Rabu, 03 Desember 2014

PUISI SIRNA

GELIAT SIRNA PERLAHAN
RAZUARDI IBRAHIM

aku satu penyaksi dari beberapa
di lahan pendulang mewah
 pesisir utara sumatera
asap mengepul hebat dari tanah serambi
membumbung layaknya gantungan harapan
segala mata canggung bantah

derasnya orang gemuruh tuju
gapai harapan dari banyak penjuru
ragam warna kulit membangun kisah
dari berbagai belahan
dari antar benua

kaya bangsa melambung tinggi
menyesak pundi-pundi pelosok lahan
tetamu sibuki tetua lupa diri
tiada waktu berbenah
takpun meraba akhir masa gelimang

anak negeri berpangku
mengusung bangga dalam ragam cerita
sesekali membusung tepuk dada
tiada jarang ungkap selera
menggapai cakrawala tinggi sekali
dalam buaian sanjungan

ada zaman berpihak
digilir Sang Pencipta
agar tak tersesali dalam tanya
tentang makna keadilan
lampu-lampu benderang
sorot mata dunia penuhi janji
sejumput masa depan perubahan

mata hati terhijab kemilau
megah itu selamanya tak pernah mati
semakin indah diceritakan banyak anak
terpuas akan bingkisan sesaat

hadir era mengakhiri
di puluhan kedua abad dua puluh satu
kepulan asap sirna perlahan
tangan-tangan terampil menyusur hidup baru
di lain tempat yang lebih
kapal terakhir melaju
meninggalkan sebuah perhelatan
dalam tarian belia ceria  

sudut-sudut papa kian terkuak
alpa curah pikir usai sudah
memelas masa yang mulai kikir
gemerlap berganti suram

bertanya tentang keadilan pada iklim
akui tuhan tetap menyayangi
menampik tiada syukur
inilah bait kalam yang nyata
terabaikan usungan loba
mendera semua lapisan

biarkan aku menggugat zaman
berisikan sosok-sosok lupa pikir
tentang hari depan anak lanjutan
dalam kelaziman klise tetua
agar sama saksikan
pusaran gemilang itu tiada kembali

Lhokseumawe, Oktober 2014

Mengenang Zona Industri Lhokseumawe (ZILS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar