Rabu, 24 September 2014

KISAH ANAK BAND

RCA FT-20.09.14



Lagu Baru Penabuh Drum

Ketika jelang show malam nanti, asam urat Tison, drummer band ternama, kumat. Lututnya bengkak, kaku, dan sakit jika digerakkan untuk mengatur ketukan pedal. Sendi jempol kanan-nya pun nyeri tiada kepalang ketika menjepit stick drum. Ketua tim marah-marah dan menduga keadaan, karena kelaziman Tison merajuk dan melakukan bargaining tarif di saat jelang tampil. Tak pun mustahil jika ketua tim tidak percaya terhadap pengakuan Tison. Aroma minyak angin yang disapukan Tison ke bagian sendi sakit, tidak menurunkan suhu kemarahan ketua tim. Lima menit jelang tampil, master ceremony (MC) menggaungkan group band handal Kota Banda Aceh akan tampil dan disambut gemuruh tepuk tangan pengunjung yang luar biasa.
Pimpinan grop, Westaf, mempersilahkan personal group menaiki panggung yang diawali olehnya sendiri. Tentu Tison menggerakkan dirinya perlahan dan di urutan terakhir. Suara Westaf menggelegar memperkenalkan masing-masing sosok pengelola instrument yang disahuti para sosok dengan menyuarakan alat musiknya masing-masing. Pengenalan terakhir mengarah kepada sosok Tison, “selanjutnya, kita tampilkan pula penabuh drum antar zaman di kota ini, Tison……….,” suara Westaf dengan nada tinggi. Namun harapan gemuruh tabuhan drum tidak terjadi, tangan dan kakinya hanya diam yang dibarengi ekspresi wajah keriput nyeri. Beberapa saat Westaf menutupi kevakuman itu dengan mengomentari sosok Tison berikut ragam prestasi seni yang memukau.

Menapaki menit kedua penjelasan tersebut Westaf kehabisan bahasa karena prestasi Tison yang diumbar sudah merambah wilayah olah raga, termasuk juara tarik tambang. Perasaan Westaf mulai terusik, matanya menatap tajam mengisyaratkan agar Tison segera melakukan demo tabuh drumnya seperti tampilan di event lalu. Memang Tison diakui terampil melakukan teknik pukulan roffel yang indah di antara beberapa penabuh drum di kota itu. Kali ini Westaf bergerak menuju Tison yang sejak awal mengekspresikan wajah menyeringai. Stick drum yang terdiam di jemari Tison dirampasnya sekuat tenaga hingga menyentuh persendian yang nyeri. “Wauuuuuuuu, oh wauuuuu,………… oh wauuuuuuu,” teriak Tison yang terdengar keras melalui sound system tercanggih kala itu. Tidak cukup dengan ekspresi itu, Westaf menginjak pedal drum sambil mendorong lutut Tison yang juga bengkak dan nyeri. “Waduhhh………, bagaimana ini……….,” teriakan berlanjut. Penonton bertepuk kagum karena grop band idola mereka meretas lagu baru yang belum pernah ditampilkan sebelumnya. Sekira 30 menit adegan itu, gemuruh tepukan makin menjadi. Kali ini Tison mulai menitikkan air mata karena sebuah bisikan dari Westaf. Penonton terdiam seketika, suasana hening bagaikan diberi aba-aba. Tison bangkit tertatih menuju mic dengan linangan air mata dan isakan tangis sendu. “Dia bisikin aku bahwa honorku dipotong sampai dua bulan ke depaaaannnnnnnn……….,” teriakan tangis Tison menunjuk Westaf yang lagi geram. Seorang penonton remaja membalas teriakan itu, “ternyata ini bukan atraksi band, kembalikan uang kamiiiiiiiiii,” teriaknya berulang-ulang seraya disambut yang lain. Seluruh penonton menyerbu panggung, sementara beberapa anak muda memainkan alat music yang ditinggalkan Westaf dan kawan-kawan setelah mereka diamankan petugas. Hingar bingar suasana gedung itu setelah beberapamusisi dadakan itu melantunkan lagu pramuka, “di sini senaaaanggggg…… di sana senaaaangggg……….”. penonton tenang kembali seraya mengambil posisi duduk semula. “Rupanya setelah kita turun tangan baru mereka menyanyikan lagu kita,” oceh seorang anak muda berkulit legam, bersisir rapi dengan minyak kelapa, terkesan bergembira karena harga pinang baru melonjak dalam dua minggu terakhir. “La..la ..la..la..la.la..la…………,” gemuruh isi ruang menyambung lagu pramuka itu. (23.09.14)      

Tidak ada komentar:

Posting Komentar