Pada 8 Desember 2014, dalam kejenuhan mengenang suasana dirgahayu, aku berjalan ke tempat jual lukisan di Kota kasablanka. Di sana aku bertemu pelukis perempuan yang sedang menyelesaikan order. Bu Yunti, nama pelukis yang cukup hebat itu. Ia merupakan pelukis jebolan pendidikan tinggi di Kota Jogyakarta. Banyak hal terdiskusikan waktu itu yang sedikit mengurangi kejenuhan meski tak tuntas.
Membangun Industri Kreatif
Melalui Perberdayaan Unit Produksi Seniman
Industri
kreatif merupakan lapangan kerja yang diyakini mampu memberi kesejahteraan bagi para seniman seperti
terlihat di banyak negeri. Praktek ini membutuhkan perhatian pemerintah sesuai
dengan kewajiban amanah yang diemban sehingga hambatan pencapaian kinerja dari
para seniman di luar kemampuannya dapat teratasi. Konsep ini juga dapat
terealisasi manakala pihak pemerintah dan pelaku karya seni mampu memunculkan
kondisi saling terkait dan saling menguntungkan (mutualisme simbiosa).
Kendala
utama para pekerja seni yakni memasarkan hasil karya yang pada hakekatnya
merupakan kebutuhan hidup. Di daerah tertentu yang mengandalkan karya seni
sebagai objek wisata yang mampu mendulang devisa melalui kunjungan turis, tentu
persoalan ini tidaklah menjadi persoalan, seperti Bali, Jogyakarta, dan
beberapa daerah lain di Indonesia. Oleh karena itu perlu diterapkan upaya
aplikatif saling menguntungkan antara para pekerja seni dengan pemerintah baik
pusat maupun daerah.
Pekerja
seni merupakan sosok yang mampu menghadirkan karya seni untuk dinikmati
berbagai kalangan, di samping mampu menciptakan daya tarik masing-masing daerah
domisili. Pemerintah merupakan pemangku kepentingan yang berwenang untuk
membangkitkan ekonomi daerah sebagaimana tersirat dalam tujuan kepemerintahan
yang baik. Mencermati kedua hal
tersebut, tidaklah sulit untuk mengkolaborasikan ke dalam bentuk hubungan mutualisme tersebut.
Solusi
termudah yakni dengan mengatasi permasalahan kebutuhan dasar para pelaku seni
tersebut sementara tuntutan yang diterapkan seputar kemampuan menghasilkan
karya seni yang dapat dijadikan objek wisata daerah. Tentu dalam membangun
keterkaitan ini diperlukan suatu komitmen kuat antara pemerintah dengan sosok
pekerja seni. Aplikasinya, suatu sanggar, padepokan, studio, atau apapun
namanya, dapat dijadikan objek kunjungan yang terdata dalam registrasi
pemerintah dan tidak diperkenankan non-aktif selama mendapat fasilitas dari pemerintah.
Dampak
positif yang terjadi, para pekerja seni tidak disusahkan dengan persoalan pelik
terhadap kebutuhan hidup dalam melakukan aktivitasnya. Selain itu, para pekerja
seni memenuhi kewajibannya untuk berproduksi setiap waktu. Dengan demikian, akan
hadir karya-karya seni baru yang dapat dijadikan promosi daerah berkelanjutan.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar