Satu pejantan di antara beberapa betina dari komunitas kambing, Banda Aceh, 26 Maret 2014 |
Aku bergegas dari dudukku, tatkala segerombolan kambing melintas di hadapanku di suatu sore, 26 Maret 2014. Pemandangan di depan Harouk cafe, Keudah, Banda Aceh, yang langka menarik perhatian banyak orang yang minum kopi di situ. Selain tim trantib kota itu cukup peka terhadap ternak berkeliaran, peternak kambing pun boleh dikatakan sulit mendapatkan tempat di tingkat lingkungan desa. Tetapi sore itu, gerombolan ternak sedang berjenis kambing sesumbar kepada gerombolan manusia. Aku bersegera memotret dan menulis beberapa bait pantun tentang hal yang kulihat.
Usia istri yang
sama renta
Gadis di desa
berseliweran
Bertambah pula
banyaknya janda
Malam termenung
cari alasan
Suami berpikir
pesan ustad
Poligami amalan
agama
Takut sekali
dibilang murtad
Biarlah hewan
jadi contohnya
Sungguh gelisah
hati si bapak
Melihat kambing
banyak beristri
Tiada ribut
bahkan bertekak
Ibu cemburu tak
tanak nasi
Kambing rukun
bapak pun tersenyum
Seekor bandot handal
merayu
Betina tidak
pentingkan harum
Bapak bersedih
melirik ibu
Sungguh malang nasib
manusia
Begitu keluh di
hati bapak
Lihat kambing
sangat leluasa
Agama boleh
aturan tidak
Ibu menunjuk ke
kandang ayam
Satu betina
satu pejantan
Betina lain
datang diterkam
Bapak pun kesal
ludah ditelan
Kesal-lah bapak
melihat ayam
Tiada mengerti perasaan
Diambil minyak
langsung disiram
Kandang dibakar
ibupun pingsan
Bandit ada tobatnya, tapi bandot..., gak da obatnya.
BalasHapusPeace ah pak....
Ah masak iya. Lho, mencermati alam masak gak boleh. he he he
BalasHapus