CERITA
BARANGKALI (CERBAR)
Nafsu
Mengabaikan Botol
BAGIAN
SATU
Suatu ketika, bus
angkutan umum lari kencang melewati sebuah desa yang sedang ramai berkumpul
pria duduk di tembok tepi jalan. Tiba-tiba
dari kedaraan itu terlempar keluar sebuah botol kaca berukuran isi kurang lebih
setengah liter, tertutup rapat berisi air yang tidak bening layaknya air minum
biasa. Semua pria yang berkumpul terperanjat, seraya bangkit berebut mendekati
botol misteri itu namun yang cepat bangkit lebih sigap melangkah. Beberapa
lelaki yang sukses mendekat ke botol itu saling sikut dan seorang di antaranya
berhasil merebut lebih awal. Mereka mengamati tajam sambil berdebat tentang isi
botol serta menerka-nerka musabab pelontarannya dari bus. “Ini madu bening berasal dari lebah bunga angsana hutan yang dijaga
naga leluhur,” kata lelaki lebih muda yang pertama mengambil botol bermulut
kecil seukuran butir kacang tanah itu. “Mana
mungkin bus buang-buang madu,” protes yang lain sambil membuktikan botol
itu sedikit hangat. “Coba buka, kalau
sudah kita cium kan sudah tau,” kata seorang dari mereka yang berbadan
tegap hitam. “Tidak, nanti sampai di
rumah saja, aku yang dapat terserah akulah,” bantahnya. Sambil mengoceh mereka
berjalan menuju tempat kerumunan asal, dengan semua tatapan menanti, ingin tahu
wujud benda yang jatuh dari bus itu. Botol air didekap erat oleh pemuda itu,
khawatir terjadi perampasan oleh rekan seiring yang penasaran. Setelah berjarak
beberapa langkah saja dari kerumunan, “bawa
sini botol itu,” teriak sesorang bersuara baritone dari kerumunan. “Jeh, saya yang dapat kok mesti serahkan
pula,” balas pemuda pendekap botol sedikit keras. “Bawa siniiiiii,” ulang lelaki yang ternyata ianya Kepala Kampong
di tempat itu. Tetap saja pemuda itu berkeras seraya disambut hujatan
beramai-ramai dari warga yang hadir. Dapat ditebak, tiada satupun yang berpihak
kepadanya. Serta merta terlontar ucapan dari orang-orang dekat Kepala Kampong, “pindahkan saja dia dan bapaknya dari
kampong ini”. Tanpa berdaya, botol
dalam dekapan pemuda itu dirampas beramai-ramai dan beralih tangan ke Kepala Kampong.
Sambil mencermati dalam-dalam tentang warna cairan kuning kemerahan dalam botol
itu, berkesimpulanlah pemimpin warga itu, “ini
bukan sembarang air, melainkan air yang telah
dimantrai oleh makhluk sakti mandraguna,” sambungnya lagi disambut
hening dan mangut-mangut warga. “Ada
usul?,” tanyanya ke semua warga untuk menghindari pertikaian sesama. “Tidaaaaak,” jawab pemuda yang merasa
memiliki mutlak benda itu. “Diam kau,
karena semua melihat benda itu terlempar, haknya sama bagi semua,” bentak Kepala
Kampong. “Tapi hak ku bagaimana?,”
tanyanya keras memekakkan telinga. “Kamu
mendapat seperempat botol, ngerti,” bentak beberapa orang tua ke telinga
pemuda yang lagi jengkel itu.
👍🏻
BalasHapus