Jumat, 04 Oktober 2013

HUBUNGAN DENGAN BELAWAN

Isu Pemutusan Hubungan Dengan Belawan
 
salah satu pelabuhan rakyat di pesisir Aceh
Sejak tahun 2000, aku sering mendengar ocehan orang-orang tertentu untuk memperkuat ekonomi Aceh dengan kemandirian, tidak bergantung kepada provinsi lain. Banyak seminar membicarakan hal itu bahkan dari pakar ekonomi yang meyakinkan. Pertimbangan membangkitkan ekonomi mandiri Aceh tersebut didasari atas suatu kenyataan bahwa banyaknya komuditas asal Aceh yang diangkut ke luar negeri melalui Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Oleh karenanya menurut sebagian pakar dalam ragam  seminar, salah satu upaya aplikatif untuk mendukung konsep ekonomi mandiri tersebut yakni dengan melakukan ekspor langsung dari pelabuhan-pelabuhan di Aceh ke luar negeri, khususnya ke Penang, Malaysia.

Di tahun 2001, kalau tidak salah, Pemkab Aceh Utara membeli kapal barang yang bertujuan mengekspor barang langsung dari Pelabuhan Krueng Geukueh, Aceh Utara, ke Penang. Upacara ekspor perdana-pun dilakukan dengan menghadirkan kerabat pengusaha dan pemerintah daerah dari kabupaten sekitar. Aktivitas perdagangan yang disambut hangat oleh berbagai kalangan waktu itu berakhir pada pelayaran kedua sehingga kapal Marissa, pengangkut barang ekspor,  menemui kenyataannya untuk menganggur. Tidak cukup dengan kenyataan itu, pada tahun selanjutnya muncul lagi ide untuk mengimpor mobil bekas melalui Pelabuhan Krueng Geukueh dan Sabang. Aktivitas inipun berjalan dalam beberapa kali pelayaran saja, setelah itu kandas. 

Pasca musibah tsunami, 2004, BRR Aceh–Nias melakukan kegiatan multi sektoral di Aceh. Rancang bangun infrastruktur ekonomi, termasuk pelabuhan semakin kuat  dijadikan alasan untuk perkuatan pertumbuhan ekonomi Aceh. Berbagai seminar ekonomi dalam era tahun 2005 hingga berakhirnya BRR, 2008, memperkuat pemikiran ekonomi Aceh yang mandiri. Tidak mengherankan, di sepanjang garis pantai Aceh dibangun pelabuhan besar dan kecil.

Sekira tahun 2010, tatkala aku menjabat sebagai Kepala Bappeda Bireuen, aku sering diajak diskusi oleh Bupati Bireuen, Nurdin Abdul Rahman, tentang materi rapat antar kepala daerah, khususnya bupati dan walikota di pesisir utara Aceh untuk menghidupkan kembali Pelabuhan Krueng Geukueh. Isu hangat yang turut menyibukkan beberapa aparatur daerah di sekitar kawasan itu juga kandas tanpa aplikasi. Konsep pemutusan hubungan dengan Belawan yang semakin terusung tidak terwujud seperti pembahasan antar seminar.


Di tahun 2011, aku mendengar kabar dari beberapa kawan bahwa Manajemen Pelabuhan Belawan akan melakukan peluasan areal peti kemas. Perluasan itu dilakukan dengan menimbun areal rawa-rawa dengan investasi relatif besar. Artinya, Pelabuhan Belawan tetap saja mampu menarik perhatian para eksportir tanpa mempedulikan isu pemutusan hubungan dengannya. Aku memahami hal ini sebagai suatu pembelajaran mahal. Belenggu diskusi dalam beberapa tahun untuk membahas isu melelahkan tersebut tanpa menghasilkan tujuan yang jelas. Sementara aspek ekonomi tetap menjalankan perannya sesuai kehendak alam berikut ragam asumsi yang menyertainya. Belum bisa dibantah, Pelabuhan Belawan masih dibutuhkan para eksportir Aceh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar