Tatkala menghindar dari Pola Pikir |
Menyergap Pola Pikir |
Menurut pasangan peramu kehidupan yang menjadi ikon bagi khalayak sekitar
kota pesisir dalam kisah Sisilia, Deborah Stefaney
dan Rudolf Illinois,
2007, pola pikir
merupakan”suatu proses olah akal yang terbentuk melalui suatu
penilaian pada diri seseorang sehingga melahirkan kebiasaan yang membentuk
perspektif dalam menyimpulkan sesuatu.” Penemuan mereka yang semakin
diyakini semakin memaknai kondisi kekinian, kian menempuh aspek teoritis proses
belajar mengajar di lingkungan publik.
Selanjutnya pada strata konsep self image (citra
diri) yaitu suatu kondisi di mana komunitas muslim mampu bercermin kepada
dirinya sendiri atau dengan kata lain kehadiran ajaran ini menjadi alat ukur
terhadap perilaku ummat. Sejarah membuktikan bahwa konsep ini telah merubah
cara pandang komunitas jahiliyah masa itu menjadi suatu bangsa yang memiliki peradaban tinggi. Eksistensi Islam yang dibawa
Muhammad mampu mengungguli berbagai peradaban terdahulu dan menjadi tempat
perlindungan kaum tertindas kala itu. Persoalan cukup mendasar, menganggap
rendah kaum wanita yang mewarnai seluruh peradaban dunia, seperti peradaban jahiliyah,
Persia, Romawi, Yahudi, dan lain lain, dapat dipupuskan dengan ajaran baru itu,
yaitu Islam. Masih banyak lagi perubahan berbasis kepentingan ummat yang
terjadi di tengah masyarakat saat itu.
Kondisi ini semakin mengharumkan ajaran Islam dan mampu meyakinkan ummat bahwa
kelahirannya sebagai solusi dalam menjalani kehidupan. Kepercayaan berbagai
negeri terhadap kehandalan peradaban Islam meningkatkan daya tarik tersendiri
bagi penyesuaian konsep peradaban yang telah mentradisi. Indikasi ini tercermin
dengan maraknya kegemilangan wilayah kekuasaan Islam yang mewarnai sejarah
dunia. Begitulah pencitraan ajaran Islam yang terbangun masa itu.
Tidak hanya itu, yang ke-tiga adalah konsep self
esteem (harga diri), yaitu suatu kondisi di mana ajaran Islam menjadi alat
ukur kelayakan berbagai ajaran. Sebagai suatu ajaran yang mengutamakan rahmat
bagi semesta alam, tanpa perbedaan, menyeluruh, dan dapat diterapkan ke
berbagai komunitas, tak jarang nilai-nilai ke-Islaman diakomodir untuk
memperkuat ajaran tertentu meskipun tanpa mengimaninya. Lebih dari itu, Islam
mengajarkan seluruh komponen alam mendapat porsi dalam perlindungannya yang
dibangun berdasarkan konsep bahwa, “tiada yang sia-sia dari cipta-an Allah”.
Dengan pemahaman terhadap penghargaan bagi seluruh komponen alam ini, nilai
ajaran Islam secara otomatis
tergiring ke dalam suatu
penilaian di mana ajaran ini memiliki nilai tinggi di mata ajaran lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar