RCA FT-20.09.14 |
Lagu Baru Penabuh
Drum
Ketika jelang show malam nanti, asam urat Tison, drummer band ternama, kumat. Lututnya bengkak, kaku, dan sakit jika
digerakkan untuk mengatur ketukan pedal. Sendi jempol kanan-nya pun nyeri tiada
kepalang ketika menjepit stick drum. Ketua
tim marah-marah dan menduga keadaan, karena kelaziman Tison merajuk dan
melakukan bargaining tarif di saat jelang tampil. Tak pun mustahil jika ketua
tim tidak percaya terhadap pengakuan Tison. Aroma minyak angin yang disapukan
Tison ke bagian sendi sakit, tidak menurunkan suhu kemarahan ketua tim. Lima
menit jelang tampil, master ceremony (MC)
menggaungkan group band handal Kota Banda Aceh akan tampil dan disambut
gemuruh tepuk tangan pengunjung yang luar biasa.
Pimpinan grop, Westaf, mempersilahkan
personal group menaiki panggung yang diawali olehnya sendiri. Tentu Tison
menggerakkan dirinya perlahan dan di urutan terakhir. Suara Westaf menggelegar
memperkenalkan masing-masing sosok pengelola instrument yang disahuti para
sosok dengan menyuarakan alat musiknya masing-masing. Pengenalan terakhir
mengarah kepada sosok Tison, “selanjutnya,
kita tampilkan pula penabuh drum antar zaman di kota ini, Tison……….,” suara
Westaf dengan nada tinggi. Namun harapan gemuruh tabuhan drum tidak terjadi,
tangan dan kakinya hanya diam yang dibarengi ekspresi wajah keriput nyeri.
Beberapa saat Westaf menutupi kevakuman itu dengan mengomentari sosok Tison berikut
ragam prestasi seni yang memukau.
Menapaki menit kedua penjelasan tersebut
Westaf kehabisan bahasa karena prestasi Tison yang diumbar sudah merambah
wilayah olah raga, termasuk juara tarik tambang. Perasaan Westaf mulai terusik,
matanya menatap tajam mengisyaratkan agar Tison segera melakukan demo tabuh
drumnya seperti tampilan di event
lalu. Memang Tison diakui terampil melakukan teknik pukulan roffel yang indah di antara beberapa
penabuh drum di kota itu. Kali ini Westaf bergerak menuju Tison yang sejak awal
mengekspresikan wajah menyeringai. Stick
drum yang terdiam di jemari Tison dirampasnya sekuat tenaga hingga
menyentuh persendian yang nyeri. “Wauuuuuuuu,
oh wauuuuu,………… oh wauuuuuuu,” teriak Tison yang terdengar keras melalui sound system tercanggih kala itu. Tidak
cukup dengan ekspresi itu, Westaf menginjak pedal drum sambil mendorong lutut
Tison yang juga bengkak dan nyeri. “Waduhhh………,
bagaimana ini……….,” teriakan berlanjut. Penonton bertepuk kagum karena grop
band idola mereka meretas lagu baru yang belum pernah ditampilkan sebelumnya. Sekira
30 menit adegan itu, gemuruh tepukan makin menjadi. Kali ini Tison mulai
menitikkan air mata karena sebuah bisikan dari Westaf. Penonton terdiam
seketika, suasana hening bagaikan diberi aba-aba. Tison bangkit tertatih menuju
mic dengan linangan air mata dan isakan tangis sendu. “Dia bisikin aku bahwa honorku dipotong sampai dua bulan ke depaaaannnnnnnn……….,”
teriakan tangis Tison menunjuk Westaf yang lagi geram. Seorang penonton
remaja membalas teriakan itu, “ternyata
ini bukan atraksi band, kembalikan uang kamiiiiiiiiii,” teriaknya berulang-ulang
seraya disambut yang lain. Seluruh penonton menyerbu panggung, sementara beberapa
anak muda memainkan alat music yang ditinggalkan Westaf dan kawan-kawan setelah
mereka diamankan petugas. Hingar bingar suasana gedung itu setelah
beberapamusisi dadakan itu melantunkan lagu pramuka, “di sini senaaaanggggg…… di sana senaaaangggg……….”. penonton
tenang kembali seraya mengambil posisi duduk semula. “Rupanya setelah kita turun tangan baru mereka menyanyikan lagu kita,” oceh
seorang anak muda berkulit legam, bersisir rapi dengan minyak kelapa, terkesan
bergembira karena harga pinang baru melonjak dalam dua minggu terakhir. “La..la ..la..la..la.la..la…………,” gemuruh
isi ruang menyambung lagu pramuka itu. (23.09.14)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar