Jumat, 31 Oktober 2014

BANTUAN RAWAN

Bantuan Rawan

Kebiasaan membantu pihak lain baik berupa barang hidup maupun mati, sudah mentradisi di kalangan masyarakat Aceh sejak lama. Indikasi ini tidak sulit disaksikan di berbagai tempat, seperti pemberian kepada peminta-minta, sumbangan tempat ibadah, anak yatim, sumbangan acara, dan lain sebagainya. Namun demikian, ada suatu ciri elemen sistem tak boleh dibantu, yakni manakala setiap masalah yang timbul dari bantuan itu dipersoalkan kepada pemberi bantuan. Memang sulit mencermati kebenaran peminta bantuan sesungguhnya selain mendengar keluhan yang disampaikannya. Terlebih lagi dengan linangan air mata seraya mengungkap tanggung-jawabnya memelihara anak yatim, tidak makan selama seminggu, dan lain sebagainya. Isu keprihatinan serupa ini cukup cepat mendapat respon dari masyarakat Aceh dan terpola dalam suatu keharusan sesuai kemampuan. Pernah terjadi tatkala aku di SMA dulu bersama beberapa rekan yang berlebel santun dalam keluarga terhormat. Satu di antaranya cukup terpilih untuk memenuhi syarat sebagai anak baik tanpa dosa. Suatu kali ianya meminta sedikit uang kepada rekan yang lain untuk membeli peralatan sekolah dan diberikan. Dengan bantuan itu, dibelikannya minuman beralkohol yang masih langka diminum para siswa kala itu. Tatkala guru dan orang tua mengetahui, dengan serta merta kerabat itu mengungkap rekan lain yang memberi bantuan, ditambah sedikit rekayasa fitnah. Artinya, dalam ketulusan bantuan masih terselip ancaman. Dengan demikian, benarlah Islam yang mengajarkan bahwa harta, anak, jabatan, dan lain sebagainya merupakan fitnah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar