Senin, 05 November 2012

MENUNGGANG GAJAH


Menunggang Gajah

Aku punya rekan, seorang konsultan program IBRD yang menentukan kelayakan ruas jalan yang akan dibiayai oleh program IBRD. Namanya Ir Budiadi, sarjana teknik sipil lulusan Semarang. Di tahun itu, 1991, aku menjabat sebagai asisten Pemimpin Proyek Bidang Perencanaan yang tentunya intens berurusan dengannya. Banyak pelosok desa dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara yang kami kunjungi untuk mendapatkan data kondisi jalan. Biasa kami pulang hingga malam hari tatkala jalan yang kami lalui cukup parah tingkat kerusakannya.

Pak Syarifuddin, Razuardi Ibrahim, dan Budiadi, 1991

Suatu kali kami melakukan survei ke kawasan Mbang, Aceh Utara. Banyak ruas jalan di daerah itu yang sulit dilalui. Di kawasan itu juga dipusatkan tempat pelatihan gajah. Tatkala kami melintasi tempat itu, Pak Budi, panggilan Ir Budiadi, mengisyaratkan keinginannya untuk menunggang gajah. Pelatih gajah yang ramah itu mempersilahkan kami  melampiaskan keinginan Pak Budi. Diperintahkannya gajah itu merunduk agar kami mudah mendudukinya.    
  

YANFITRI





Yanfitri

Aku kenal dengan Yanfitri sejak 1986, saat kuliah di Fakultas Teknik Unsyiah. Selaku adik kelasku, tentunya ianya lebih mengenalku saat aku dan senior lainnya mem-plonco mahasiswa baru. Sejak mahasiswa, telah terlihat bakat profesional keteknik-sipilan dalam dirinya. Setidak-tidaknya, demikian pengakuan banyak rekan terhadap Yanfitri. Setelah tahun 1988, usai aku diwisuda, lama aku tak berjumpa dengannya karena sejak itu aku mulai mocok-mocok dan pada awal 1989 aku hijrah ke Lhokseumawe. Tahun 1992, beberapa tahun aku bekerja di Dinas PU Aceh Utara, Yanfitri turut bergabung di dinas ini sebagai pegawai honor. Tidak lama bergabung, Yanfitri ikut testing pegawai daerah formasi propinsi, dan lulus untuk formasi Aceh Besar. Sejak itu aku pisah lagi dengannya.

Yanfitri, 2011
Pada tahun 1999, saat pemekaran Kabupaten Bireuen, Yanfitri dimintakan pulang ke Bireuen oleh Pak Hamdani Raden, bupati masa itu. Dalam pembicaraan dengan Bupati Hamdani Raden, aku berkomentar tentang kualitas Yanfitri, tatkala ditanyakan kepadaku. Memang kebiasaan Pak Ham menguji kualitas orang-orang dengan cara jajak pendapat yang dilakukannya sendiri karena beliau paling tidak suka mendengar laporan pembusukan.

Saat pelantikan para pejabat di kabupaten baru, Bireuen, 5 Pebruari 2000, Yanfitri ditempatkan pada salah satu kepala seksi di Dinas Cipta Karya Bireuen. Meskipun aku menjabat selaku Kepala Dinas Cipta Karya, koordinasiku dengan Yanfitri cukup intens, mengingat penanggulangan ruas jalan lingkungan menjadi tanggungjawabnya. Banyak perencanaan yang dapat dibuatnya meskipun anggaran tidak tersedia. Semangat euforia kabupaten pemekaran cukup kuat membangun kebersamaan dan mampu menggalang kompetensi rekan-rekan sesama aparatur.

Selaku pejabat, Yanfitri banyak mengalami masa jatuh bangun. Pernah dari jabatan kepala bidang ia dimutasikan pada posisi tanpa peran di Bappeda, bergabung denganku lagi. Tapi dengan  specifik karakternya ia tidak pernah mempersoalkan hal itu. Aku memahami sosoknya, selaku engineer ia selalu menyampaikan siap tanding dibidang ke-teknik-sipilan.


Sabtu, 03 November 2012

MUTASI

AKBP Yuri Karsono, Razuardi Ibrahim, Letkol Inf M Arfah, 2011

Mutasi 11-11-11
Saat baru pelantikan sebagai Sekdakab Bireuen, Jum’at, 9 September 2011, aku mengevaluasi berbagai kemungkinan terburuk dari keuangan daerah. Selaku aparatur tertinggi tingkat kabupaten, aku tidak boleh hanyut dengan keadaan apalagi kenikmatan jabatan. Setidak-tidaknya, keterpurukan keuangan daerah yang bakal terjadi jangan disaat aku memimpin sekretariat kabupaten. Apalagi pada rentang waktu 40 hari, yakni bulan Semptember dan Oktober 2011 seluruh keputusan daerah berada di tanganku karena Bupati Nurdin mengikuti Lemhanas di Jakarta, sementara Wabup  Busmadar menunaikan ibadah Haji. Praktis aku mengemban empat fungsi sekaligus, yakni selaku Sekdakab Bireuen, Bupati Bireuen, Wabup Bireuen, dan Kepala Bappeda yang hanya di-PLT-kan kepada Sekretaris Bappeda, Ir Jafar.
Tak ada tempat berkonsultasi, kecuali dorongan semangat dari rekanku AKBP Yuri Karsono, selaku Kapolres Bireuen, Letkol Inf Muhammad Arfah selaku Dandim 0111/Bireuen. Mereka menyatakan siap lahir bathin untuk bersama mengambil kebijakan daerah, jika aku mendapat kesulitan. Kuutarakan maksudku tentang program seratus hari kerja untuk menyiasati kondisi keuangan yang belum beruntung. Mereka berdua menyatakan siap membantu segala kebutuhanku sesuai fungsi mereka masing-masing. 
Kuceritakan juga tentang devisit keuangan Bireuen saban tahun kepada mereka termasuk isu disclaimer dua tahun yang kerap diekspose media masa. Lantas kami juga diskusikan bersama baik secara formal maupun secara informal. Secara formal, biasanya kami bahas dalam rapat Muspida yang mulai aku terapkan sejak bulan September tahun itu juga. Sementara secara informal aku bicarakan kepada mereka tatkala kami mengunjungi lapangan atau saat kami sarapan pagi bersama.

Kecenderungan Pembelanjaan Kabupaten Bireuen sejak tahun 2007 hingga 2011, sesuai data, terlihat adanya  devisit berkepanjangan dalam pengertian setiap tahun anggaran. Kondisi yang tidak terpublikasi kepada masyarakat ini tidak salah jika diungkap dalam ulasan ini sebagai pengayaan dan pembelajaran publik agar dapat direspon berbagai pihak guna memberi masukan agar didapatkan solusi penanganannya.

Devisit anggaran lebih dipahami sebagai suatu kondisi akibat tidak cukupnya pendapatan daerah untuk pembelanjaan. Tidak cukupnya pembelanjaan lebih dapat diartikan kepada besarnya nafsu mengeluarkan uang sementara upaya peningkatan pendapatan terabaikan. Secara nyata, devisit yang terjadi berdampak kepada pelunasan hutang tahun lalu dengan menggunakan anggaran tahun berikutnya. Konsep efisiensi dan isu ikat pinggang hanya sebatas pernyataan tanpa aksi.

Melihat kondisi devisit keuangan Kabupaten Bireuen saban tahun, dari 2007 hingga 2011, dapat dipastikan bahwa begitu sulit bagi pemerintah daerah ini untuk mengambil sikap. Langkah strategis yang harus dilakukan dalam menyetop devisit berkelanjutan ini adalah mengenyampingkan kepentingan non-teknis dalam pembahasan anggaran di legislatif. Dengan kata lain, pembahasan anggaran yang dilakukan hanya mengedepankan alasan teknis pembelanjaan sesuai aturan dan jadwal yang ditentukan.

Dalam jangka pendek, aku harus mengambil langkah-langkah seratus hari kerja, yakni menutup buku kas per-31 Desember 2011, menggenjot pendapatan (PAD), melakukan mutasi pejabat untuk mendukung langkah seratus hari kerja, menyusun pembelanjaan yang terukur, dan menerapkan sistem anggaran berimbang pada tahun anggaran 2012.

Pada minggu ke-empat bulan Nopember, setelah Bupati Nurdin kembali dari pendidikan, aku melaporkan semuanya tentang strategi seratus hari kerja. Bupati Nurdin sependapat, selanjutnya dilakukanlah mutasi pada 11 Nopember 2011 yang sering aku ikon-kan dengan kebijakan sebelas-sebelas-sebelas (11.11.11). Mutasi ber-ikon 11.11.11 cukup terbuka karena memang untuk menjaring kompetensi para aparatur profesional. Terbuka dalam artian boleh diprotes dan boleh meminta langsung posisi jabatan kepadaku selaku pejabat aparatur tertinggi di kabupaten. Asal ada yang bertanya tentang sosok pejabat strategis kepadaku, aku langsung saja menyebut nama pejabat yang akan aku tempatkan. Paling santer manakala orang menanyakan siapa penggantiku selaku Kepala Bappeda, tanpa sungkan aku sebutkan nama Yanfitri yang sebelumnya Kepala Kantor Badan Bencana. Orang yang datang kepadaku langsung protes seraya menyebutkan Yanfitri belum pantas karena masih ada sosok lain yang lebih senior. Aku menyetujui permintaan orang-orang itu  sambil meminta orang itu membawa calonnya untuk kita sandingkan dengan Yanfitri dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari saya dan orang-orang itu dalam hal pembangunan. Mereka menolak dengan alasan tidak etis menguji orang paruh baya serupa itu.  Ada lagi protes tentang Murdani belum boleh menjadi Asisten Pemerintahan dan Tatapraja karena dari status camat langsung menjadi menduduki jabatan eselon II b. Aku tanya ke Kepala Bagian Kepegawaian, Bob Miswar, tentang aturan yang tidak memperbolehkan, ternyata tidak ada.

Tidak berhenti sampai di situ, setelah pelantikan yakni pada tanggal 12 Nopember 2011, Husaini, Sekwan DPRK Bireuen menelponku. Ianya menginformasikan bahwa setelah rapat dengan anggota dewan, aku akan di-Banmus-kan mengenai mutasi kemarin. “Mereka mempersoalkan tentang kredibilitas dan moral terhadap tiga orang pejabat yang dilantik,” kata Husaini. “Siapa?,” tanyaku kurang yakin. Lalu Husaini menyebutkan tiga nama pejabat setingkat eselon III yang aku kenal baik. “Kenapa dengan mereka ?,” tanyaku lebih jauh karena aku tahu tingkat keterampilan ke-tiga pejabat yang disebutkannya. Husaini menjelaskan, bahwa yang satu bertindak asusila, satunya lagi terlibat kasus keuangan, serta yang lain bukan putera daerah. “O, begitu,” kataku singkat sambil berpesan kepadanya bahwa kalau hal itu yang dipersoalkan, sidang banmus akan sia-sia karena tidak ada surat-menyurat atau administrasi yang terlanggar. Hal itu sebelumnya sudah kutanyakan betul-betul kepada Bob Miswar, Kepala Bagian Kepegawaian.

Waktu itu aku selalu khawatir terhadap masa anggaran tahun 2011 hanya dalam hitungan minggu. Karena penyelesaian administrasi keuangan daerah dibatasi pada tanggal 20 Desember se-tiap tahunnya. Dalam sisa waktu kurang lebih empat minggu itu, aku mulai menjadwalkan rencana rapat intens dengan beberapa pejabat produk “11-11-11” seraya menekankan kepada pejabat baru yang berkompetensi tersebut untuk menyelesaikan kerja dengan target utama stabilkan keuangan daerah melalui sistem keuangan berimbang.   

STABILITAS ANGGARAN


Rapat Intens TAPD
Stabiltas Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Bireuen tahun 2012 dalam artian penetapan sistem anggaran berimbang kerap diperbincangkan di berbagai kalangan. APBK yang saban tahun diinformasikan defisit, sesuai data dinas yang menangani keuangan daerah (DPKKD Bireuen), perlu disikapi segera oleh Tim Anggaran Pemerintah Derah (TAPD). Dalam rapat-rapat intens, TAPD perlu menetapkan langkah-langkah aplikatif dalam membangun keberpihakan terhadap stabilitas anggaran. Kali ini TAPD harus mencari langkah-langkah pasti agar anggaran tahun 2012 harus stabil, melalui sistem anggaran berimbang sebagai langkah awal. Hal ini senada dengan harapan Azhar, SE Ak, auditor BPK-RI Perwakilan Aceh, yang memberi peringatan agar kondisi keuangan Bireuen dapat segera distabilkan dalam tahun 2012.
Razuardi Ibrahim dalam Rapat Seratus Hari Kerja, 2011

Suatu langkah strategis yang diambil yakni keharusan tutup buku anggaran 2011 per 31 Desember 2011. Hal ini terkait dengan pembenahan penyelesaian tagihan pembayaran dalam tahun berjalan 2011 yang berkonsekwensi terhadap matinya anggaran akibat ketidaksiapan SKPK menyikapi kondisi. “Hal ini harus dilakukan mengingat kita tidak boleh membiarkan OC bekelanjutan,” kataku selaku ketua TAPD dalam setiap rapat intens dengan para pejabat eselon II di lingkungan sekretariat kabupaten. Pada pertengahan bulan Nopember 2011, aku membuat rapat khusus dengan Kepala DPKKD Bireuen yang baru dilantik, Tarmidi, SE, M Si, untuk mengkaji besaran OC (outstanding cheque) yang akan mempengaruhi belanja tahun depan yakni 2012. Dalam rapat lanjutan, Tarmidi melaporkan ke pejabat eselon II, “Betapa tidak, OC itu kan berarti pengeluaran cek di luar kemampuan anggaran,” katanya meyakinkan. Akhirnya, kami bersepakat melakukan penutupan buku kas per 31 Desember agar peluang OC tertutup, apapun resikonya. Tarmidi juga melaporkan, sepanjang sejarah berdirinya Kabupaten Bireuen belum pernah dilakukan penutupan buku tepat pada akhir Desember. “Selalu bergeser ke tahun berikutnya,” katanya bersemangat. “Oleh karena itu, jika tidak diterapkan disiplin anggaran, berapapun besaran APBK, akan terkuras akibat sulitnya pengontrolan,” ungkap Tarmidi lagi.

Selanjutnya, perbaikan kualitas pembelanjaan yang dicirikan adanya program tepat sasaran sehingga dalam tahun 2012, anggaran untuk perangkat pemerintah hingga ke tingkat desa dapat ditingkatkan. “Jika kita tidak stressing ke program yang jelas dan terukur sulit rasanya kita dapat tingkatkan insentif ke perangkat pemerintahan bawahan,” kata Yanfitri, Kepala Bappeda Bireuen yang baru. Tidak pula ketinggalan, perencanaan pembayaran hutang yang akan membebani anggaran 2012. “Sesuai keputusan rapat TAPD, bahwa semua hutang-hutang Pemkab Bireuen sebelum tahun 2012, kita verifikasi agar didapatkan legalitas dalam pembayarannya,” lapor Yanfitri. Dia mengakui bahwa usulan hutang daerah sebelum verifikasi berjumlah Rp 30 milyar lebih. “Setelah kita verifikasi jumlahnya cuma bekisar Rp 10 milyar,” kata ketua Bappeda yang baru beroperasi sejak Nopember 2011 ini.
 
Tatkala TAPD melirik besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang masih minim, tentu diperlukan langkah untuk percepatan peningkatanya, mengingat tahun 2011 akan segera berakhir. Sesuai laporan DPKKD, PAD per 14 Nopember hanya 57,33 %, cukup riskan. Artinya jika pemasukan hanya sekitar 57,33 persen, beban belanja yang didasari target PAD sebesar 41,67 persen menjadi hutang daerah dalam tahun 2012. “Karena sudah dibelanjakan baik dalam bentuk kontrak kepada pihak ketiga, maupun hutang barang di bagian-bagian sekretariat,” lapor Tarmidi. Dalam hitungan minggu, sesuai keputusan rapat, Tarmidi bersama dinasnya harus mampu menggenjot PAD agar mencapai 100 persen jelang tutup buku akhir Desember 2011.  Target itu tercapai sehingga TAPD tidak perlu khawatir terhadap beban hutang kegiatan tahun 2011 menjadi kewajiban pemabayaran di tahun 2012.

Di sisi lain, penekanan pendapatan daerah dilakukan melalui pengumpulan sewa menyewa aset komersial, toko, pasar, parkir, dan lainnya. “Sekarang sudah banyak masyarakat atau pengusaha yang membuat kontrak sewa toko,” lapor Mulyadi, Kepala Bidang Pendapatan di Dinas DPKKD. Dia mengakui bahwa tim kerja pengumpul aset komersial sudah maksimal bekerja jelang akhir 2011. Di rapat akhir minggu ke-dua, tim sepakat mengumumkan ke publik, bahwa “Sekarang kita sudah dapat memprediksi kekayaan daerah dari aset komersial, meskipun baru sebatas pembuatan dokumen aset di seluruh kecamatan”.  

Pertemuan selanjutnya awal Desember 2011, aku bersama rekan-rekan TAPD membahas prilaku keuangan Bireuen sejak 2007 sesuai data yang kuminta dari Tarmidi, Kepala DPKKD. Rekan-rekan kerja memahami program kerja seratus hari yang aku canangkan, meskipun sebagian dari mereka sedikit mendongkol karena lelah akibat penekanan yang aku terapkan. Tapi aku yakin dari rona wajah, mereka juga pro Bireuen Tanpa Disclaimer.