Senin, 30 September 2013

STAND ACEH TAMIANG

Bahasa Universal Di Tamiang
Atraksi hiburan rakyat stand Aceh Tamiang
Sabtu malam Minggu, 28 September 2013

Stand Tamiang setiap malam penuh sesak didatangi pengunjung, pada pesta seni budaya PKA-6 di Banda Aceh. Meskipun berbagai media tidak memberitakan kondisi ini, namun hiburan rakyat dapat dicapai dari tujuan instruksionalnya. Ada tiga hal yang menjadi perhatian pengunjung, pertama budaya Tamiang yang relatif berbeda dengan Aceh pesisir lainnya. Kedua, pada pentas seni Tamiang ditampilkan atraksi gendang raja sembilan berikut debus dari masyarakat pedalaman dan yang ke-tiga seni dendang Melayu. Dendang Melayu yang tampil setiap malam, menghadirkan artis pria dan wanita serta musisi Melayu yang memukau publik. Memang dapat dipahami, tempo musik Melayu cukup memanggil penikmat untuk berjoget.
anak muda Kota Banda Aceh berjoget
di stand 
Malam Minggu ini, suatu pembuktian bahwa musik merupakan bahasa universal, dapat tersaksikan manakala anak muda Kota Banda Aceh ramai-ramai berjoget di depan pentas sambil mengikuti lagu yang dinyanyikan. Jika lagu yang dibawakan merupakan lagu Aceh seperti “Bungong Jeumpa,” pemandangan yang disaksikan terhadap anak muda berjoget bukanlah hal aneh. Akan tetapi tatkala lagu “Anak Medan” yang dibawakan dalam bahasa Batak, mereka ramai-ramai menyahuti pada bagian tertentu dengan, “hoooraassss,” tentu keadaan boleh bermakna lain.
 
stand Aceh Tamiang, 28 September 2013
Tidak berlebihan, jika disimpulkan bahwa anak-anak muda Kota Banda menyenangi lagu tersebut dan mengundang instink mereka untuk berjoget. Tanpa sungkan dan malu mereka bergoyang dengan tangan di atas tiada lelah. Sebagian pengunjung berkomentar, bahwa para anak muda itu haus hiburan. Para orang tua memaknai lain tentang kondisi yang disaksikan di setiap malam pada anjungan Tamiang. Hampir tak terbantahkan, bahwa musik merupakan bahasa universal yang mampu menyentuh naluri sebagian orang untuk sama larut dalam irama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar