Rabu, 13 Juni 2012

GANDAPURA, Gerbang Timur Bireuen Yang Mulai Tumbuh

RAZUARDI IBRAHIM di Gandapura, 2006, saat baru dilantik sebagai Kepala Bappeda Bireuen




Kawasan Gandapura dengan PKS (Pabrik Kelapa Sawit) 

 
 
SENI EKSPLOITASI KAWASAN
Sketsa Kawasan Gandapura Dengan Konsep Kebutuhan Pertumbuhan, tahun 2005
Gandapura, Membangun Dengan Kekuatan Kawasan
Kali ini saya mengulas tentang uji coba pertumbuhan kawasan, yakni Kecamatan Gandapura, Kabupaten Bireuen Aceh. Uji coba yang saya maksudkan bukanlah upaya coba-coba, akan tetapi mencoba menggerakkan potensi kawasan agar menjadi suatu ide pertumbuhan yang dapat sama diakui oleh semua elemen kawasan.
Pada saat saya dipercayakan menjadi Kepala Bappeda Kabupaten Bireuen pertama kali, yakni 6 Desember 2005, masa Bupati Mustafa A Glanggang. Saya berdiskusi dengan beliau tentang teknik-teknik membangkitkan ekonomi kawasan, dan beliau respon sekali kala itu. Pada 9 Desember 2005 saya membuat sketsa kawasan Gandapura, seadanya, hadiah dari saya untuk hari ulang tahun saya ke 44.
Dalam laporan terdahulu di Bappeda, banyak fasilitas yang dibangun pemerintah terbengkalai di sana, seperti pasar hewan, pabrik pakan ternak, dan lain sebagainya. Saya berasumsi waktu itu bahwa pertumbuhan Gandapura akan terpuruk mengingat pertumbuhan Kota Kutabalang yang berdampingan langsung dengan Gandapura, di sebelah barat, begitu hebatnya. Banyak orang-orang berniat berdagang di tempat itu, yang diindikasikan dengan banyaknya tumbuh ruko baru dan hari pekan yang ramai. Tidak kalah ketinggalan, Kota Krueng Mane, Kabupaten Aceh Utara yang terletak berdampingan langsung di bahagian timur, juga menunjukkan pertumbuhan luar biasa. Gandapura terjepit di antara dua pertumbuhan ekonomi kecamatan yang kuat, yang berpeluang menjadikan masyarakat Gandapura menjadi konsumtif tanpa produksi karena harga barang lebih murah di dua pertumbuhan yang menjepit itu.
Awal 2006, saya coba meliput ke kawasan kering dan tinggi, Glee Kuprai, bagian selatan Gandapura bersama dua rekan wartawan, Yusmandin Idris dari Serambi Indonesia dan Desi Safnita dari Harian Raja Post, di samping beberapa rekan lain dari Pemkab Bireuen. Saya merasa berkepentingan untuk mengekpose kawasan itu ke publik guna mendapatkan respon, sharing, kritikan, komentar, dan nilai positif lainnya. Sepulang dari tempat itu saya melihat kembali sketsa kawasan Gandapura beserta beberapa kebutuhan kawasan yang dirasakan dapat dijadikan titik tumbuh ekonomi. Sketsa itu saya perlihatkan kepada Ismail Adam, tokoh partai politik asal daerah itu. Respon beliau serta merta dan menjadikan saya lebih akrab serta dapat dijadikan rekan diskusi. Di coretan sketsa seadanya itu saya mengkhayal di tempat itu mestinya ada sekolah pertenakan, pabrik minyak kelapa, pabrik pakan yang berproduksi, pabrik besar, dan lain sebagainya, yang waktu itu tidak ada sama sekali, kecuali pasar hewan terbengkalai dan pabrik pakan ternak yang terbiarkan.
Ternyata banyak hambatan dalam menterjemahkan konsep ini ke sistem yang ada di lingkungan saya bekerja. Keuangan daerah yang belum kondusif, tenaga ahli yang minim, opini apatisme berkembang, dan lainnya, cukup memperberat pertumbuhan ekonomi. Dari beberapa presentasi yang saya lakukan, termasuk di legislatif dan lembaga-lembaga teknis daerah di  Bireuen, tidak membuahkan produk legalitas maupun desain teknis untuk landasan eksploitasi kawasan. Namun saya tetap menikmati sebagai suatu aktivitas seni yang harus dilalui. Waktu itu saya berusaha menghibur diri dengan semboyan, “Inilah Kanvas Sesungguhnya”.
Razuardi bersama Bupati Nurdin dan Muspika Gandapura rapat persiapan kawasan
Pada tahun 2007 saya dipercayakan Bupati Nurdin sebagai Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekretariat Kabupaten Bireuen, di samping tugas temporer sebagai Bapel KIB. Dalam posisi ini saya berpeluang mengajak rekan-rekan untuk berfikir kawasan. Tahun 2009 saya kembali lagi menjadi Kepala Bappeda setelah reposisi struktural produk mutasi. Hari itu saya ternikmati dengan menemukan kembali kanvas yang hilang,  kawasan Gandapura. Saya bicara lagi dengan bupati yang menjabat tentang konsep yang terbengkalai. Bupati humanis inipun bersedia untuk mendampingi aktivitas saya dalam mengunjungi Gandapura setiap saat. Dalam diskusi lanjutan, saya bersama Ismail Adam dan beberapa rekan mencoba mengulang kaji tentang judul konsep kawasan ini. Dengan keterbatan yang ada, produk diskusi hanya mampu menghadirkan suatu ungkapan konsep yakni, “Kawasan Industri Perternakan Terpadu Gandapura”.
Razuardi, Damdim Bireuen dan Kapolres Bireuen meninjau kesiapan PKS Gandapura
Singkat kisah, berbagai tempat konsentrasi masyarakatpun tumbuh di sana mendampingi pasar hewan tradisional yang telah lama menjadi andalan kawasan itu. Beroperasinya pabrik kelapa sawit (PKS), pada 2011, dalam sekala besar di dataran tinggi Gandapura semakin menjadikan kawasan itu dikunjungi berbagai pegiat ekonomi. Di samping saya menikmati kanvas terlukis oleh waktu, ulasan ini dapat dijadikan informasi bagi ang memerlukan. Setidak-tidaknya, semua kita terinformasikan teinformasikan tentang waktu relatif yang diperlukan untuk pembangunan kawasan di Bireuen, yakni 2006 hingga 2011, lima tahun. Hari ini kanvas itu dinikmati banyak orang, investasi dunia usaha dan masyarakat lumayan besarnya di sana. Tidak perlu khawatir terhadap ketiadaan atau keterbatasan finansial pemerintah, kemudahan perizinan dan respon serius dari aparatur cukup kuat dijadikan investasi pemerintah untuk menggerakkan kawasan. Begitulah kehendak alam. [rajju, 130612]
Bersama Yusmandin Idris di Gandapura, 2006

SMK Perternakan Gandapura



PKS jelang selesai konstruksi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar