CERITA
BARANGKALI (CERBAR)
Nafsu
Mengabaikan Botol
BAGIAN
DUA
Kepala kampong
mulai mengeksekusi cairan dalam botol kemasan, “ambilkan kapas, biar adil saya sapukan ke kerah baju masing-masing,” katanya.
“Kalian berbarisss…., jangan berebutan,” kata
pemuda kekar legam dengan suara lantang dan dipatuhi. “Mulai dari sini pakkk…,” kata seseorang yang berposisi sebelah
timur. “Tidak…., dari sini dulu,” jawab
yang di sebelah barat. “Diaaam,” kata
pemuda legam pengatur tadi, “baris
menurut umur, yang tua duluan,” sambungnya. Kepala Kampong bersiap dengan
kapas di tangan yang di berikan seseorang dari balai desa. Sosok berpeci itu
memulai sapuan cairan isi botol ke kerah baju warga yang paling kanan. “Terima kasih pak,” ucap mereka
bergiliran satu persatu usai sapuan di kerah masing-masing. Namun tidak sampai
setengah dari jumlah warga, mereka mulai merasakan aroma menyengat yang luar
biasa. “Kayaknya bau pupuk cair,” kata
seseorang dari mereka. “Huss, jangan
banyak perotes,” sahut yang lain sambil menjelaskan bahwa air keramat mulai
beraksi. “Tapi……….,” kata yang lain
meyakinkan tentang aroma semakin menguat di seputaran itu. “Diaammm……,” kata pemuda legam meredakan protes warga yang mulai
kasak kusuk, “ini ujian untuk kita dari
air keramat,” katanya lagi. Giliran terakhir, Kepala Kampong menggunakan
haknya, “karena saya pimpinan kalian maka
saya boleh lebih sedikit lah,” ungkapnya. Tiada bantah dari yang lain
kecuali diam seraya mengerutkan hidung menahan bau menyengat. Kepala Kampong
menyapukan kapas berair ke wajah secara berulang, “hak pimpinan, yang lain tak boleh protes,” katanya sedikit senyum.
Sisa cairan yang tinggal seperempat botol lagi diberikan kepada pemuda pemilik
yang sedang mendongkol. Suasana tempat itu mulai berubah, hidung kepala kampong
kembang kempis antara menahan bau dan menghirup udara. “Kurang ajar, ini kencing,” katanya keras disambut riuh warga yang
lain. “Iya, kan sudah saya bilang,” kata
warga yang protes mula-mula dan diikuti yang lain beramai-ramai. Pemuda pemilik
mengepit botol tanpa merasa bau yang sedang dihebohkan itu. “Hanya dia yang tidak kena kencing pak,” tunjuk
seseorang seakan melapor ke Kepala Kampong. “Yaaa,
semua harus kena lah,” kata belasan warga beramai-ramai. “Tadi kalian merampas air ini, saya kan
melarang,” bantah pemuda itu sengit. “Sabaaaar,”
bentak Kepala Kampong melerai protes warga. “Kita adili saja dia nanti malam, kencing siapa dalam botol ini,” kata Kepala Kampong, “jika dia tidak bisa menjawab, kita mandikan
dia dengan sisa air itu, bagaimana?”. Serempak mereka menjawab, “setujuuu, okeeee, pimpinan patennnn, adiiiilllll,” gemuruh suara
warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar