Razuardi Ibrahim, 2012, di Pebukitan Kota Baru |
Isu Pemanasan Global
dan Perubahan Iklim
Saat sekarang sebagian kalangan sering mengaitkan
kerusakan hutan berdampak kepada terjadinya pemanasan global dan perubahan
iklim. Isu efek rumah kaca yang selalu didengungkan dalam berbagai event pertemuan masyarakat konservasi lingkungan dunia, juga sering dikaitkan
dengan kerusakan hutan. Kerusakan hutan sering dikaitkan dengan kerusakan DAS
yang pada hakikatnya terganggunya daur hidrologi atau siklus tata air dalam
satu kawasan atau wilayah. Pada tatanan dunia para pakar menggiring pemikiran
global yang membangun kebersamaan untuk mengungkap berbagai faktor penyebab
pemanasan global dan perubahan iklim. Kelompok kerja DAS juga turut memberi
kontribusi terhadap upaya mempertahankan ekosistem DAS dengan berbagai konsep
aplikatif. Berikut sekilas uraian tentang isu efek rumah kaca yang dapat
menjadi pengayaan bagi para kelompok kerja DAS.
Efek Rumah Kaca
(ERK) dan Penyebabnya
Efek
Rumah Kaca dapat divisualisasikan sebagai sebuah proses. Pada
kenyataannya, di lapisan atmosfer terdapat selimut gas. Rumah kaca adalah
analogi atas bumi yang dikelilingi gelas kaca. Nah, panas matahari masuk ke
bumi dengan menembus gelas kaca tersebut berupa radiasi gelombang pendek.
Sebagian diserap oleh bumi dan sisanya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai
radiasi gelombang panjang.
Namun, panas yang seharusnya dapat
dipantulkan kembali ke angkasa menyentuh permukaan gelas kaca dan terperangkap
di dalam bumi. Layaknya proses dalam rumah kaca di pertanian dan perkebunan,
gelas kaca memang berfungsi menahan panas untuk menghangatkan rumah kaca.
Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi
selimut gas di atmosfer (Gas Rumah Kaca)
sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya. Maka, panas matahari yang tidak
dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula. Semua proses itu lah yang
disebut Efek Rumah Kaca.
Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan dampak dari Efek Rumah Kaca.
Efek
Rumah Kaca terjadi alami karena memungkinkan kelangsungan hidup
semua makhluk di bumi. Tanpa adanya Gas
Rumah Kaca, seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), atau
dinitro oksida (N2O), suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius
lebih dingin. Sejak awal jaman industrialisasi, awal akhir abad ke-17,
konsentrasi Gas Rumah Kaca
meningkat drastis. Diperkirakan tahun 1880 temperatur rata-rata bumi meningkat
0.5 – 0.6 derajat Celcius akibat emisi gas
rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari aktivitas manusia.
Efek Rumah
Kaca itu benar-benar terjadi melalui beberapa bukti berikut sebagai berikut :
-
Pertama,
berdasarkan ilmu fisika, beberapa gas mempunyai kemampuan untuk menahan panas.
Tak ada yang patut diragukan dari pernyataan ini.
-
Kedua,
pengukuran yang dilakukan sejak tahun 1950-an menunjukkan tingkat konsentrasi gas rumah kaca meningkat secara tetap,
dan peningkatan ini berhubungan dengan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan industri dan berbagai aktivitas
manusia lainnya.
-
Ketiga,
penelitian menunjukkan udara yang terperangkap di dalam gunung es telah berusia
250 ribu tahun.
Artinya,
konsentrasi gas rumah kaca di
udara berbeda-beda di masa lalu dan masa kini. Perbedaan ini menunjukkan adanya
perubahan temperatur di berbagai tempat dan waktu di bumi. Selanjutnya, konsentrasi gas rumah kaca terbukti meningkat
sejak masa praindustri.
Perlu dijelaskan bahwa yang termasuk dalam
kelompok gas rumah kaca (GRK)
adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida
(N2O), hidrofluorokarbon (HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur
heksafluorida (SF6). Jenis GRK yang memberikan sumbangan paling
besar bagi emisi gas rumah kaca adalah karbondioksida,
metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara)
di sektor energi dan transport, penggundulan hutan, dan pertanian. Sementara,
untuk gas rumah kaca lainnya (HFC, PFC, SF6 ) hanya menyumbang
kurang dari 1%. Sumber-sumber emisi karbondioksida secara global merupakan
hasil pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara):
-
36% dari industri energi (pembangkit listrik/kilang
minyak, dan lain sebagainya)
-
27% dari sektor transportasi
-
21% dari sektor industri
-
15% dari sektor rumah tangga dan jasa
-
1% dari sektor lain-lain.
Sumber utama penghasil emisi
karbondioksida secara global ada 2 macam. Pertama, pembangkit listrik bertenaga batubara. Pembangkit listrik
ini membuang energi 2 kali lipat dari energi yang dihasilkan. Semisal, energi
yang digunakan 100 unit, sementara energi yang dihasilkan 35 unit maka energi
yang terbuang adalah 65 unit. Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari
pembangkit listrik bertenaga batubara akan mengemisikan 5,6 juta ton karbondioksida
per tahun. Kedua, pembakaran kendaraan
bermotor yang mengonsumsi bahan bakar sebanyak 7,8 liter per 100 km dan
menempuh jarak 16 ribu km, maka setiap tahunnya akan mengemisikan 3 ton karbondioksida
ke udara. Dapat dibayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Jakarta lebih
dari 4 juta kendaraan. Dengan demikian dapat diperhitungkan jumlah
karbondioksida yang masuk ke atmosfer per tahun.
Untuk
mengurangi kontribusi gas rumah kaca penting diingat, emisi gas rumah kaca harus dikurangi. Rekomendasi
yang diberikan para pakar lingkungan terhadap sistem industri dan transportasi seyogianya
tidak bergantung pada bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara).
Karena Perubahan Iklim adalah masalah global, penyelesaiannya pun mesti
secara internasional. Langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan Kerangka
Konvensi untuk Perubahan Iklim (Framework
Convention on Climate Change) tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil, yang
ditandatangani oleh 167 negara. Kerangka konvensi ini mengikat secara moral
semua negara-negara industri untuk menstabilkan emisi karbondioksida mereka.
Sayangnya, hanya sedikit negara industri yang memenuhi target. Langkah
selanjutnya berarti membuat komitmen yang mengikat secara hukum dan
memperkuatnya dalam sebuah protokol. Dibuatlah Kyoto Protocol atau Protokol Kyoto. Tujuannya, mengharuskan
negara-negara industri menurunkan emisinya secara kolektif sebesar 5,2 persen
dari tingkat emisi tahun 1990.
Penghasil
emisi karbondioksida paling besar adalah setiap kepala penduduk di
negara barat yang mengeluarkan emisi karbondioksida 25 kali lebih banyak
daripada penduduk di negara-negara berkembang. Lima peng-emisi karbondioksida
terbesar di dunia adalah Amerika
Serikat, Canada, Jerman, Inggris, dan Jepang. Hal ini yang menyebabkan
Protokol Kyoto mengharuskan negara-negara maju, yang juga kaya, untuk
menurunkan emisinya lebih dahulu. Ironisnya, Cina sebagai negara berkembang
menunjukkan sikap kepemimpinan dalam menanggapi isu perubahan iklim, berkebalikan dengan negara-negara industri yang
kian terpuruk. Emisi karbondioksida Cina pada tahun 1998 turun hingga 4% dengan
tingkat ekonomi naik hingga lebih dari 7%.
Data terakhir menunjuk Amerika Serikat sebagai penyumbang 720 juta ton Gas Rumah Kaca setara
karbondioksida—setara dengan 25% emisi total dunia atau 20,5 ton per kapita.
Emisi gas rumah kaca pembangkit
listrik di Amerika Serikat saja masih jauh lebih besar bila dibandingkan dengan
total jumlah emisi 146 negara (tiga per-empat negara di dunia). Sektor energi
menyumbang sepertiga total emisi gas
rumah kaca Amerika Serikat. Emisi gas rumah kaca sektor energi Amerika Serikat lebih besar dua kali
lipat dari emisi gas rumah kaca India.
Sementara, total emisi gas rumah kaca Amerika
Serikat lebih besar dua kali lipat emisi gas rumah kaca Cina. Emisi total dari negara-negara berkembang
besar, seperti Korea, Meksiko, Afrika Selatan, Brazil, Indonesia, dan
Argentina, tidak melebihi emisi Amerika Serikat.
Pemanasan Global (Global Warming) dan Perubahan Iklim (Climate Change) adalah meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi akibat
peningkatan jumlah emisi gas rumah kaca
(GRK) di atmosfer. Pemanasan global
akan diikuti dengan perubahan iklim,
seperti meningkatnya curah hujan di beberapa belahan dunia sehingga menimbulkan
banjir dan erosi. Sedangkan, di belahan bumi lain akan mengalami musim kering
yang berkepanjangan disebabkan kenaikan suhu. Pemanasan global dan perubahan
iklim terjadi akibat aktivitas manusia, terutama yang berhubungan dengan
penggunaan bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) serta kegiatan lain
yang berhubungan dengan hutan, pertanian, dan peternakan. Aktivitas manusia di
kegiatan-kegiatan tersebut secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
perubahan komposisi alami atmosfer, yaitu peningkatan jumlah gas rumah kaca secara global.
Perbedaan antara efek rumah kaca, pemanasan global,
dan perubahan iklim yakni istilah-istilah
yang seringkali digunakan untuk menggambarkan
hubungan sebab-akibat. Efek rumah kaca adalah penyebab, sementara pemanasan
global
dan perubahan
iklim
adalah akibat. Efek rumah
kaca
menyebabkan terjadinya akumulasi
panas (atau energi) di atmosfer bumi. Dengan adanya akumulasi yang berlebihan
tersebut, iklim global melakukan penyesuaian. Penyesuaian yang dimaksud salah
satunya peningkatan temperatur bumi, kemudian disebut pemanasan
global
dan berubahnya iklim regional—pola curah hujan, penguapan, pembentukan awan—atau perubahan iklim. Pada kondisi inilah daur hidrologi telah mulai
terusik.
Dampak perubahan iklim yang dirasakan yakni, pada tahun 2100, temperatur atmosfer akan
meningkat 1.5 – 4.5 derajat Celcius, jika pendekatan yang digunakan hanya “melihat dan menunggu, tanpa melakukan tindakan pencegahan. Dampak lainnya yakni :
-
Musnahnya
berbagai jenis keanekaragaman hayati
-
Meningkatnya
frekuensi dan intensitas hujan badai, angin topan, dan banjir
-
Mencairnya
es dan glasier di kutub
-
Meningkatnya
jumlah tanah kering yang potensial menjadi gurun karena kekeringan yang berkepanjangan
-
Kenaikan
permukaan laut hingga menyebabkan banjir yang luas. Pada tahun 2100
diperkirakan permukaan air laut naik hingga 15 - 95 cm.
-
Kenaikan
suhu air laut menyebabkan terjadinya coral
bleaching dan kerusakan terumbu karang di seluruh dunia
-
Meningkatnya
frekuensi kebakaran hutan
-
Menyebarnya
penyakit-penyakit tropis, seperti malaria, ke daerah-daerah baru karena
bertambahnya populasi serangga (nyamuk)
-
Daerah-daerah
tertentu menjadi padat dan sesak karena terjadi arus pengungsian.
Prediksi
para ahli mengenai perubahan iklim, pada tahun 1988, Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB) untuk lingkungan (United Nations Enviroment Programme) dan
organisasi meteorologi dunia (World
Meteorology Organization) mendirikan sebuah panel antar pemerintah untuk
perubahan iklim (Intergovernmental Panel
on Climate Change/IPCC) yang terdiri atas 300 lebih pakar perubahan iklim dari seluruh dunia. Pada
tahun 1990 dan 1992, IPCC menyimpulkan bahwa penggandaan jumlah gas rumah kaca (GRK) di atmosfer
mengarah pada konsekuensi serius bagi masalah sosial, ekonomi, dan sistem alam
di dunia. Selain itu, IPCC menyimpulkan bahwa emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia juga
memberikan kontribusi pada gas rumah kaca
alami dan akan menyebabkan atmosfer bertambah panas. IPCC memperkirakan
penggandaan emisi gas rumah kaca akan
menyebabkan pemanasan global sebesar
1,5 –4,5 derajat celcius.
Pemanasan global dan perubahan
iklim dalam dunia ilmu pengetahuan sudah tidak dipertentangkan
lagi terhadap kategori masalah serius atau tidak. Kaum ilmuwan lebih
menyibukkan diri pada upaya mengungkap fenomena perubahan iklim itu terjadi, efek yang ditimbulkan, pendeteksiannya,
serta langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meminimalisir dampaknya.
Dalam pengertian spesifik ada perbedaan
antara iklim dan cuaca. Iklim dapat
dipahamkan sebagai pola cuaca yang terjadi dalam jangka waktu panjang,
biasa dicermati pada rentang waktu 30-100 tahun. Contohnya, iklim tropis, sub-tropis, iklim panas, dan
iklim dingin. Sedangkan cuaca dapat
dipahamkan sebagai gejala alam yang terjadi dan berubah dalam waktu
singkat. Contohnya, cuaca, suhu, angin,
dan lain lain.
Dalam mencermati fenomena alam yang selalu
dikaitkan dengan berbagai kerusakan, sering diisukan suatu nama El Nino muasal
bencana tersebut. El Nino adalah fenomena alami yang telah terjadi sejak berabad-abad yang
lalu, meskipun tidak selalu dengan pola yang sama. Ia merupakan gelombang panas
di garis equator Samudera Pasifik yang diperhitungkan muncul setiap 2 hingga 7
tahun dan berkontribusi pada peningkatan temperatur bumi. Dampaknya dapat
dirasakan di seluruh dunia sehingga memperkuat alasan bahwa iklim di bumi saling
berhubungan. Para ilmuwan telah menguji dan membuktikan bahwa pemanasan global yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia dapat mempengaruhi El Nino. Akumulasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer cukup
membantu menyuntikkan panas ke Samudera
Pasifik. Kondisi itu menjadikan El Nino lebih sering muncul dan lebih ganas dari sebelumnya.
Persoalan
penipisan lapisan ozon juga sering disebut-sebut sebagai ancaman bagi kesehatan
manusia. Masalah
lingkungan dan kesehatan manusia yang terkait dengan penipisan lapisan ozon
sesungguhnya berbeda dengan resiko yang dihadapi manusia akibat pemanasan global. Walaupun begitu,
kedua fenomena tersebut saling berhubungan. Beberapa polutan (zat pencemar)
memberikan kontribusi yang sama terhadap penipisan lapisan ozon dan pemanasan global. Penipisan lapisan
ozon mengakibatkan masuknya lebih banyak radiasi sinar ultraviolet (UV) yang
berbahaya masuk ke permukaan bumi. Namun, meningkatnya radiasi sinar UV
bukanlah penyebab terjadinya pemanasan
global, melainkan berdampak kepada kesehatan manusia seperti kanker
kulit, penyakit katarak, menurunnya kekebalan tubuh manusia, dan menurunnya
hasil panen.
Negara-negara di dunia sedang berupaya untuk
menghentikan pemanasan global (PK). Working Group III—IPCC
membuat studi teknologi dan ekonomi secara literatur untuk menunjukkan
kebijakan yang berorientasi pasar dirancang sungguh-sungguh agar dapat
mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sekaligus
kebijakan pembiayaan untuk menghadapi dampak perubahan iklim (PI). Studi ini dibuat agar akibat dari pemanasan global dan perubahan iklim tetap
dapat memberikan manfaat ekonomi, termasuk lebih banyak sistem energi yang cost-effective,
terjadinya inovasi teknologi yang lebih cepat, mengurangi pengeluaran untuk
subsidi yang tidak tepat, dan pasar yang lebih efisien. Pada intinya
negara-negara di dunia berusaha melakukan efisiensi energi dan memasyarakatkan
penggunaan energi yang dapat diperbarui (renewable energy) untuk mengurangi atau bahkan menghentikan ketergantungan
pada bahan bakar fosil. Denmark adalah salah satu negara yang tetap menikmati
pertumbuhan ekonomi yang kuat meskipun harus mengurangi emisi gas rumah kaca.
Memang masih menjadi perdebatan terhadap kemungkinan pemanasan global
sungguh-sungguh terjadi atau hanya sebuah ketakuatan manusia saja. Tetapi Third Assessment Report, dalam sebuah
laporan yang disusun oleh Intergovernmental
Panel on Climate Change (IPCC) –sebuah panel di bawah PBB yang anggotanya
lebih dari 700 orang pakar dan peneliti mengenai pemanasan global, menyimpulkan
bahwa bumi perlahan-lahan bertambah panas. Kondisi bumi berada dalam keadaan
bahaya jika manusia tidak mencari jalan
untuk menghentikan pemanasan global, karena suhu rata-rata bumi diperkirakan
akan naik antara 2,5 - 10,4 derajat Fahrenheit (atau kurang lebih antara 1,4 –
5,8 derajat Celcius) sampai akhir abad ke-21. IPCC juga menyimpulkan
bahwa pemanasan global yang dicatat dalam 50 tahun terakhir ini, terjadi akibat
kegiatan manusia terutama dari pembakaran bahan bakar fosil yakni batubara, minyak
bumi dan gas yang meningkatkan jumlah gas rumah kaca di atmosfer. Para ilmuwan
itu juga yakin bahwa dampak perubahan iklim terjadi di semua lingkungan dan
benua tetapi tidak ada teknologi yang mampu untuk menurunkan dan mengurangi
konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.
Jika suhu rata-rata permukaan bumi naik dengan cepat maka akan terjadi
perubahan permukaan bumi secara radikal, akibatnya akan mempengaruhi kesehatan
dan keamanan manusia. Kenaikan suhu
permukaan bumi sebesar satu derajat Celcius akan menaikkan permukaan laut
setinggi limabelas centimeter, yang akan menenggelamkan jutaan rumah dan
pesisir. Penguapan akan meningkat sehingga akan menimbulkan kekeringan. Kekeringan menimbulkan kegagalan panen yang mengakibatkan kelaparan di mana-mana. Penyakit malaria dan demam berdarah
menyebar dengan cepat kemana-mana. Cuaca
buruk, badai topan, yang
dipicu oleh fenomena iklim seperti El NiƱo, akan menjadi suatu hal rutin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar