Razuardi Ibrahim, 17 Agustus 2013 |
Sekira tahun 1976, aku pernah dihadapkan sebuah persoalan anak-anak ketika membagi makanan. Biasanya, jika aku memperoleh kue atau makanan lain di hadapan kawan-kawan lain, aku membagi kepada mereka seberapa yang bisa. Jika pun tidak memungkinkan, aku memilih tidak memakan atau aku biarkan mereka saja yang mencicipinya. Suatu kali, di rumahku lagi mengumpul banyak adik dan sanak famili lainnya. Ketika itu aku memiliki beberapa buah jambu saja dan aku sudah berangan-angan untuk memakannya dengan bumbu rujak seadanya. Keramaian itu membuatku sedikit terusik atas kekhawatiran aku tidak dapat mencicipi sesuai anganku. Lantas aku membuat rujak yang cukup pedas untuk ukuran anak-anak seraya aku merajang jambu relatif kecil-kecil. Tidak lama kemudian, rujak anganku selesai. Adik-adikku berkerumun mendekati cobek tanpa sabar dan tidak bisa dilarang. Silih berganti mereka berteriak mencari air karena kepedasan. Aku biarkan kondisi itu hingga tiada lagi yang mendekati rujak bikinanku. Artinya yang bisa memakan rujak hanya sosok terseleksi. Aku sukses mengatasi keterbatasan yang ada meskipun sebatas membuat kompetensi pemakan rujak.
Ketika dihadapkan dengan sedikit tempat namun yang ingin menempati begitu banyak, dengan pola seleksi akan menghasilkan orang-orang pilihan sesuai dengan kompetensi yang diharapakan. sebuah tamsilan yang menarik pak
BalasHapushe he he iya yusri
BalasHapus