Bahasa
Universal Di Tamiang
Atraksi hiburan rakyat stand Aceh Tamiang Sabtu malam Minggu, 28 September 2013 |
Stand
Tamiang setiap malam penuh sesak didatangi pengunjung, pada pesta seni budaya
PKA-6 di Banda Aceh. Meskipun berbagai media tidak memberitakan kondisi ini,
namun hiburan rakyat dapat dicapai dari tujuan instruksionalnya. Ada tiga hal
yang menjadi perhatian pengunjung, pertama budaya Tamiang yang relatif berbeda
dengan Aceh pesisir lainnya. Kedua, pada pentas seni Tamiang ditampilkan
atraksi gendang raja sembilan berikut debus dari masyarakat pedalaman dan yang
ke-tiga seni dendang Melayu. Dendang Melayu yang tampil setiap malam, menghadirkan
artis pria dan wanita serta musisi Melayu yang memukau publik. Memang dapat
dipahami, tempo musik Melayu cukup memanggil penikmat untuk berjoget.
anak muda Kota Banda Aceh berjoget di stand |
Malam
Minggu ini, suatu pembuktian bahwa musik merupakan bahasa universal, dapat
tersaksikan manakala anak muda Kota Banda Aceh ramai-ramai berjoget di depan
pentas sambil mengikuti lagu yang dinyanyikan. Jika lagu yang dibawakan
merupakan lagu Aceh seperti “Bungong Jeumpa,” pemandangan yang disaksikan
terhadap anak muda berjoget bukanlah hal aneh. Akan tetapi tatkala lagu “Anak
Medan” yang dibawakan dalam bahasa Batak, mereka ramai-ramai menyahuti pada
bagian tertentu dengan, “hoooraassss,” tentu keadaan boleh bermakna lain.
Tidak
berlebihan, jika disimpulkan bahwa anak-anak muda Kota Banda menyenangi lagu
tersebut dan mengundang instink mereka untuk berjoget. Tanpa sungkan dan malu
mereka bergoyang dengan tangan di atas tiada lelah. Sebagian pengunjung
berkomentar, bahwa para anak muda itu haus hiburan. Para orang tua memaknai
lain tentang kondisi yang disaksikan di setiap malam pada anjungan Tamiang. Hampir
tak terbantahkan, bahwa musik merupakan bahasa universal yang mampu menyentuh
naluri sebagian orang untuk sama larut dalam irama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar