KKKK
|
Add caption |
WAN ABU (Alm)
|
Add caption |
|
Add captioAdd captiond diskusi kubahkuk |
|
Add ccaptionaku, iwan, dan Nizar di puncak kantor Bupati Bireu kk |
Aku, Iwan, dan Nizar |
Add caption |
)EKSPRESI WAN ABU
dalam
KUBAH KANTOR PUSAT PEMERINTAHAN BIREUEN
Kantor pusat pemerintahan Kabupaten Bireuen dibangun dengan perkuatan aksesoris kubah. Pada desain awal kantor ini, kubah tidak seperti yang terlihat sekarang. Banyak kalangan menyarankan agar kubah itu didesain ulang dengan mengakomodir tradisi lokal (warisan budaya setempat). Adalah Wan Abu (nama aslinya Ridwan Yahya), seorang seniman kriya, ahli ornamen logam, yang telah lama bergabug dengan seniman besar asal Aceh di Kota Bandung, AD Pirous, berhasil diajak pulang untuk memperkuat ruh desain kubah bangunan monumental itu.
Beberapa teman diajak diskusi oleh Bang wan Abu tentang rencana karya besar ini, di antaranya Rachmatsyah Nusfi, Aku, Rizkan (anak Bang Wan Abu, Munizar, Iwan, dan Wiranto. Kami selalu dijadikan sparring oleh Bang Wang tentang konsep bunga, bentuk, dan lainnya dalam ekspressi kubah terebut. Tidak jarang Bang Wan Abu menitikkan airmata tatkala diskusi kami mengarah kepada keberpihakan kepada konsep moderen yang mengabaikan nilai-nilai tradisional.
Sebagai masyarakat Aceh titisan Turki generasi ke-18, lebih memudahkan baginya untuk mengaitkan perjalanan budaya Aceh masa lalu dengan catatan peninggalan leluhur yang ada padanya. Berbekal pengalamannya di Timur Tengah, khususnya dalam merenovasi mimbar Masjidil Aqsha, Wan Abu melakukan penelitian terhadap peninggalan budaya masa lalu di Bireuen. Penelitian itupun dilakukannya mulai dari Pase, Awee Geutah, hingga pelosok desa Kabupaten Bireuen. Kekagumannya terhadap sange (tudung saji), memperkuat idenya untuk memilih bentuk kubah selayaknya sange. Kerajinan sange yang dikemas dengan kain perca, semakin membuktikan bahwa masyarakat Bireuen telah memiliki etos kerja tinggi. Etos kerja yang tinggi yang disimbolkan dalam sange membuat Wan Abu tidak segan-segan mengabadikannya lewat sosok kubah. Selanjutnya, untuk memperkuat posisi sange dalam ekspresi kubah, Wan Abu melengkapi puncak kubah dengan boh ru. Tidak cukup dengan itu, untuk menghindari kesan monoton pada karya itu, pada bidang lengkung kubah diisi dengan ornamen peninggalan kerajaan Pase. Boh ru adalah kerajinan logam yang ditempatkan pada ikatan kain gantungan di pundak para raja atau hulubalang pada masa kerajaan dulu. Aksesoris ini dimaksudkan untuk mencirikan kebesaran para pimpinan suatu wilayah kala itu. Akhirnya, terciptalah sebuah karya seni anak bangsa yang sulit diukur nilainya dengan barang berharga lainnya, karena keberadaan sange berkolaborasi dengan boh ru ciptaan Wan Abu mudah dinikmati semua orang yang melintas.
Dalam akhir sebuah diskusi aku menyimpulkan, bahwa konsep kubah Kantor Bupati Bireuen merupakan perwujudan keterikatan antara pemimpin dan masyarakat yang diekspresikan lewat perpaduan sange dan boh ru dalam sosok kubah.
Bagi kami, Bang wan Abu adalah seniman besar Aceh yang perlu diberi apresiasi dan dipersiapkan penerusnya. Semoga karya monumental Bang Wan Abu dapat menguatkan para pekerja seni Aceh ke depan dan berani tampil dalam event karya seni nusantara.