ALIM MUFID |
RAJA TOMOK |
Beberapa malam aku duduk dengan Avid Daud, pemimpin kelompok muda
kreatif di Bireuen di tahun 80-an. Aku sudah sejak lama berkontribusi dan
berdiskusi dengan sosok ini hingga ianya hijrah ke Jakarta pada pertengahan
1999. Aku dengan Bang Avid-panggilan akrab
pendiri komunitas Benfica Bireuen-banyak kecocokan, pada umumnya berbasis kegiatan ke-manusiawi-an dan seni. Tentang majunya
aku dalam pemilukada 2012 ini, bang Avid khusus pulang dari Jakarta untuk
memperbincangkan hal ini kepadaku sampai larut malam di rumah dinasku selaku
Sekda Bireuen di Pulo Kiton, Bireuen. Banyak informasi saling tukar antara aku
dengan Bang Avid, tapi kami sepakat bahwa saat ini merupakan masa sulit bagi kita untuk memenangkan Pilkada. Apalagi aku mengusung
isu anti korupsi dan kebersamaan dalam berkreativitas yang dirasakan kurang populer saat ini. Tapi ada
cerita lain yang Bang Avid sendiri sepakat denganku, yakni pembelajaran publik
melalui proses pemilukada dengan dana minim serta ide memberi apresiasi kepada
para pendukung. Bang Avid juga banyak mendengar tentang pasangan Husra
(Husaini-Razuardi) merupakan pasangan “nujoh
ureueng gasien,” kata Bang Avid seraya tertawa. Akupun menyela, “kan boleh bang ureueng gasien kalon piasan
ureueng kaya”. Entah karena jawaban konyol seperti itu Bang Avid tetap saja
membantu kampanye lewat facebook.
Orang-orang banyak berharap Bang Avid bisa eksis di Bireuen musim
pilkada 2012 ini, namun banyak pula yang ingin mendapat dukungan dari Bang Avid
untuk memenangkan election musim ini. Dia
menceritakan itu padaku, hingga suatu malam di
bulan Desember 2011 dia mendesakku untuk menjawab pertanyaannya tentang aku
maju pilkada tanpa minta dukungan apapun darinya, khususnya moril. Meskipun kami sudah pernah membahas hal ini jauh
sebelumnya, Bang Avid tetap saja penasaran tentang isu beredar yakni, kolaborasi
aku dan Husaini. Aku hanya menjawab dengan datar, bahwa pilkada ini adalah
hal biasa bukan hal luar biasa yang ekslusif. Dia maklum dan bercerita masa
depan Bireuen yang pernah dicita-citakan para tokoh saat Bireuen hanya sebuah
perwakilan kabupaten, yakni Bireuen yang memiliki sosok handal pro rakyat.
Bang Avid memang sering mondar-mandir
Jakarta-Bireuen sejak akhir 2011 untuk suatu kegiatan eksplorasi pasir besi di
Mon Klayu, pantai Gandapura. Setiap kali pertemuan, kami hampir tidak pernah
membahas urusan politik karena kami memang tidak menyukai topik ini. Cerita
dominan hanyalah kisah konyol kawan-kawan beberapa tahun silam yang kami
nikmati untuk terbahak bersama. Kulihat jalan pikiran Bang Avid saat itu
khawatir terhadap masa depan karierku selaku pejabat struktural tertinggi di
Bireuen. Kesempatan ini kumanfaatkan untuk membahas bahwa kecenderungan sistem telah
berkembang mindset politis. Bang Avid
kurang paham yang kumaksud dan bernafsu melanjutkan cerita. “Indikasinya mudah
bang, orang-orang yang datang ke saya sering bercerita lain di hadapan orang
lain, ya sesuai kepentingan,” jelasku singkat. Bang Avid mengakui kondisi ini
dan dialaminya sejak beberapa bulan di Bireuen.
Hari pemilihan, 25 Juni 2012, Bang Avid bersamaku di mess Ganesa di
Komes Bireuen, sarapan pagi sambil cerita-cerita konsep masa depan. Bang Avid dan
aku meyakini aku akan kalah dalam pemilihan ini karena persaingan kuat di
lapangan hanya pada pada pasangan calon yang mampu menampilkan kegiatan rutin
dan sibuk. Bang Avid juga mengakui bahwa aku sebagai pasangan miskin tidak
popular untuk masa sekarang. Tapi dia puas melihat aku bercanda dengan rekan-rekan
di mess pagi itu sambil berucap, “kalau seluruh masyarakat liat Pak Raju sekarang pasti pilih pak
Raju,” katanya. “Kenapa ?,” tanyaku
merasa aneh. “Iya saya liat Pak Raju nggak penasaran dengan TPS dan Cuma sibuk
menghitung honor saksi TPS,” katanya bercanda. Memang pagi itu aku hanya sibuk
menelpon Mukhlis Rama untuk menanyakan kesiapan pembagian dana panjar bagi
masyarakat yang bertugas sebagai saksi di seluruh TPS, tempat pemungutan suara.
Aku khawatir kalau-kalau ada petugas timses kami yang tidak mengambil dana
untuk makan siang akan menimbulkan masalah baru.
Sejak awal memang dapat dipastikan bahwa pasangan yang unggul adalah
pasangan yang mampu membangun pencitraan lewat berbagai fasilitas karena urusan
naluriah lebih dominan dari sekadar mengusung konsep nuraniah dalam
perpolitikan saat ini. Sore hari
pemilihan aku dan Bang Avid mendengar cerita beberapa rekan bahwa di TPS
tertentu terjadi pertengkaran. Namun aku dan Bang Avid
tetap saja mengakui bahwa bekerja untuk suatu konsep nuraniah akan memberikan
kepuasan tersendiri. Konsep ini mampu mengkomodir berbagai kepentingan dan hak
masing-masing elemen masyarakat di Bireuen.
Beberapa malam setelah pilkada dan KIP menetapkan pemenang, beberapa
orang-orang lama di Bireuen datang ke mess di antaranya, Keuchik Min, Raja Tomok, Alim Muvid, Samsul
Juli, Mukhlis Rama, Yanfitri, dan beberapa lagi yang tidak kuingat bercerita
tentang kondisi Bireuen. Bahasan ini sebenarnya tidak menarik bagiku karena berkutat
seputar naluriah belaka, yakni proyek dan rekaan pejabat structural
pemerintahan yang akan diposisikan di lingkup secretariat Pemkab Bireuen. Di
sela-sela bahasan, Keuchik Min berteriak keras, “tahun 2017 kita maju berdua
Pak Raju ya,” katanya. Sekejab aku membantah, “tidak Keuchik, tugas kita
mempersiapkan sosok muda Bireuen di masa itu,” kataku dan disamput positif oleh
Keuchik Min dan lainnya.
Keesokan harinya Bang Avid tiba dari Jakarta, aku ceritakan konsep
penyiapan kader masa depan Bireuen untuk 2017. Ianya senang mendengar cerita
itu sembari melengkapi apa yang aku ceritakan. Aku menjelaskan ke Bang Avid
bahwa perlu mempersiapkan kader di tiga lini untuk Bireuen 2017, yakni kader
aparatur, politik, dan dunia usaha. Persiapan mendasar dari konsep ini adalah
mempersiapkan mental dan moral dari kader-kader yang dipersiapkan. “Tidak perlu banyak,” kata
Bang Avid. “Iya biar seleksi alam yang menentukan,”sambutku.
Dalam analisa ringan yang kami bahas subuh itu, cukup lima puluh
orang saja orang-orang muda Bireuen berusia 30-an saat ini. Sepuluh orang
aparatur diarahkan kompetensinya untuk menjadi pemimpin daerah, sementara
sisanya dipasarkan untuk menduduki lembaga legislative. Moral dan mental mereka
diarahkan kepada pengelolaan daerah dengan professional. Di samping itu,
tingkat kepedulian daerah ditanamkan sebesar mungkin. “Kita berharap adanya
suatu pemandangan saling mengakui keunggulan masing-masing orang dari system
kader untuk menentukan sosok yang cocok mengelola daerah,” kataku menjelaskan.
Bang Avid cukup respon tentang hal yang kusampaikan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar