Sejak Wesli menelepon dan membuatkan facebook untukku, aku mulai baca banyak keluhan, saran dan hujatan di beberapa posting. Lama juga aku cermati maksud ragam ungkapan dari para junior alumni Fakultas Teknik Unsyiah. Banyak komentar yang menginginkan sosok ketua dengan kriterianya masing-masing berikut alasan untuk itu. Pada 27 Agustus 2013, aku menyimpulkan sementara kriteria itu sebagai, Sosok Tegar Menentang Badai Niscaya Terampil Menyeberangkan Biduk (raju 27.08.13).
Rabu, 28 Agustus 2013
Minggu, 25 Agustus 2013
RAZALI MAHMUD
![]() |
Razali Mahmud, 1966 |
kepulangan ayah
hari ini subuh
empat puluh tujuh tahun silam
tahun sembilan belas enam puluh enam
ayahanda razali mahmud
menghadap illahi
hari itu
dua puluh lima agustus
sanak famili berduka
kerabat sigli menangis
hantarkan tubuh kaku ke banda aceh
tempat istirahatnya terakhir
kuala simpang, 25 agustus 2013
PUISI SEURUWAY
MOTIF SEURUWAY DAN BIREUEN
Motif Seuruway Dan Bireuen
Pada Minggu, 25 Agustus 2013, aku mengunjungi
Istana Seuruway di Aceh Tamiang. Bangunan tempat kediaman bangsawan di masa
lalu itu masih terlihat kokoh berdiri. Meskipun pada bagian tertentu telah
rusak dimakan usia. Rumah panggung itu beratapkan genteng dan berdinding
papan. Ketika aku memasuki halaman,
terlihat empat wanita paruh baya sudah menanti karena lebih dahulu dikabari
camat setempat, Asra. Ke-empat wanita itu merupakan pewaris dari Kerajaan
Seuruway, yang memang pernah berjaya di
masa sebelum kolonial menguasai nusantara. Mereka mempersilahkan aku dan
beberapa rekan untuk duduk di lantai berlapis tikar yang disediakan, dengan santun.
Tidak berapa lama aku duduk bercerita, penghuni
rumah mulai memasuki kamar untuk mengambil bahan kerajinan motif perlengkapan
pelaminan masa lalu. Kain produk kerajinan itu dominan berwarna kuning. Meskipun
rada lusuh, karya motif itu masih menyisakan nilai-nilai artistik. Umumnya,
motif yang disulam bercorak tumbuh-tumbuhan yang berbeda dengan motif Aceh
lainnya.
Namun demikian, aku kaget juga ketika membolak-balikkan
tumpukan kain bermotif, terlihat potongan kain yang biasa disebut di Aceh
pesisir dengan ayu-ayu, mirip dengan motif di Meunasah Meucap Bireuen. Warna
dominannya pun sama, yakni merah buah jemblang. Perbedaan ke-dua produk ini,
Seuruway dan Meunasah Meucap, yakni bentuk ayu-ayu dan cara membuat sulaman. Produk
sulaman Seuruway menggunakan benang yang dipatahkan mengisi pola motif, sedangkan
produk Meunasah Meucap menggunakan sulaman benang berwarna dan diperkuat dengan
ikatan benang sulam bersilangan.
Sabtu, 24 Agustus 2013
LUSTRUM IX DAN AYAH
Lustrum ke-IX Fakultas Teknik Unsyiah dilangsungkan pada bulan Desember 2008. Serupa tahun ini juga, pada Lustrum ke-X tahun ini, kegiatan dikaitkan dengan pemilihan ketua alumni dan acara kesenian. Acara kesenian yang dinamakan Leha-leha, diselenggarakan pada tanggal 27, sedangkan pemilihan ketua alumni pada tanggal 28, esok harinya. Pada hari inilah awal ketidak-kondusifan suasana antar alumni. Persoalan ini telah kuungkap pada tulisan terdahulu, namun kali ini aku menyinggung keberadaan Ayah Panjang (alm. Ir Yusmaini) yang cukup dongkol melihat situasi yang terjadi. Ia merupakan sosok dermawan yang aktif membantu finansial kegiatan Parte Buruh. Ketika menjelang pulang, di pintu gerbang fakultas, Wesli marah besar merasa terdustai. Di situ ada Ayah, Bang Acil, Bang Is Samin, Aku dan kalau tidak salah satu lagi Bang Pen.
![]() |
Ayah panjang di acara fakultas, sumber FB Lustrum |
Melihat situasi itu, Ayah menghujat keadaan yang dirusak beberapa oknum senior. Para pecundang yang merusak hubungan antar alumni hari itu tercatat dengan inisial (tidak etis menyebut nama terang karena tiada pengakuan dari mereka namun informasi dari seorang dosen SB), AG, AS, HA, B, IZ dan H. Ayah Panjang pada sore itu terlihat marah sekali dan terang-terangan menyebut nama-nama itu dengan julukan tertentu. Persoalan diperparah tatkala mereka merasa tak bersalah dengan ragam alasan yang diperdengarkan. Dalam perjalanan pulang ke Lhokseumawe, aku, Bang Acil dan Wesli bercerita tentang kejadian yang tidak menyenagkan itu. Dalam perjalanan itu pula aku diSMS Maimun Bewok dari Lhokseumawe, Rachmat dari Jakarta serta beberapa kawan lain yang aku tidak ingat. Perang SMS ketika itu berlangsung selama tiga hari yang melibatkan banyak alumni. Aku memaknai sikap Ayah yang objektif dalam memilah pertemanan dengan sosok ketua KAFT bukan alumni, merupakan pembelaan almamater. Komentar Ayah Panjang mulai saat itu menjadi acuan komitmen para alumni pro Parte Buruh. Kutulis catatan ini setelah kutemui foto Ayah di FB Lustrum yang baru kugeluti kemarin. Semoga upaya Ayah Panjang dalam mempertahankan kekompakan alumni merupakan amal di sisi Allah SWT.
Kamis, 22 Agustus 2013
PEUSIJUK WISUDAWAN
Kisah Spontan
Peusijuk Wisudawan
Jelang wisuda lulusan 1985, Fakultas Teknik rada
diam tanpa aktivitas. Ketika itu friksi antar mahasiswa pro Senat Mahasiswa
dengan Parte Buruh sangat kentara. Waktu itu, aku dan beberapa kawan sedang
bekerja menyelesaikan bangunan pameran “Stand
Perbankan”, kalau tidak salah berlokasi di lapangan Lingke, Banda Aceh.
Kegiatan itu saban tahun kami lakukan untuk mencari biaya kuliah dan keperluan
lain.
Di Suatu pagi jelang siang, datang Bang Munar
(Munar Gade), Amri AK dan dua orang yang aku lupa, menemui Rachmat, ketua
gerombolan Parte Buruh dan pimpinan pembangunan stand itu. Bang Munar dan Amri
AK datang meminta Rachmat untuk mengadakan acara peusijuk wisudawan di Pantai Ujong Batee, Aceh Besar. Rachmat
berjanji akan mengadakan acara yang diinginkan oleh kedua wisudawan yang juga
aktivis kampus tersebut. Saat makan siang, Rachmat mengumpulkan kami untuk
mengatur menu acara rencana perhelatan baru di Ujong Batee itu. Namun ada
konsekwensi terhadap penghasilan kami, yakni sebagian keungtungan pekerjaan
harus disisihkan untuk acara tersebut. Kami tidak akan pernah membantah apa-apa
yang dikatakan Rachmat, karena kami meyakini tindakannya cukup arif untuk
kekompakan fakultas. Ketika itu hadir Bang Edt (Nazaruddin), yang juga datang
untuk mengusul acara serupa. Lantas Rachmat meminta tolong Bang Edt untuk
menemui Pak Ali Akoeb, yang menjabat salah satu posisi di Pembantu Dekan-IV
Bidang Kemahasiswaan, untuk meminta ijin dari fakultas.
Jelang sore, Bang Edt kembali ke tempat kami
bekerja untuk menyampaikan kabar, bahwa acara itu harus di bawah kendali Senat
Mahasiswa. Kami para mahasiswa pekerja berlebel Parte Buruh yang terdiri dari,
Maimun Bewok, Anto Kribo, Dian Nadir, Anwar Bay, Munizar, Azhar Mar, Alminar
Sindo, Husaini, aku sendiri dan Ralizar, spontan protes, tidak setuju. Lantas Bang
Edt dan Rachmat berunding sesaat untuk mencari solusi pelaksanaan “peusijuk wisudawan,” tanpa kaitan
dengan Senat Mahasiswa. Bang Edt menyatakan kesiapannya untuk menuntaskan
berbagai urusan, termasuk perizinan dari jajaran kepolisian dan pemerintah
daerah. Mengingat kegiatan ini memerlukan sosok manajer, kami semua sepakat
agar melibatkan kawan-kawan dari jurusan teknik kimia yang memang jarang
berkolaborasi dengan Parte Buruh, untuk memimpin kegiatan ini. Secara aklamasi
dan sesuai tradisi Parte Buruh, ditunjuklah Faisal Daud, mahasiswa teknik kimia
angkatan 1980, sebagai ketua pelaksana. Semula Faisal senang dan menyanggupi
tugas itu, namun keesokan harinya ia menyatakan mundur, “karena tidak direstui fakultas,” alasannya. Dalam waktu singkat,
Bang Edt dan Rachmat, menunjuk Ruslan Abdul Gani untuk menjadi ketua pelaksana
acara yang diimpikan itu. Dalam waktu yang tinggal beberapa hari lagi, kalau
tidak salah hanya tiga hari, kami mengarahkan perhatian ke Pantai Ujong Batee
untuk berbagai persiapan. Atas perintah Rachmat dan Bang Edt banyak mahasiswa
junior dari jurusan teknik sipil dan mesin atau angkatan yang lebih muda dari
kami bergabung mempersiapkan diri bekerja di lokasi peusijuk wisudawan. Tidak terbantahkan, dua hari menjelang acara
Pantai Ujong Batee ramai didatangi mahasiswa pekerja dengan sutu tekad yang
terbangun peusijuk wisudawan harus sukses.
Pada hari H, hanya beberapa dosen yang datang
meskipun kami mengundang seluruh civitas akademika. Ketidak-hadiran dosen yang
diundang kala itu beragam, di antaranya tidak
ada jemputan, tidak dapat undangan, kegiatan itu liar dan lain sebagainya. Event Peusijuk Wisudawan perdana pada
tahun 1985 mampu menarik perhatian komunitas kampus dan menjadi ikon Fakultas
Teknik Unsyiah. Sejak tahun itu, ikon pengikat emosional antar sosok ini
dijadwalkan para aktivis Fakultas Teknik di setiap tahunnya dan berakhir ketika
kondisi daerah mulai tidak kondusif.
Rabu, 21 Agustus 2013
BERSAMA MIRWAN
![]() |
Bahasan pembangunan pusat pertumbuhan Tamiang, 30 Juli 2013 |
Dalam minggu ke-dua Ramadhan 1434 H, 30 Juli 2013, bulan kemarin aku dan Rachmat rehat di Arya Hotel, Tamiang. Kami diberitakan oleh beberapa teman bahwa Mirwan Amir, anggota DPR-RI berkunjung ke Tamiang untuk melihat konsep jalan elak dan rencana pusat pertumbuhan baru di kabupaten itu. Rachmat membuat sketsa, sementara aku membuat laporan tentang alasan jalan dan pusat pertumbuhan itu dibuat. Banyak bahasan yang kami lakukan tentang strategi pembangunan pertumbuhan ekonomi tapal batas. Mirwan ditemani Nora, anggota DPRK Aceh Tamiang berharap agar strategi ini dapat dikaitkan dengan strategi pertumbuhan ekonomi nasional.
Langganan:
Postingan (Atom)