Sabtu, 08 November 2014

ORASI ILMIAH

MENGUNGKAP TANTANGAN ENJINERING ABAD KE-21


Assalamu alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Yang kami hormati,

§  Rektor Universitas Almuslim beserta para pembantu rector dan unsur-unsur rektorat lainnya;
§  Dekan Fakultas Teknik Universitas AlMuslim beserta para pembantu dekan dan unsur-unsur manajemen Fakultas Teknik Universitas AlMuslim
§  Para pimpinan pengelola organisasi mahasiswa atau lebih dikenal dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
§  Para mahasiswa (i), yang saya banggakan, serta para hadirin sekalian.

Segala puji bagi Allah, tuhan seru sekalian alam, yang telah membimbing hambanya dengan berbagai kekuatan jasmani dan rohani. Di samping itu, tak lupa pula shalawat dan salam kita kirimkan kepada Rasulullah SAW, yang tegar menghadapi zaman untuk mengungkap kebenaran hingga tersajikan kepada kita hingga hari ini.
Bahwa kita telah menjalani satu setengah decade abad ke-21, atau masyarakat dunia lebih mengenalnya dengan sebutan era millennium ke-3. Tatkala kita menoleh ke abad kemarin masih banyak kegagalan zaman yang mendera kita tanpa harus menelisik penyebab dan musabab berbagai kegagalan itu. Jika tidak berlebihan, tahun 2014 ini dapat kita nyatakan sebagai tahun terakhir ekspor gas alam cair dari kawasan kita melalui pelabuhan PT Arun, Blang Lancang, menyusul beberapa proyek vital lainnya yang telah lebih dahulu menghentikan aktivitasnya. Tanpa kita sadari kondisi ini memaknai keadaan, bahwa telah sirnanya pusaran ekonomi yang selama ini banyak membantu pertumbuhan berbagai sector di tempat kita di samping banyak pula para teknisi  masa itu yang berkiprah di sana.  
Mencermati kondisi yang terjadi, mahfum lah kita bahwa beragam warisan tantangan yang terwarisi oleh suatu zaman kepada kita, khususnya terkait kebutuhan rancang bangun yang berkelanjutan mengiringi karakteristik zaman itu sendiri. Kebutuhan rancang bangun seperti yang dipahamkan berbagai kalangan, merupakan dunia teknokrat dengan beraneka ragam bentuk dan wujudnya.  Betapapun masih banyak keterbelakangan, kita tidak memiliki pilihan lain terhadap datangnya zaman kebersamaan komunitas dunia sebagaimana telah banyak diperdengarkan berbagai kalangan dunia, bahwa tahun 2015 merupakan tahun komunitas ASEAN.
Tanpa mendalami dan mendahului tentang kondisi tahun depan yang mungkin saja menghantui dunia enjinering, tidaklah arif manakala persiapan untuk menghadapi era itu tidak disikapi dengan persiapan diri bagi para ahli rancang bangun, bagi kita semua untuk memaknai masa itu sebagai zaman kompetisi total yang harus dihadapi dengan kompetensi yang total pula.

Bapak, Ibu, serta para hadirin sekalian.

Di balik itu semua, banyak hal yang harus dipersiapkan para ahli rancang bangun ke depan, di samping ragam kompetensi yang telah termiliki. Secara umum, kita para insan rancang bangun harus mampu membangun dan memelihara sence of engineering (kepekaan rancang bangun) yang memang semakin sirna andil kemajuan fasilitas software yang semakin menggejala di abad 21 ini. Selanjutnya, penguasaan konsep rancang bangun itu sendiri yang juga berpeluang terancam akibat besarnya pengaruh teknologi informatika (IT) yang serba instan. Oleh sebab itu, fakta hari ini memperlihatkan banyak kegagalan konstruksi diberitakan media massa di berbagai belahan dunia. Hal ini selayaknya menjadikan kita melakukan instrospeksi diri tanpa harus saling mempersalahkan. Tidak pun salah tatkala kita kembali ke konsep dasar rancang bangun seperti yang dilansir para pendahulu kita, Phytagoras ( hidup di masa SM), Leonardo Da Vinci (hidup di abad 15), Sir Isaac Newton (hidup di abad 17), dan lain sebagainya. Tidak lah berlebihan jika kita sama mengungkap bahwa mereka tidak menikamati atas landasan rancang bangun yang mereka temukan.
Gambaran di atas dapat dijadikan sebagai landasan konsep berfikir bagi kita semua, bahwa keahlian yang kita aplikasikan ke dalam dunia rancang bangun belum tentu ternikmati oleh diri kita sendiri. Namun, berbagai kisah yang menceritakan perjalanan para pendahulu itu dapat dijadikan pendorong bagi kita yang hidup di abad 21 yang sarat dengan kompetensi ini.
Bagi para alumni yang pada saat ini sedang berkiprah selaku teknisi rancang bangun di lapangan kerja, merasakan betapa berbagai kekurangan semakin saja menerpa, mengiringi tuntutan perkembangan berbagai fasilitas kerja. Hal ini tidaklah mesti dianggap sebagai suatu kegagalan pendidikan di kampus yang memang pada hakekatnya mengajarkan segelintir konsep rancang bangun. Jika pun terjadi hambatan, tidaklah serta merta kampus dianggap kurang merespon keaadaan, namun perlu dimaknai bahwa proses pembelajaran di kampus memiliki berbagai keterbatasan. Meskipun demikian, peluang diskusi, sharing, atau apapun istilahnya, kampus tetap membuka pintu selebar-lebarnya. Artinya, makna kembali ke kampus tetap saja mesti dipertahankan.    
Berbagai peristiwa miris akibat kegagalan para pelaku rancang bangun dapat dicermati sebagai pengayaan pengalaman, seperti ambruknya jembatan terpanjang di Kutai Kertanegara yang menghubungkan Samarinda dengan Tenggarong pada hari Sabtu (26/11/2011). Selanjutnya, sekurang-kurangnya 13 orang pekerja diperkirakan masih tertimbun di reruntuhan rumah toko (ruko) tiga lantai yang roboh di Samarinda, pada 3 Juni 2014. Robohnya ruko ini memicu robohnya 15 ruko lainnya di lokasi tersebut. Terakhir, konstruksi jembatan penghubung antara gedung arsip dengan perpustakaan daerah di Taman Ismail Marzuki (TIM) ambruk pada Jumat pagi, 31 Oktober 2014, dan menimpa sejumlah pekerja. Masih banyak lagi peristiwa kegagalan konstruksi yang menelan korban jiwa akibat berbagai kegagalan yang pada gilirannya bermuara kepada klaim humand error. Berbagai peristiwa ini memberi pelajaran bagi kita semua, bahwa kegagalan para teknisi berakibat kepada gagalnya rancang bangun dan tidak tertutup kemungkinan terhadap kerugian jiwa. Artinya, kegagalan para ahli rancang bangun berpeluang merenggut jiwa orang lain.
Untuk mengantisipasi kegagalan konstruksi, pemerintah menerbitkan berbagai aturan tentang itu. Dengan dikeluarkannya UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000, maka timbul berbagai komentar dari berbagai Asosiasi Profesi terutama perihal definisi dari kegagalan kangunan (building failure) serta penerapan dari Undang-Undang tersebut. Dampak ini melanda pengguna Jasa Konstruksi dan pihak Asuransi, karena definisi yang ditentukan dalam Undang-Undang tersebut spektrumnya sangat luas sehingga sulit untuk diterapkan. Sejak tahun 2000 telah dilakukan pembahasan mengenai “Kegagalan Bangunan” khususnya perihal definisinya dengan berbagai Asosiasi Profesi dan pihak Sekber Jasa Asuransi, dan HAKI (Himpunan Akhli Konstruksi Indonesia) berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Tetapi setelah berlangsung sekian lama, pembahasan tidak dapat menghasilkan sesuatu yang konkrit karena pembahasan masih berputar di sekitar definisi kegagalan bangunan yang ternyata sangat kompleks dan tidak sesederhana seperti yang diungkapkan dalam Undang-Undang. Untuk memungkinkan terlaksananya Undang-Undang tersebut maka perlu dibuat rambu-rambu mengenai kriteria dan Tolok Ukur Kegagalan Bangunan yang lebih realistis dan spesifik.
UU-RI No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi, Bab 1, Pasal 1 ayat 6 adalah: Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan, yang setelah diserah terimakan oleh penyedia jasa kepada penguasa jasa, menjadi tidak berfungsi baiksecara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa. Menurut Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah No.29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, Bab V pasal 34 adalah, kegagalan bangunan merupakan keadaan bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja, dan atau keselamatan umum sebagai akibat kesalahan Penyedia jasa dan atau Pengguna jasa setelah penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.

Bapak, Ibu, serta para hadirin sekalian.

Dari informasi di atas, diperoleh beberapa esensi persoalan yang akan kita hadapi bersama dalam konteks rancang bangun di Aceh secara umum, khususnya di Kabupaten Bireuen. Terdapat suatu kondisi yang kurang menguntungkan bagi kita semua yakni berhentinya aktivitas proyek vital di kawasan pantai utara Aceh berdampak kepada menyusutnya kinerja finansial di tempat kita. Kondisi diperberat lagi oleh suasana pasar bebas yang menuntut kompetensi dan persaingan ketat di berbagai bidang, khususnya rancang bangun. Tidak cukup sampai di situ, maraknya kegagalan konstruksi di berbagai tempat turut menurunkan citra perancang daerah bahkan nasional. Banyak lagi hal-hal lain yang secara tidak langsung dapat meminimalisir kualitas perancang daerah dari aspek opini. Namun demikian, kita bukanlah sosok kerdil yang surut dalam menantang keadaan. Dalam kondisi seperti inilah keberadaan kita diuji oleh zaman. Kemampuan aplikasi para alumni cukup berpengaruh kepada semangat para mahasiswa bersama segenap civitas academica  yang sedang mengenyam proses pembelajaran di kampus. 

Bapak, Ibu, serta para hadirin sekalian.

Pada kesempatan ini pula, izinkan kami untuk memberikan apresiasi kepada rector Unimus yang telah memberi perhatian besar kepada pertumbuhan yang luar biasa bagi Fakultas Teknik. Tak lupa pula kami sampaikan apresiasi serupa kepada dekan, pembantu dekan, staf pengajar, serta jajaran lain yang telah membesarkan Fakultas Teknik Unimus sehingga dapat memgembangkan jumlah lulusan dari tahun ke tahun.
Kepada para alumni dan mahasiswa diharapkan adanya hubungan berkelanjutan dalam rangka membangun jalinan kebersamaan saling memberi dan menerima dalam menyongsong suatu iklim profesionalisme.
Akhirnya, kepada Allah jua kita berserah dengan memohon ridhanya, dengan harapan Fakultas Teknik Universitas Almuslim semakin jaya. Wabillahi taufiq wal hidayah asslamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh.


Matang Geulumpang Dua, 08 Nopember 2014

Razuardi Ibrahim  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar