penggalan terjemahan dari
The Reality Heart
Jelang siang kucoba
menghubunginya via telepon perekam tak langsung. Lama rekaman suaraku itu
mendapat respon darinya. ”Dimana Sef, lagi apa ?”, begitu ungkapku melalui
telepon perekam itu. Setengah jam kemudian telepon perekamku menerima rekaman
suaranya, ”aku lagi bertugas di lapangan, Fattey mengirim nomor rekening untuk
pengiriman uang”, katanya. Aku senang juga mendapat balasan itu. Beberapa kali
kami berkomunikasi tapi tak langsung. Banyak kusampaikan kondisi kerongkonganku
yang masih tercekik, iba mengingatnya. Tiba-tiba, ”maafkan aku Zel, setelah
aku ukur-ukur, aku tak bisa jauh darimu. Dan setelah kubanding-banding, aku
lebih mampu jauh dari anakku ketimbang engkau Zel. Aku sayang engkau Zel ya”,
rekaman suara dari Sefney mengungkap. Aku terdiam sendiri di ruang yang
kebetulan lagi sepi pelanggan. Pikiranku menerawang jauh ke seluruh sosok
Sefney, tawanya, tatapannya, matanya, dan sebagainya. Sejenak darahku
terkesiap, pikiranku terganggu isak tangisnya. Rasanya ingin kusaksikan segera
Sefney tertawa lebar menikmati guyonanku agar batinku yang terusik suasana
isak-tangisnya terobati. ”Sore kita ketemu Sef ya, dadaku masih sesak Sef”,
pintaku padanya via telepon. ”Ya, Zel”, jawabnya singkat namun teramat berguna
bagiku. Cepat-cepat kubalas berita itu, ”Terima kasih Sef”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar