Motif Seuruway Dan Bireuen
Pada Minggu, 25 Agustus 2013, aku mengunjungi
Istana Seuruway di Aceh Tamiang. Bangunan tempat kediaman bangsawan di masa
lalu itu masih terlihat kokoh berdiri. Meskipun pada bagian tertentu telah
rusak dimakan usia. Rumah panggung itu beratapkan genteng dan berdinding
papan. Ketika aku memasuki halaman,
terlihat empat wanita paruh baya sudah menanti karena lebih dahulu dikabari
camat setempat, Asra. Ke-empat wanita itu merupakan pewaris dari Kerajaan
Seuruway, yang memang pernah berjaya di
masa sebelum kolonial menguasai nusantara. Mereka mempersilahkan aku dan
beberapa rekan untuk duduk di lantai berlapis tikar yang disediakan, dengan santun.
Tidak berapa lama aku duduk bercerita, penghuni
rumah mulai memasuki kamar untuk mengambil bahan kerajinan motif perlengkapan
pelaminan masa lalu. Kain produk kerajinan itu dominan berwarna kuning. Meskipun
rada lusuh, karya motif itu masih menyisakan nilai-nilai artistik. Umumnya,
motif yang disulam bercorak tumbuh-tumbuhan yang berbeda dengan motif Aceh
lainnya.
Namun demikian, aku kaget juga ketika membolak-balikkan
tumpukan kain bermotif, terlihat potongan kain yang biasa disebut di Aceh
pesisir dengan ayu-ayu, mirip dengan motif di Meunasah Meucap Bireuen. Warna
dominannya pun sama, yakni merah buah jemblang. Perbedaan ke-dua produk ini,
Seuruway dan Meunasah Meucap, yakni bentuk ayu-ayu dan cara membuat sulaman. Produk
sulaman Seuruway menggunakan benang yang dipatahkan mengisi pola motif, sedangkan
produk Meunasah Meucap menggunakan sulaman benang berwarna dan diperkuat dengan
ikatan benang sulam bersilangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar