Menyiasati
PPS
Dalam suatu diskusi para pelaku seni,
terungkap bahwa, “tatkala usia semakin
menanjak, friksi batin kian kentara”. Hal ini alamiah dan berpeluang
terjadi pada setiap individu andil gejala post
power syndrome (PPS) yang selalu menghampiri. Kinerja PPS ini perlahan,
diawali dengan munculnya kekhawatiran terhadap pupusnya pengakuan eksistensi
dari sistem masyarakat. Bagi para penguasa, tekanan PPS dapat menggiring
kehidupan ke arah negative, yakni gangguan kesehatan secara fisik. Kemungkinan
ini berpeluang juga dialami oleh para pekerja seni meskipun tidak se-dominan
para politisi. Untuk mengatasi gejala ini tidaklah terlalu sulit sejauh
individu tertentu mampu mengendalikan ke-ego-annya. Langkah yang harus
dilakukan, antara lain,
1.
Tingkatkan
hasil kerja di jelang masa memasuki PPS. Hal ini perlu diingatkan karena di
saat masa puncak produktivitas seorang pekerja seni, ianya relative alpa
mempersiapkan masa depan hidupnya. Termasuk juga ke-alpaannya dalam
memperhatikan selera hidupnya dari aspek fase menikmati karya puncaknya yang
sarat dikenang.
2.
Persiapkan
tempat se-kecil apapun untuk mendokumentasikan hasil karya masa lalu itu. Jika
pekerja seni ini merupakan sosok mampu dari aspek finansial, layak baginya
mempersiapkan galeri, studio, museum, atau tempat khusus lainnya.
3.
Dan
lain sebagainya, yang diyakini dapat menghibur hari-hari dalam kesendirian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar