Kriteria
Ringkas
Pemimpin
Satuan Kerja
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Tata Cara
Pengisian Jabatan Struktural Yang Lowong Secara Terbuka Di Lingkungan Instansi
Pemerintah tertanggal 21 September 2012. Dalam surat edaran itu, kementerian
ini mengungkap tentang grand design reformasi
birokrasi yang satu di antaranya adalah Program Sistem Promosi Pegawai Negeri
Sipil (PNS) secara terbuka. Konsep ini cukup baik dan mestinya dapat diterapkan
di berbagai tempat atau sektor pengabdian PNS.
Dalam dua tahun terakhir, 2012 hingga 2013, banyak perbincangan
aparatur yang mengarah kepada sosok pemimpin lembaga mereka masing-masing. Perbincangan
serupa ini berkelanjutan dan seakan menjadi penting dibahas berbagai pihak. Apalagi
pihak masyarakat sudah mampu berkomentar tentang kelayakan seseorang untuk
memimpin instansi tertentu atau jabatan kepala dinas, lembaga, badan, kantor
dan lain sebagainya. Gejala ini tentunya terbangun dari dorongan tertentu,
boleh jadi dari para pihak penentu, calon yang merasa pantas, masyarakat
pendukung dan bermacam latar belakang lain. Setidak-tidaknya ada lima hal yang dapat
dinilai untuk menempatkan pemimpin suatu lembaga teknis di daerah. Istilah
populer sekarang untuk pemimpin ini yakni Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) atau Kabupaten (SKPK). Lima kriteria pokok dan penting yang dapat
menjadi acuan pengambil kebijakan daerah, boleh Bupati, Gubernur atau lainnya,
antara lain :
1. Kompetensi. Kriteria
ini meliputi kemampuan manajerial dan wawasan teknis dari bidang yang
dipimpinnya. Sebagai ukuran kualitas, kriteria ini dapat diuji oleh pengambil
kebijakan daerah dengan wawancara langsung seputar konsep penyelesaian
persoalan stakeholders.
2. Loyalitas.
Kriteria ini merupakan syarat penting terhadap pemimpin daerah karena sikap
loyalitas yang diberikan pemimpin SKPK menjadi jaminan pencapaian tujuan
pimpinan daerah dalam merealisasikan visi-misinya. Namun demikian, kriteria ini
sulit diuji langsung.
3. Moral. Biasanya
orang-orang menentukan kriteria moral ini dari aspek tradisi atau ideologi
tertentu, seperti sering bergotong-royong, beristeri satu, dan lain sebagainya.
Padahal kriteria moral yang penting dalam hal penempatan pejabat ini lebih
kepada komitmen diri dalam menyelesaikan kebutuhan stakeholder, seperti jujur,
respon terhadap persoalan dan lain sebagainya.
4. Ideologi.
Kriteria ini juga dapat dijadikan pertimbangan karena tidak jarang aspek
ideologi menjadi hambatan dalam pencapaian tujuan. Sebagai contoh, suatu paham
yang diyakini para pemimpin dinas sebagai sesuatu yang kontradiktif dengan
tugas pokok dan fungsinya, dapat terbiarkan tanpa penyelesaian.
5. Biaya. Penilaian
biaya dalam kriteria pemilihan pemimpin SKPK yang dimaksudkan adalah kemampuan
pemimpin dimaksud untuk melakukan efisiensi pelayanan stakeholders. Artinya, para
pemimpin satuan kerja dapat bekerja dengan kondisi keuangan yang minim namun
pelayanan masyarakat tetap tinggi.
6. Dan lain
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar