Pada waktu tertentu, sastrawan Melayu
menulis cerita dengan bahasa berdialek campuran, Indonesia dan Malaysia. Pencampuran
bahasa seperti ini kadang kala menambah keasyikan tersendiri dari para pembaca.
Lama Tak Sua
Syahdan, suasana
sebuah rumah pada Minggu siang jelang sore bulan Maret bertepatan Rabiul Awal,
lumayan santai. Seorang pria paruh baya menyambut kedatangan sosok lain yang
memang tak asing di tempat tinggalnya itu. Dialog ramah “lama tak jumpa” menjadikan suasana keakraban semakin ternikmati di antaranya.
Berselang menit, isteri pemilik rumah yang juga sesama pensiunan keluar kamar
menyapa ramah seraya mempersilahkan duduk di ruang tamu kecil yang menyenangkan.
Pasangan pemilik rumah cukup baik melayani tamu rutin yang kadang kala tak
kenal waktu. Sesaat ibu itu menginformasikan keberadaan anak perempuannya yang sedang
menidurkan bayi mungilnya, seperti kelaziman sejak semula. Bapak pemilik rumah
menyahuti suasana dengan memanaskan air untuk menyedu kopi, karena buru-buru
hendak meramaikan perhelatan akbar di kerajaan. Takpun ketinggalan, nyonya
rumah membahasakan ekspresinya lewat menanak nasi berikut lauk pauk yang memang
sudah tersedia.
Seorang budak
kecil turun dari kamar tempatnya bergurau bersama dua adik dan maknya, langsung
merapat ke arah lelaki tamu dan mengabari perempuan jelita tempatnya bermanja
sedang melalaikan adik bungsunya. Tanpa perintah, bocah cerdas itu menyusul ibunya
untuk memberitakan dan mengajaknya turun menemui tamu yang sedang aktif
bercerita dengan kakeknya. Budak turun melapor seraya melompat-lompat layaknya kanak
lain se-usianya. Berbilang sekejab ibu belia bergaun tidur kuning muda turun
bersama budak gendongan yang belum dapat bertatih. Hampir tanpa senyum dan
tegur sapa di raut wajahnya, melainkan memperlihatkan keceriaannya bersama
budak gendongan yang sedikit lasak. Pria tamu menegur biasa sambil
menyembunyikan perasaan ingin jumpa mendalam kepadanya. Perempuan yang dinanti
itu membalas tanpa banyak cakap dan basa basi. Dilepaskannya bocah dari
gendongan untuk berjalan tengkurap di lantai ubin yang bersih. Pria tamu mendekati dan menggendong bocah yang
lalai bermain dan bergerak ke sana-sini seraya memanggil-mangil namanya.
Mak bocah duduk di
sofa dengan kaki kiri diangkat ke atas dudukan, acuhkan suasana saat itu. Nenek
duduk senyum di antara lelaki tamu dan perempuan belia jelita, mak bocah. Sesekali
nenek sumringah memperhatikan mak bocah berbicara lugas kesal tanpa musabab,
merespon berbagai komen laki di ujung sofa. Tak lama dari suasana, nenek
mepersilahkan makan bersama karena hidangan sudah tersedia. Sedikit sungging di
sudut bibir Mak bocah menyahuti ajakan laki tamu untuk makan sambil menidakkan.
Ada nyanyian tubuh dari ibu muda yang terungkap perlahan namun indah ternikmati
dan dilantunkan. Dalam menuruti dialek cadel bocah ibu menawan itu berujar, “cini cayang.” Selanjutnya dalam syair tubuhnya
bersenandung :
a caca, tempo musik latin
e cece, nilai buruk ka ha es mahasiswa
i cici, gumam nikmat kagum
o coco, nama seorang rekan
u cucu, dialek cadel balita minta minum
turunan pertama matematika campuran
acece, ecici, icoco, ocucu
pilih lima suku kata dikalikan nol
ci, icoco, o
persamaan berubah
acece, eci, cucu
resultan
acece cucu eci
110313
Tidak ada komentar:
Posting Komentar