Senin, 27 Oktober 2014

CERBAR BAGIAN DUA

CERITA BARANGKALI (CERBAR)
Nafsu Mengabaikan Botol 
BAGIAN DUA

Kepala kampong mulai mengeksekusi cairan dalam botol kemasan, “ambilkan kapas, biar adil saya sapukan ke kerah baju masing-masing,” katanya. “Kalian berbarisss…., jangan berebutan,” kata pemuda kekar legam dengan suara lantang dan dipatuhi. “Mulai dari sini pakkk…,” kata seseorang yang berposisi sebelah timur. “Tidak…., dari sini dulu,” jawab yang di sebelah barat. “Diaaam,” kata pemuda legam pengatur tadi, “baris menurut umur, yang tua duluan,” sambungnya. Kepala Kampong bersiap dengan kapas di tangan yang di berikan seseorang dari balai desa. Sosok berpeci itu memulai sapuan cairan isi botol ke kerah baju warga yang paling kanan. “Terima kasih pak,” ucap mereka bergiliran satu persatu usai sapuan di kerah masing-masing. Namun tidak sampai setengah dari jumlah warga, mereka mulai merasakan aroma menyengat yang luar biasa. “Kayaknya bau pupuk cair,” kata seseorang dari mereka. “Huss, jangan banyak perotes,” sahut yang lain sambil menjelaskan bahwa air keramat mulai beraksi. “Tapi……….,” kata yang lain meyakinkan tentang aroma semakin menguat di seputaran itu. “Diaammm……,” kata pemuda legam meredakan protes warga yang mulai kasak kusuk, “ini ujian untuk kita dari air keramat,” katanya lagi. Giliran terakhir, Kepala Kampong menggunakan haknya, “karena saya pimpinan kalian maka saya boleh lebih sedikit lah,” ungkapnya. Tiada bantah dari yang lain kecuali diam seraya mengerutkan hidung menahan bau menyengat. Kepala Kampong menyapukan kapas berair ke wajah secara berulang, “hak pimpinan, yang lain tak boleh protes,” katanya sedikit senyum. Sisa cairan yang tinggal seperempat botol lagi diberikan kepada pemuda pemilik yang sedang mendongkol. Suasana tempat itu mulai berubah, hidung kepala kampong kembang kempis antara menahan bau dan menghirup udara. “Kurang ajar, ini kencing,” katanya keras disambut riuh warga yang lain. “Iya, kan sudah saya bilang,” kata warga yang protes mula-mula dan diikuti yang lain beramai-ramai. Pemuda pemilik mengepit botol tanpa merasa bau yang sedang dihebohkan itu. “Hanya dia yang tidak kena kencing pak,” tunjuk seseorang seakan melapor ke Kepala Kampong. “Yaaa, semua harus kena lah,” kata belasan warga beramai-ramai. “Tadi kalian merampas air ini, saya kan melarang,” bantah pemuda itu sengit. “Sabaaaar,” bentak Kepala Kampong melerai protes warga. “Kita adili saja dia nanti malam, kencing siapa  dalam botol ini,” kata Kepala Kampong, “jika dia tidak bisa menjawab, kita mandikan dia dengan sisa air itu, bagaimana?”.  Serempak mereka menjawab, “setujuuu, okeeee, pimpinan patennnn, adiiiilllll,” gemuruh suara warga.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar