MENGUNGKAP TANTANGAN ENJINERING ABAD KE-21
Assalamu
alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Yang
kami hormati,
§
Rektor
Universitas Almuslim beserta para pembantu rector dan unsur-unsur rektorat
lainnya;
§
Dekan
Fakultas Teknik Universitas AlMuslim beserta para pembantu dekan dan
unsur-unsur manajemen Fakultas Teknik Universitas AlMuslim
§
Para
pimpinan pengelola organisasi mahasiswa atau lebih dikenal dengan Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM)
§
Para
mahasiswa (i), yang saya banggakan, serta para hadirin sekalian.
Segala puji bagi Allah, tuhan seru
sekalian alam, yang telah membimbing hambanya dengan berbagai kekuatan jasmani
dan rohani. Di samping itu, tak lupa pula shalawat dan salam kita kirimkan
kepada Rasulullah SAW, yang tegar menghadapi zaman untuk mengungkap kebenaran
hingga tersajikan kepada kita hingga hari ini.
Bahwa kita telah menjalani satu setengah
decade abad ke-21, atau masyarakat dunia lebih mengenalnya dengan sebutan era
millennium ke-3. Tatkala kita menoleh ke abad kemarin masih banyak kegagalan
zaman yang mendera kita tanpa harus menelisik penyebab dan musabab berbagai
kegagalan itu. Jika tidak berlebihan, tahun 2014 ini dapat kita nyatakan
sebagai tahun terakhir ekspor gas alam cair dari kawasan kita melalui pelabuhan
PT Arun, Blang Lancang, menyusul beberapa proyek vital lainnya yang telah lebih
dahulu menghentikan aktivitasnya. Tanpa kita sadari kondisi ini memaknai
keadaan, bahwa telah sirnanya pusaran ekonomi yang selama ini banyak membantu
pertumbuhan berbagai sector di tempat kita di samping banyak pula para
teknisi masa itu yang berkiprah di sana.
Mencermati kondisi yang terjadi, mahfum
lah kita bahwa beragam warisan tantangan yang terwarisi oleh suatu zaman kepada
kita, khususnya terkait kebutuhan rancang bangun yang berkelanjutan mengiringi
karakteristik zaman itu sendiri. Kebutuhan rancang bangun seperti yang
dipahamkan berbagai kalangan, merupakan dunia teknokrat dengan beraneka ragam
bentuk dan wujudnya. Betapapun masih
banyak keterbelakangan, kita tidak memiliki pilihan lain terhadap datangnya
zaman kebersamaan komunitas dunia sebagaimana telah banyak diperdengarkan
berbagai kalangan dunia, bahwa tahun 2015 merupakan tahun komunitas ASEAN.
Tanpa mendalami dan mendahului tentang
kondisi tahun depan yang mungkin saja menghantui dunia enjinering, tidaklah
arif manakala persiapan untuk menghadapi era itu tidak disikapi dengan
persiapan diri bagi para ahli rancang bangun, bagi kita semua untuk memaknai
masa itu sebagai zaman kompetisi total yang harus dihadapi dengan kompetensi
yang total pula.
Bapak, Ibu, serta para hadirin sekalian.
Di balik itu semua, banyak hal yang
harus dipersiapkan para ahli rancang bangun ke depan, di samping ragam
kompetensi yang telah termiliki. Secara umum, kita para insan rancang bangun
harus mampu membangun dan memelihara sence
of engineering (kepekaan rancang bangun) yang memang semakin sirna andil
kemajuan fasilitas software yang
semakin menggejala di abad 21 ini. Selanjutnya, penguasaan konsep rancang
bangun itu sendiri yang juga berpeluang terancam akibat besarnya pengaruh
teknologi informatika (IT) yang serba instan. Oleh sebab itu, fakta hari ini
memperlihatkan banyak kegagalan konstruksi diberitakan media massa di berbagai
belahan dunia. Hal ini selayaknya menjadikan kita melakukan instrospeksi diri
tanpa harus saling mempersalahkan. Tidak pun salah tatkala kita kembali ke
konsep dasar rancang bangun seperti yang dilansir para pendahulu kita, Phytagoras
( hidup di masa SM), Leonardo Da Vinci (hidup di abad 15), Sir Isaac Newton
(hidup di abad 17), dan lain sebagainya. Tidak lah berlebihan jika kita sama
mengungkap bahwa mereka tidak menikamati atas landasan rancang bangun yang
mereka temukan.
Gambaran di atas dapat dijadikan sebagai
landasan konsep berfikir bagi kita semua, bahwa keahlian yang kita aplikasikan
ke dalam dunia rancang bangun belum tentu ternikmati oleh diri kita sendiri.
Namun, berbagai kisah yang menceritakan perjalanan para pendahulu itu dapat
dijadikan pendorong bagi kita yang hidup di abad 21 yang sarat dengan
kompetensi ini.
Bagi para alumni yang pada saat ini
sedang berkiprah selaku teknisi rancang bangun di lapangan kerja, merasakan
betapa berbagai kekurangan semakin saja menerpa, mengiringi tuntutan
perkembangan berbagai fasilitas kerja. Hal ini tidaklah mesti dianggap sebagai
suatu kegagalan pendidikan di kampus yang memang pada hakekatnya mengajarkan
segelintir konsep rancang bangun. Jika pun terjadi hambatan, tidaklah serta
merta kampus dianggap kurang merespon keaadaan, namun perlu dimaknai bahwa
proses pembelajaran di kampus memiliki berbagai keterbatasan. Meskipun
demikian, peluang diskusi, sharing, atau apapun istilahnya, kampus tetap
membuka pintu selebar-lebarnya. Artinya, makna kembali ke kampus tetap saja
mesti dipertahankan.
Berbagai
peristiwa miris akibat kegagalan para pelaku rancang bangun dapat dicermati
sebagai pengayaan pengalaman, seperti ambruknya jembatan terpanjang di Kutai
Kertanegara yang menghubungkan Samarinda dengan Tenggarong pada hari Sabtu
(26/11/2011). Selanjutnya, sekurang-kurangnya 13 orang pekerja diperkirakan
masih tertimbun di reruntuhan rumah toko (ruko) tiga lantai yang roboh di
Samarinda, pada 3 Juni 2014. Robohnya ruko ini memicu robohnya 15 ruko lainnya
di lokasi tersebut. Terakhir, konstruksi jembatan penghubung antara gedung
arsip dengan perpustakaan daerah di Taman Ismail Marzuki (TIM) ambruk pada
Jumat pagi, 31 Oktober 2014, dan menimpa sejumlah pekerja. Masih banyak lagi
peristiwa kegagalan konstruksi yang menelan korban jiwa akibat berbagai
kegagalan yang pada gilirannya bermuara kepada klaim humand error. Berbagai peristiwa ini memberi pelajaran bagi kita
semua, bahwa kegagalan para teknisi berakibat kepada gagalnya rancang bangun
dan tidak tertutup kemungkinan terhadap kerugian jiwa. Artinya, kegagalan para
ahli rancang bangun berpeluang merenggut jiwa orang lain.
Untuk mengantisipasi kegagalan
konstruksi, pemerintah menerbitkan berbagai aturan tentang itu. Dengan
dikeluarkannya UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi dan
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29
Tahun 2000, maka timbul berbagai komentar dari berbagai Asosiasi Profesi
terutama perihal definisi dari kegagalan kangunan
(building failure) serta penerapan
dari Undang-Undang tersebut. Dampak ini melanda pengguna Jasa Konstruksi dan
pihak Asuransi, karena definisi yang ditentukan dalam Undang-Undang
tersebut spektrumnya sangat luas sehingga sulit untuk diterapkan. Sejak
tahun 2000 telah dilakukan pembahasan mengenai “Kegagalan Bangunan” khususnya
perihal definisinya dengan berbagai Asosiasi Profesi dan pihak Sekber Jasa
Asuransi, dan HAKI (Himpunan Akhli Konstruksi Indonesia) berpartisipasi
dalam aktivitas tersebut. Tetapi setelah berlangsung sekian lama, pembahasan
tidak dapat menghasilkan sesuatu yang konkrit karena pembahasan masih berputar
di sekitar definisi kegagalan bangunan
yang ternyata sangat kompleks dan tidak sesederhana seperti yang
diungkapkan dalam Undang-Undang. Untuk memungkinkan terlaksananya Undang-Undang
tersebut maka perlu dibuat rambu-rambu mengenai kriteria dan Tolok Ukur
Kegagalan Bangunan yang lebih realistis dan spesifik.
UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi,
Bab 1, Pasal 1 ayat 6 adalah: Kegagalan bangunan adalah keadaan
bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh penyedia
jasa kepada penguasa jasa, menjadi tidak berfungsi baiksecara keseluruhan
maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum
dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai
akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Menurut Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun
2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Bab V pasal 34 adalah, kegagalan bangunan merupakan keadaan
bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari
segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan
umum sebagai akibat kesalahan Penyedia jasa dan atau Pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan
konstruksi.
Bapak, Ibu, serta para hadirin sekalian.
Dari informasi di atas, diperoleh
beberapa esensi persoalan yang akan kita hadapi bersama dalam konteks rancang
bangun di Aceh secara umum, khususnya di Kabupaten Bireuen. Terdapat suatu
kondisi yang kurang menguntungkan bagi kita semua yakni berhentinya aktivitas
proyek vital di kawasan pantai utara Aceh berdampak kepada menyusutnya kinerja
finansial di tempat kita. Kondisi diperberat lagi oleh suasana pasar bebas yang
menuntut kompetensi dan persaingan ketat di berbagai bidang, khususnya rancang
bangun. Tidak cukup sampai di situ, maraknya kegagalan konstruksi di berbagai
tempat turut menurunkan citra perancang daerah bahkan nasional. Banyak lagi
hal-hal lain yang secara tidak langsung dapat meminimalisir kualitas perancang
daerah dari aspek opini. Namun demikian, kita bukanlah sosok kerdil yang surut
dalam menantang keadaan. Dalam kondisi seperti inilah keberadaan kita diuji
oleh zaman. Kemampuan aplikasi para alumni cukup berpengaruh kepada semangat
para mahasiswa bersama segenap civitas
academica yang sedang mengenyam
proses pembelajaran di kampus.
Bapak, Ibu, serta para hadirin sekalian.
Pada kesempatan ini pula, izinkan kami
untuk memberikan apresiasi kepada rector Unimus yang telah memberi perhatian
besar kepada pertumbuhan yang luar biasa bagi Fakultas Teknik. Tak lupa pula
kami sampaikan apresiasi serupa kepada dekan, pembantu dekan, staf pengajar,
serta jajaran lain yang telah membesarkan Fakultas Teknik Unimus sehingga dapat
memgembangkan jumlah lulusan dari tahun ke tahun.
Kepada para alumni dan mahasiswa
diharapkan adanya hubungan berkelanjutan dalam rangka membangun jalinan
kebersamaan saling memberi dan menerima dalam menyongsong suatu iklim
profesionalisme.
Akhirnya, kepada Allah jua kita berserah
dengan memohon ridhanya, dengan harapan Fakultas Teknik Universitas Almuslim
semakin jaya. Wabillahi taufiq wal hidayah asslamu ‘alaikum warahmatullahi wa
barakatuh.
Matang
Geulumpang Dua, 08 Nopember 2014
Razuardi
Ibrahim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar