Cabe-cabean
Sabtu
malam Minggu (18/01/14), Metro TV menayangkan acara yang dipandu oleh Fifi
Aleyda Yahya (AY). Topiknya cukup menarik perhatianku, yakni keberadaan cewek “cabe-cabean”. Beberapa remaja putra dan
putri diwawancarai seputar pengetahuannya tentang istilah dan kriteria cewek
ini. Menurut beberapa cewek, “cabe-cabean”
merupakan cewek yang tidak baik dari aspek penampilan maupun dari aspek
moral. Tersirat kelompok cewek berusia di bawah 17 tahun ini dapat dimanfaatkan
untuk kencan bagi yang memerlukan. Biasanya, mereka bergabung dengan para geng
motor yang kerap mengadu keterampilan balapan di jalan raya. “Biasanya mereka menyodorkan diri untuk
dibonceng pembalab,” kata seorang pembalap remaja yang juga mengaku pernah
mempertaruhkan cewek “cabe-cabean ini” di
kalangan sesama pembalab liar. Satu pertanyaan
Fifi AY, “setelah memenangkan perlombaan
diapakan cabe-cabean itu ?,” tanyanya. Remaja itu menjawab, “kadang kala untuk berhubungan seksual,”
katanya. Sekilas
aku teringat kondisi remaja di Davao, Philipina, saat aku mengunjungi negara
itu tahun 2011. Betapa pemandangan umum yang tidak lazim di Indonesia, pasangan
remaja belasan tahun bergandengan sambil menawar dagangan obat perangsang di
tepi jalan. Menariknya, penjaja barang dagangan istimewa itu juga remaja.
Aku
memaknai ke-dua pencermatan di dua masa dan negara itu, sebagai hal sama yang
perlu disikapi. Cewek remaja yang sedang puber menerobos tradisi tentang saat
pengeksploitasian birahinya. Artinya, mereka tidak mempersoalkan batasan
tradisi tersebut asal mereka mendapatkan akses untuk melampiaskan kehendak
birahi yang juga merupakan tuntutan alam itu. Pengecaman pernikahan di bawah
umur (pedofil) yang cukup menghadang di masa sekarang tidak pun menjadi beban
pemikiran bagi mereka. Setidak-tidaknya, bahasan cewek cabe-cabean yang dipandu Fifi AY perlu kajian lanjutan
sehingga hubungan syahwat, usia, aturan, dan hal lain terkait mampu memberi
solusi terhadap keadaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar