Hasanuddin merupakan sosok yang memiliki komitmen kuat dalam menyelesaikan keterbengkalaian beberapa bangunan yang berada dalam wilayah kewenangannya. 
Aku dan Hasanuddin
telaah gambar teknis 



Aku mengajak Nazar foto bersama sebagai indikasi dia pernah bertemu denganku dalam waktu yang tidak terjadwal. Aku juga meyakini Nazar merupakan sosok yang memiliki komitmen kuat dalam memenuhi prasarana pembelajaran di salah satu perguruan tinggi di Bireuen. 

Rabu, 17 April 2013

KONTER BPD

Mulyadi, 2011


Konter BPD Baru Buka

Minggu, 14 April 2013, Mulyadi stafku yang menjabat selaku Kepala Bidang Pendapatan di dinas DPKKD Bireuen,  saat aku masih di Bireuen meneleponku, mengabari bahwa konter Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh cabang Bireuen telah dibuka di Kantor Bupati Bireuen. Sekarang nama kantor itu Bank Aceh dengan logo yang baru berupa kelopak bunga yang hendak mekar. “Besok, hari senin, kantor kas penerimaan BPD diresmikan pak,” kata Mulyadi sambil menjelaskan lokasi konter itu masih di tempat yang kami rencanakan dulu, di pojok timur bagian depan kantor bupati. Selaku pejabat yang bertugas di bidang penerimaan daerah, tentu Mulyadi berbesar hati atas konsep penyederhanaan organisasi penerimaan. Aku juga senang atas berita terealisasinya rencana sederhana itu. Selain melengkapi konsep transparansi yang pernah kami bangun bersama, kehadiran konter Bank Aceh itu juga cukup membantu kelancaran administrasi penerimaan daerah. Aku juga salut kepada Mulyadi, karena dia juga pekerja keras yang mampu mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD), tatkala anggaran daerah mengalami kesulitan beberapa tahun lalu.  



PUISI TAK BALAS



dua sejumput, 160413

Menggantung Tanpa Balas

hujan menerpa
menelungkup pucuk asa lekang  dimakan usia
renta bergelayut dalam putaran masa bias
lepas dalam pulas
tatkala rona beda mekar pertanda memuja
140413

deru angkasa imbangi lamun
terawang pilu lanjut
andil tak gubris jeritan letih
asa ditunggu pupuskan lelah
tak kunjung hadir untuk biarkan
140413


Sabtu, 13 April 2013

PASAR ACEH PAMERAN


Pameran Pasar Aceh
Visit Aceh 2013
12-14 April 2013
Tempat , Plaza Selatan, Istora Bung Karno

Razuardi  Ibrahim, 120413
Kabupaten Aceh Tamiang merupakan salah satu kawasan penghasil minyak dan gas, dan kawasan ini juga merupakan salah satu pusat perkebunan kelapa sawit di Aceh. Di samping itu, Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor angkutan karena posisinya yang strategis, dan angkutan air merupakan salah satu primadona alternatif karena kabupaten ini dialiri dua sungai besar yakni Sungai Tamiang (yang terpecah menjadi Simpang Kiri dan Simpang Kanan) dan Sungai Kaloy. Kabupaten Aceh Tamiang juga mengandalkan sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan.

Kabupaten Aceh Tamiang memiliki beberapa tempat wisata yang hingga saat ini perlu penataan yang serius dan dikelola dengan baik. Air Terjun Tujuh Tingkat, Bendungan, Gua Walet, Pantai Seruway adalah beberapa contoh tempat wisata di Aceh Tamiang yang perlu mendapatkan perhatian untuk dapat dikelola menjadi sumber Pendapatan Asli Daerah.

Luas wilayah Kabupaten Aceh Tamiang adalah 1.956,72 Km 2 yang terdiri dari: 208 desa dan 12 kecamatan. Potensi sumberdaya alam Kabupaten Aceh Tamiang terdiri dari lahan sawah seluas 19.033 Ha, namun sebagian besar masih diairi dengan sistem tadah hujan (17.968 Ha) sehingga penggunaan lahan belum optimal. Selanjutnya, tanaman jagung di Kabupaten Aceh Tamiang seluas 4.052 Ha, kacang tanah (139 Ha), kacang hijau (106Ha), kacang kedelai (3.804 Ha) ubi kayu (231 Ha), dan sayur-sayuran seluas 1.282 Ha.

Produksi Komoditas Perkebunan Kabupaten Aceh Tamiang mempunyai potensi yang sangat besar di bidang perkebunan karena di daerah ini terdapat perusahaan besar yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Luas areal perkebunan besar di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2008 seluas 24.664 Ha dengan jumlah perusahaan sebanyak 21 perusahaan. Sedangkan perkebunan kelapa sawit seluas 146.851,00 Ha yang tersebar di delapan kecamatan. Sementara itu, masih terdapat sejumlah areal perkebunan lainnya seperti karet dengan luas 13.385,00 Ha, kelapa dalam (262,00 Ha), pinang (543,00 Ha), lada (15,5 Ha), sagu (14,2 Ha), aren (71 Ha), nilam (36 Ha), kunyit (34 Ha) dan jahe (30 Ha). Kawasan ini juga dikenal sebagai sentra perkebunan Karet dan Kelapa Sawit. Tak kurang dari 7 (Tujuh) perusahaan swasta nasional dan asing yang melakukan operasinya di Kabupaten Aceh Tamiang ini seperti PT. Sucofindo, PT. Mopoli Raya. PT. Parasawita, PT. Betami dan lain-lain. Belum lagi dengan luasnya areal perkebunan rakyat yang terdapat di kawasan ini seperti Pinang, Sawit dan Karet.

Rencana ekspose Kabupaten Aceh Tamiang dalam Pameran Pasar Aceh atau Visit Aceh 2013 di Jakarta, antara lain :

        I.            Aspek Kekayaan Alam

1.       Peta Kabupaten Aceh Tamiang
2.       Pantai Sungai Iyu
3.       Air Terjun, Simpang Kiri, kampung Bandung, Batu Bedulang
4.       Sumur Minyak
5.       Kota Tua Kuala Simpang
6.       Rumah Wedana
7.       Istana Karang Baru, Benua raja, Seruway, dan 40 situs lainnya
8.       Perkebunan

      II.            Aspek Budaya

1.       Tari-tarian (Persembahan, Ula-ula Lembing, Serampang 12,  dan lain-lain)
2.       Pencak Silat
3.       Gambus Melayu (Zapin)
4.       Marhaban
5.       Foto Raja-raja Tamiang dan Silsilah
6.       Alat Rumah Tangga
7.       Senjata Tamiang
8.       Peralatan Nelayan
9.       Pakaian Adat-Kuno
10.    Permaian anak Melayu

    III.            Aspek Kerajinan

1.       Kasab, Songket Tamiang
2.       Anyaman Tikar
3.       Tudung Saji
4.       Pelaminan
5.       Ukir Buah

  IV.            Aspek Kuliner Aceh

1.       Belacan Tutok
2.       Kue Kasidah
3.       Kue bangkit
4.       Manisan (Halua)
5.       Cenerut
6.       Paneh Haram (Boh Husen)
7.       Putu kacang Ijo
8.       Kembang Loyang
9.       Bolu Kampung
10.    Cakar Ayam
11.    Bubur Pedas
12.    Sambal Dagang
13.    Umbut Kelapa



Jumat, 12 April 2013

PAMERAN PASAR ACEH

Jakarta, 12 April 2013
Jum'at, malam Sabtu, 12/4/2013, aku bersama tim Dekranas Aceh Tamiang mengikuti pembukaan Pameran Pasar Aceh di Senayan, Jakarta. Pameran yang dibuka Sekda Aceh tersebut relatif banyak menyerap perhatian warga, khususnya asal Aceh. Ada sembilan kabupaten/kota yang ikut dalam perhelatan tersebut ditambah satu stand propinsi. Keikut-sertaan ini tentu bagi kabupaten-kota yang sudah siap untuk tampil dalam acara itu. Persiapan dimaksud meliputi seni kerajinan, kuliner, tarian dan potensi sumber daya alam. Aku diharuskan menggunakan pakaian adat Tamiang, teluk belanga berwarna kuning. Lumayan menyenangkan suasana pembukaan malam itu karena banyak rekan lain daerah yang kutemui, meskipun sedikit melelahkan.

Minggu, 07 April 2013

BERSAMA OZI DI TAMIANG


Ada foto bersama Ozi yang dikirim untukku. Teringat foto itu pada saat pelantikan Bupati Aceh Tamiang, 28 Desember 2012. Ia juga menghadiri hari pelantikan itu.

TELAAH SASTRA TERAWANG


terjemahan novel The Realistict Experience
karya Romel and Darcy

Terawang

Sesaat kami bergegas duduk di kursi semula bersebelahan. Ditatapnya  aku lama dan dalam sekali. Dia rada menangis berkata-kata untuk mengakhiri cumbuan seperti ini pada temu lanjutan. ”Sudahlah ini yang terakhir sayang ya”, suaranya parau tertahan. Dilanjutkannya lagi  gumam kecil dengan suara terisak. Ditempelkan pula dahinya ke meja kerja sembari tangannya menekan kepala pulpen. Aku menatapnya  tanpa jawaban. Iba menguasai seluruh perasaanku tanpa kompromi. Kerongkonganku sesak, sulit sekali mengeluarkan sepotong katapun. Kuusap kepalanya, perasaanku semakin tak menentu. Lantas kupilih duduk berhadapan dengannya, mataku mulai berkaca-kaca. Kutatap dia yang masih tertunduk sembari berkata lirih sesunggukan. Aku tak tak tahan melihat Sefney seperti itu. Batinku menjerit, kucari jalan untuk keluar ruangan menuju halaman yang gelap. Agar Sefney tak melihatku kalau-kalau airmataku tertumpah di hadapannya.  Kusadari tak pernah aku sesedih malam itu.

Hatiku berkecamuk, bertanya, mengungkap, bahkan menghujat diri. Aku bersalah menyiksanya dengan cinta agung itu. Namun rasa melindungiku semakin besar saja. Aku tak rela Sefney disakiti oleh siapapun. Apalagi oleh diriku, karena ianya mengakui kasih sayangku untuknya teramat besar. ”dia tak boleh tersiksa oleh cinta ini”, benakku berbisik.

Malam itu kami lanjutkan ke sebuah pesta yang kurang aku sukai. Tapi Sefney merasa penting dengan pesta itu. Meski kupaksakan, aku tak dapat menikmati pesta itu, kerongkonganku masih tersengal. Meski terlihat aku tertawa bersama kerabat lain. Sesekali kulirik posisi Sefney yang tengah berbaur sesama rekan. Perasaanku lega tatkala terlihat ia terhibur oleh tampilan beberapa sosok di pesta itu.

Rabu, 03 April 2013

HERITAGE TAMIANG


Penyelamatan Heritage Tamiang

Bu Iris Atika, 2013,
Ketua PKK Aceh Tamiang 
Di Kabupaten Aceh Tamiang masih terdapat beberapa bangunan peninggalan Pemerintahan Kolonial Belanda. Menyikapi hal ini, Ketua PPK Aceh Tamiang, Iris Atika, memberi perhatian untuk mengembalikan rumah tua, tempat tinggal dokter yang berlokasi di Desa Kedai Besi, Tamiang sebagai kediaman Bupati Tamiang pada tahun ini. Rumah tersebut relatif rusak dengan tambalan di beberapa elemen rumah.  Dalam pelaksanaan selama kurang lebih 2 bulan, sejak awal Pebruari hingga akhir Maret 2013,  rumah itu kembali bernilai artistik mendekati kondisi di jamannya. Sebelumnya, cat rumah dan kusen yang saling timpa sehingga mengesankan tambal sulam dengan warna bercampur-aduk, dikerok dan diratakan dengan amplas. Bu Ika, panggilan akrab kami kepadanya melakukan penilaian artistika desain pengembalian fungsi rumah yang meliputi kebutuhan ruang serta keterkaitan dengan aktivitas kurikulair kabupaten. Di samping itu, dilakukan pula penilaian terhadap kemungkinan kekuatan arsitektur bangunan dalam mempengaruhi psikologi sosial yang diukur dari komentar para tamu yang berkunjung ke tempat tersebut. Meski dalam skup kecil, upaya ini merupakan langkah awal penyelamatan heritage di kabupaten tapal batas di Aceh.
Rumah Tempat Tinggal Bupati usai renovasi, Maret 2013
Secara kamus, Inggris-Indonesia yang disusun John M Echols dan Hassan Shadily, heritage berarti warisan atau pusaka. Sedangkan dalam kamus Oxford, heritage ditulis sebagai sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa atau negara selama bertahun-tahun dan diangap sebagai bagian penting dari karakter mereka. Dalam buku Heritage: Management, Interpretation, Identity, Peter Howard memaknakan heritage sebagai segala sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya material maupun alam. Selama ini warisan budaya lebih ditujukan pada warisan budaya secara publik, seperti berbagai benda yang tersimpan di museum. Menurut Howard, tiap orang juga punya latar belakang kehidupan yang bisa jadi warisan tersendiri. Akhir-akhir ini di dunia pariwisata dikenal istilah ‘wisata heritage’. Namun pengertian heritage di situ seringkali dipahami terlalu spesifik, yaitu semata-mata berwisata mengunjungi gedung atau bangunan kuno. Di Jakarta, misalnya, wisata heritage identik dengan wisata kota tua. Demikian pula, dengan berdirinya klub-klub pemerhati dan pecinta kota tua yang menggunakan heritage sebagai sebutannya, seperti: Jakarta Heritage Society, Bandung Heritage Society, hingga Magelang Heritage Society. Ternyata klub-klub itu memang membatasi kegiatannya, seputar kota tua atau gedung-gedung lama peninggalan masa-masa pra kemerdekaan. Padahal pengertian heritage sesungguhnya cukup luas.
pintu lama yang baru di perbaiki
Banyak banyak bangunan sejarah di Aceh yang mulai dilindungi sebagai aset budaya dan sejarah, di antaranya Mesjid Raya Baiturrahman, Pendopo Gubernur, Rumah Controleur di kabupaten  dan lain sebagainya. Meskipun masih terbatas ragam sumber daya, seperti dana, sejarawan, dan lain sebagainya, rehap rumah lama tersebut cukup mempengaruhi citra kawasan di tempat itu.

PEMBERIAN PINGSAN

Kamis pagi 4/4/2013, jam 09.05 WIB, aku menonton tayangan Trans TV sambil sarapan di lobby Hotel Arya Tamiang. Waktu itu acara yang menarik perhatianku adalah Bagi-bagi Berkah, yakni sebuah acara yang mengekspose konsep kedermawanan kepada khalayak miskin. Dalam tayangan itu, seorang ibu, kalau tidak salah Rina namanya, diberikan sejumlah uang pecahan lima puluh ribuan bernilai Rp 10 juta. Setelah diserahkan uang itu, Ibu Rina menangis dan lemas, terlihat nyaris pingsan karena kebutuhan membeli bahan bangunan untuk memperbaiki rumahnya yang rusak parah. Aku dan beberapa kawan yang sama menyaksikan adegan itu saling komen. Ada yang menganggap adegan itu permainan orang kaya kepada orang miskin. Ada yang komen, ibu itu pura-pura pingsan, supaya ditambah pemberian itu. Banyak lagi komen-komen dari para rekan yang tidak sempat aku simak. Tapi aku memaknai lain dalam kesaksian mengharukan itu. "Ternyata, tidak semua mental orang mampu menerima pemberian yang tidak terduga yang menurutnya berjumlah besar," kataku kepada mereka. Boleh saja uang Rp 10 juta tak berarti apa-apa bagi yang lain, namun bagi Bu Rina pemberian yang menuntaskan persoalannya, mampu membuatnya pingsan.  

Selasa, 02 April 2013

DIALOG ALUMNI MAIMUN-TAUFIQ


Pagi kemarin, Senin (1/4/2013), Taufiq Saidi meneleponku tatkala aku sibuk sekali di Bireuen. Doktor ahli beton yang juga dosen pada Fakultas Teknik (FT) Unsyiah itu menceritakan pertemuannya dengan Rachmatsyah Nusfi di Banda Aceh. Lantas, Taufiq menceritakan tentang ianya dipanggil Dekan FT untuk menyelesaikan tugas pembuatan “Buku 50 Tahun FT” yang memang sudah berusia setengah abad di tahun ini. Dia juga menambahkan, bahwa perlu bantuan dan kawan-kawan dan jika tidak didukung kawan-kawan, dia akan menolak tugas itu. Aku kurang meyakini ungkapan Taufiq, karena masih banyak kawan-kawan lain sesama alumni yang lebih memiliki kompetensi, lantas, “aku tidak berhak memberi jawaban Fiq, karena aku dan kawan-kawan di bawah kendali Maimun Bewok,” kataku. Dalam dialog via telepon selular itu, Taufiq minta dikirimkan nomor Maimun dan aku mengirimnya. Aku harus berkata terus terang kepada Taufiq, karena Maimun pernah bercerita kepadaku beberapa bulan silam tentang rencana perhelatan “Setengah Abad Fakultas Teknik Unsyiah” di pantai utara dan timur Aceh yang memang usungan beberapa alumni yang berbakti di beberapa perguruan tinggi kawasan itu.  

Maimun dan Taufiq Saidi, 2005,
tradisi keakraban antar angkatan
Jelang Maghrib hingga malam, Maimun meneleponku menceritakan tentang dialognya bersama Taufiq beberapa saat tadi. Aku lebih banyak mendengar cerita Maimun seputar kisah masa lalu kami dan kawan-kawan di kampus.  Suatu hal yang diingatkan Maimun kepadaku tentang pesan Ayah Panyang alias Ir Yusmaini (alm) pada tahun 2008. Menurut Maimun dia juga bersedia membantu Taufiq asal ada permintaan Dekan FT, ”agar tidak dianggap kita peu roeh-roeh dro,” katanya.  Aku paham maksud Maimun, bahwa ianya tidak sepakat jika terkesan melibatkan diri dalam urusan fakultas tanpa diminta. “Ini urusan fakultas, beda dengan urusan alumni,” katanya lagi.  “Iya juga Mun, tidak usah menggaruk kalau tidak gatal,” kataku sedikit berkelakar. “Aku bilang juga pada Taufiq, bahwa kehancuran alumni karena kita silau dengan jabatan orang-orang tertentu,” lanjut Maimun. “Dan sejak mahasiswa dulu kita tidak pernah mendapat keuntungan dari kegiatan yang kita buat,” kata Maimun kesal.

PEUPOK LEUMO

Hari ini, Selasa (2/4/2013)  koran lokal, Serambi Indonesia, memberitakan tentang tradisi lokal yang sudah lama tidak aku saksikan. Tradisi itu biasa disebut dengan "peupok leumo," yakni adu lembu. Pada Pekan Kebudayaan Aceh (PKA) Ke-2, tahun 1972, tontonan ini ramai dikunjungi dan boleh dikatakan event yang paling digemari masyarakat. Waktu itu, pemilik lembu merasa bangga jika ternak besar piaraannya itu ramai dikomentari dan ditanyai banyak orang. Setelah masa itu, aku tidak pernah lagi mendengar apalagi menyaksikan tontonan laga hewan itu. Pernah aku berfikir bahwa tradisi ini terkena larangan oleh kalangan tertentu karena pernah pula aku mendengar dari orang-orang di warung kopi, adu lembu sama juga dengan adu ayam. Pagi ini kayaknya aku surprise membaca berita ini di Kuala Simpang. Betapa tidak, kenangan tontonan menyenangkan masa kanak-kanak-ku di PKA-2 silam, terinformasikan kembali. Meskipun masih menyisakan beberapa pertanyaan dari informasi koran pagi ini, aku bisa tersenyum sesaat.   

SORE BERSAMA PAK NURDIN


Bersama Pak Nurdin dan Mukhlis Gasak,, di Andyta 010413

Pada Senin 1/4/2013, aku menemui Pak Nurdin di kampus Universitas Al Muslim Matang Geulumpang Dua untuk minum kopi bersama. Kami duduk santai ditemani Odi dan Mukhlis Gasak di Andyta Cafe. Lumayan nyaman suasana sore itu. Beliau banyak cerita tentang aktivitasnya setelah lepas dari jabatan Bupati Bireuen. Banyak orang datang menegur tatkala kami duduk di tempat itu. 

Bersama Pak Nurdin dan Odi, 010413