Sistem Perizinan Investasi
Pembuat Fatarana di Jangka, 2009 |
razuardi
Dalam
melakukan investasi selalu berhubungan dengan kegiatan administratif, dan
sering diabaikan penyitaan waktu yang dibutuhkan untuk pengurusannya. Di
tingkat kabupaten pengurusan ini tidak
jarang membuat “Stakeholders” jenuh bahkan bosan sehingga proses adminstratif
ini tak terselesaikan dan rencanapun terbengkalai.
Untuk memudahkan pengurusan
administrasi ini sudah semestinya dipikirkan oleh birokrat upaya apa yang mesti
dilakukan agar “Stakeholders” yang ingin melakukan investasi dalam suatu daerah
tidak terganjal dengan hal-hal yang sangat kecil peranannya dalam suatu
kegiatan investasi.
j
Sistem
Perizinan Investasi (SPI) adalah suatu
upaya untuk memberikan kemudahan pelayanan berdasarkan kerangka logis serta
konsekwensi logis dari tiap jenis investasi yang akan dilakukan. Suatu harapan
yang mesti diberikan oleh adanya SPI ini adalah kepuasan pelanggan dalam pengurusan serta singkatnya waktu yang
dibutuhkan. Suatu investasi tentunya akan menciptakan iklim yang sehat bagi
pertumbuhan ekonomi makro daerah, sehingga logikanya daerah berkepentingan
untuk meningkatkan jumlah investasi, dengan konsekwensi semua kewajiban dalam
pengurusan ini harus dipenuhi.
Sebuah keluhan yang sering
terdengar di kalangan investor “ . .
. . . urusan ijin pabrik saya cukup sulit, saya ke dinas A katanya itu urusan
dinas B, saya ke dinas B katanya belum ada aturan, dsb. . , dst. . .”. Keluhan
ini menggambarkan betapa sulitnya mengadakan urusan dengan pihak birokrat.
Boleh jadi aturan belum ada, birokrat tidak berani bertanggungjawab,
pengetahuan yang kurang, atau sebab lainnya. Kondisi ini tentu akan sangat
merugikan pertumbuhan ekonomi di daerah itu.
Upaya penerapan SPI ini
sebenarnya relatif mudah asalkan sistem birokrasi yang ada di daerah itu
mempunyai visi dan misi untuk pertumbuhan ekonomi, di samping perlunya
menghilangkan interes yang destruktif. Berbicara mengenai SPI, tentu akan
banyak institusi yang terlibat baik di birokrasi maupun di luar birokrasi
dengan persiapan yang matang. Dalam penerapan SPI ini pembagian tugas antara
investor (pengusaha), birokrasi (pemerintah) dan masyarakat akan telihat jelas.
Sebagai contoh, seorang
investor datang menjumpai pimpinan daerah dengan menyatakan maksudnya untuk
untuk membuka areal perkebunan sekian hektar. Tanpa harus menyita waktu yang
panjang pemimpin daerah itu dapat memberikan jawaban bahwa investor dapat
melakukan rencananya dengan waktu penyelesaian administrasi yang dapat
ditentukan pula. Pernyataan pimpinan daerah itu tentunya harus didukung oleh
sistem yang baik serta birokrat yang terampil dengan komitmen
kuat terhadap pelayanan prima yang akan diberikan kepada setiap
pelanggan.
Keberadaan sistem perlu dipelajari
sehingga didapatkan informasi tentang
elemen-elemen apa saja yang bekerja dalam sistem itu. Hal ini
relatif penting guna memudahkan
dalam perumusan SPI yang akan
diterapkan. Misalkan saja elemen tokoh
masyarakat sangat dominan dalam
suatu komunitas distrik
yang mengisyaratkan bahwa setiap
kegiatan sosial, ekonomi dan lain sebagainya harus melalui
proses penilaian dari elemen
tokoh masyarakat tadi. Tentu proses ini perlu dimasukkan sebagai bagian
dari sistem yang yang akan
mendukung keberadaan SPI nantinya
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar