Tradisi Pantun Tamiang
Setelah mendiami Aceh Tamiang beberapa bulan, aku merasakan terdapat hal
yang cukup menarik untuk diungkap. Tidak berbeda dengan pekerja seni lainnya, ketertarikan
yang dirasakan adalah menyaksikan masyarakat setempat masih mempertahankan tradisi
Melayu dalam event tertentu. Budaya
Tamiang relatif sama dengan budaya Melayu pada umumnya, khusunya budaya Melayu
Deli, Serdang, dan Kepulauan Riau. Menurut sejarah, Tamiang merupakan sebuah Kerajaan
Melayu yang berada dalam wilayah Aceh
Darussalam. Banyak tradisi seni di daerah ini yang mirip dengan kesenian yang
ada di Deli serta kawasan budaya Melayu lainnya. Salah satunya tarian Zapin
yang ada di Riau, Deli, dan di Semenanjung Malaka. Dengan demikian, Zapin
Melayu yang ada di Tamiang sudah menjadi bahagian dari kekayaan khasanah budaya
Aceh yang lazim ditampilkan dalam setiap pertunjukan.
Razuardi Ibrahim, 06.04.14 Kualasimpang |
Persamaan antara seni budaya Aceh pesisir timur, barat dan utara dengan
seni budaya Tamiang, yakni beresensi sarat dengan nilai-nilai religius
bernafaskan Islam. Hal ini sejalan dengan penjelasan di banyak literatur, bahwa
kebudayaan Melayu merupakan interpretasi kultur Islami di Asia Tenggara. Oleh karena
itu, pakaian untuk tampilan seni budaya Tamiang lebih bernuansa Melayu yang Islami,
didominasi warna kuning seperti pakaian Melayu pada umumnya.
Indikasi lain terhadap berkembangnya kultur Islam dalam budaya Tamiang
dapat disaksikan pada seni bertutur. Seni yang digolongkan ke dalam sastra ini tentunya
memaklumkan kepada semua tentang kepiawaian menyusun tatabahasa yang baik dan
indah didengar. Perkembangan sastra yang digolongkan sebagai syair ini merambah
hingga ke millenium ke-tiga sekarang dan mampu menyusup ke dalam pola pikir
generasi sekarang, khusunya dalam karya seni pantun. Sebagai warisan tradisi
Melayu, dalam menyambut tamu masyarakat Tamiang biasa melakukannya dengan
berbalas pantun. Ketangkasan para pemantun ini cukup diminati untuk disaksikan,
bahkan kerap menjadi event yang
ditunggu. Biasanya pula, dalam seni tutur ini terungkap tingkat kecerdasan para
pemantun karena pemantun dari pihak tamu dan pihak tuan rumah saling mengadu
kecepatan mengolah kata untuk menjawab dialog yang terjadi seketika.
Mencermati animo generasi sekarang yang lazim mengungkap sesuatu dengan
pantun, meskipun melalui peralatan teknologi mutakhir, tentunya pemikiran dapat
diarahkan untuk mengemas upaya mempertahankan tradisi leluhur yang sudah teruji
ini. Kehandalan pantun dari pemupusan perjalanan akibat kecanggihan budaya moderen
dapat dijadikan tolok ukur terhadap kekuatan nilai seni dalam mengarungi zaman.
Karang Baru, o6.o4.14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar