Isu
Pemutusan Hubungan Dengan Belawan
Sejak
tahun 2000, aku sering mendengar ocehan orang-orang tertentu untuk memperkuat
ekonomi Aceh dengan kemandirian, tidak bergantung kepada provinsi lain. Banyak
seminar membicarakan hal itu bahkan dari pakar ekonomi yang meyakinkan.
Pertimbangan membangkitkan ekonomi mandiri Aceh tersebut didasari atas suatu
kenyataan bahwa banyaknya komuditas asal Aceh yang diangkut ke luar negeri
melalui Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Oleh karenanya menurut sebagian
pakar dalam ragam seminar, salah satu
upaya aplikatif untuk mendukung konsep ekonomi mandiri tersebut yakni dengan
melakukan ekspor langsung dari pelabuhan-pelabuhan di Aceh ke luar negeri,
khususnya ke Penang, Malaysia.
Di
tahun 2001, kalau tidak salah, Pemkab Aceh Utara membeli kapal barang yang
bertujuan mengekspor barang langsung dari Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara,
ke Penang. Upacara ekspor perdana-pun dilakukan dengan menghadirkan kerabat pengusaha
dan pemerintah daerah dari kabupaten sekitar. Aktivitas perdagangan yang
disambut hangat oleh berbagai kalangan waktu itu berakhir pada pelayaran kedua
sehingga kapal Marissa, pengangkut barang ekspor, menemui kenyataannya untuk menganggur. Tidak
cukup dengan kenyataan itu, pada tahun selanjutnya muncul lagi ide untuk mengimpor
mobil bekas melalui Pelabuhan Krueng Geukueh dan Sabang. Aktivitas inipun
berjalan dalam beberapa kali pelayaran saja, setelah itu kandas.
Pasca
musibah tsunami, 2004, BRR Aceh–Nias melakukan kegiatan multi sektoral di Aceh.
Rancang bangun infrastruktur ekonomi, termasuk pelabuhan semakin kuat dijadikan alasan untuk perkuatan pertumbuhan ekonomi
Aceh. Berbagai seminar ekonomi dalam era tahun 2005 hingga berakhirnya BRR,
2008, memperkuat pemikiran ekonomi Aceh yang mandiri. Tidak mengherankan, di
sepanjang garis pantai Aceh dibangun pelabuhan besar dan kecil.
Sekira
tahun 2010, tatkala aku menjabat sebagai Kepala Bappeda Bireuen, aku sering
diajak diskusi oleh Bupati Bireuen, Nurdin Abdul Rahman, tentang materi rapat
antar kepala daerah, khususnya bupati dan walikota di pesisir utara Aceh untuk
menghidupkan kembali Pelabuhan Krueng Geukueh. Isu hangat yang turut
menyibukkan beberapa aparatur daerah di sekitar kawasan itu juga kandas tanpa
aplikasi. Konsep pemutusan hubungan dengan Belawan yang semakin terusung tidak
terwujud seperti pembahasan antar seminar.
Di
tahun 2011, aku mendengar kabar dari beberapa kawan bahwa Manajemen Pelabuhan
Belawan akan melakukan peluasan areal peti kemas. Perluasan itu dilakukan
dengan menimbun areal rawa-rawa dengan investasi relatif besar. Artinya,
Pelabuhan Belawan tetap saja mampu menarik perhatian para eksportir tanpa
mempedulikan isu pemutusan hubungan dengannya. Aku memahami hal ini sebagai
suatu pembelajaran mahal. Belenggu diskusi dalam beberapa tahun untuk membahas
isu melelahkan tersebut tanpa menghasilkan tujuan yang jelas. Sementara aspek
ekonomi tetap menjalankan perannya sesuai kehendak alam berikut ragam asumsi
yang menyertainya. Belum bisa dibantah, Pelabuhan Belawan masih dibutuhkan para eksportir Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar