Menilai Professor di Warung Kopi
Sekira
pertengahan April tahun 2013, aku memenuhi ajakan beberapa rekan untuk minum
kopi di Banda Aceh. Orang-orang banyak
bercerita bahkan memperolok-olok tentang kinerja para professor di lingkup
aparatur Pemerintah Aceh beberapa tahun terakhir. Kata banyak orang, mereka
tidak mampu melakukan aplikasi tugas pokok yang menjadi tanggungjawabnya di
masing-masing institusi yang dipercayakan sehingga dianggap gagal. “Padahal mereka merupakan guru besar di
perguruan tinggi terkenal di daerah ini,” ungkap beberapa pegawai
berseragam warna khaki di warung kopi kawasan Ulee kareng, tempat mangkal
aparatur minum kopi sambil menghujat keadaan setelah apel pagi.
kolaborasi antar angkatan alumni FT, 7 September 2013 |
Dalam
bahasan di warung kopi itu, sebagian aparatur berkomentar, “mengelola pemerintahan tidak dapat dibandingkan langsung dengan tingkat
pendidikan”. Kemampuan aparatur
dalam melakukan eksekusi kegiatan pemerintahan yang sudah terpola sejak awal
bekerja, tidak dimiliki oleh para akademisi kampus. Sementara, kemampuan
teoritis yang melekat pada diri masing-masing professor tidak pula serta merta
dapat dijadikan ukuran kemampuan untuk melakukan langkah eksekusi.
Pada
pertemuan Kaft di Anyer, Banten, 2-3 Nopember 2013, beberapa alumni junior yang
bekerja di luar Aceh mengeluhkan juga tentang keadaan ini. Artinya, mereka
masih peduli terhadap perkembangan kampus Unsyiah, khususnya Fakultas Teknik. “Bertahan
di kampus dengan memproduksi lulusan berkualitas jauh lebih mulya dari pada menjabat
di birokrasi,” kata salah seorang dari para junior itu. “Tidak itu saja, kegagalan mereka berpengaruh
terhadap kompetensi kampus berikut para alumninya,” sambung yang lain.
Ketika
itu aku coba menyimpulkan sementara, bahwa variabel
pengalaman yang membangun keterampilan juga merupakan pendidikan bagi aparatur
selama perjalanannya. Persoalannya, pengalaman ini tidak terukur dan belum
diakui sebagai nilai tambah dalam kriteria kompetensi. Minimal kesimpulan tanpa
penelitian ini dapat menetralisir perasaanku terhadap hujatan beberapa orang di
tempat itu terhadap beberapa professor yang aku yakini telah membangun
kompetensi perguruan tinggi di Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar