Minggu, 19 Oktober 2014

BATU KARANG MENJENGKELKAN

Solidaritas Penghujat Batu Karang


Batu Karang Menjengkelkan

Suatu kali kami mengunjungi seorang kerabat pria paruh baya (Pripaba) yang opname di sebuah rumah sakit, di Aceh juga. Etisnya, tidak disebutkan nama dan tempat rumah sakit itu mengingat pentingnya menjunjung tinggi azas menutupi aib sesama. Ia telah seminggu dirawat sementara radang yang terjadi sudah berjalan selama sebulan, “karena batu karang,” kata bawahannya di kantor. Kami yang terdiri atas 8 orang lelaki berangkat ke rumah sakit itu selepas Maghrib. Setiba di rumah sakit, terlihat Pripaba tengah duduk santai dan terbahak bersama istrinya. Tentu pimpinan pengunjung di antara kami terperanjat dan merasa didustai. “Lho tapi kabarnya opname, kok tidak tidur di dalam,” tanya pimpinan kami. Pripaba gugup berusaha menjelaskan apa yang terjadi seraya bangkit masuk ke ruang inapnya. “Begini pak tadi sore sudah keluar,” katanya sambil mengambil sebuah bungkusan kapas. Ia membuka kapas itu memperlihatkan sebentuk batu berwarna coklat kehitaman sebesar biji kurma persis. “Tapi kok sudah terbelah dua,” tanya kami lagi bersama. Pripaba menjelaskan betapa sakitnya tatkala batu itu keluar bersama air seni seraya ia menunjukkan dagunya ke arah istri yang terdiam di sudut kasur. “Entah dia pegang-pegang lantas patah,“ jelas Pripaba tentang peristiwa terbelahnya batu itu akibat ulah istrinya.  Kami tersenyum dan mengerti tentang ihwal kekesalan istrinya sehingga membanting batu karang yang dianggap musabab dari suatu persoalan. “Sebulan pula di depan mata, ya wajarlah jengkel,” kata pimpinan kami seraya mengajak pulang. Di halaman parkir terlihat beberapa kenderaan sedang menurunkan penumpang untuk membesuk juga. Satu oplet menarik perhatian, berisikan banyak kaum ibu yang sejak sore berjalan di depan kami, hadir juga di pelataran parkir rumah sakit itu. Meskipun belum terinformasikan, aku menduga, mereka kelompok ibu-ibu yang antusias hendak menyaksikan kejahatan batu karang yang telah menyusahkan kaumnya yang lain. Jika memang benar, kukira kondisi ini merupakan solidaritas yang layak ditiru.  



Tidak ada komentar:

Posting Komentar