Sabtu, 03 November 2012

CATCHMENT AREA

Eksploitasi Lahan Tak Harus

Merubah “Catchment Area”
Razuardi Ibrahim di jalan Cot Panglima, 2012
Begitu banyak iklan di media massa tentang tawaran kepemilikan rumah tinggal dengan janji-janji lokasi yang cukup menarik seperti, bebas banjir, mudah dijangkau, dan lain sebagainya. Di sisi lain tak kalah banyaknya pula berita-berita nyata yang menceritakan tentang perubahan kondisi lingkungan di satu-satu kawasan atau desa tertentu seperti, air pasang secara tiba-tiba, suhu jadi lebih panas, air sumur berubah rasa menjadi asin, dan kondisi tak menguntungkan lainnya. “ Dulu desa kami tidak pernah tergenang air, tapi semenjak komplek perumahan itu dibangun hampir setiap kali hujan turun kami harus menggeser barang-barang di dalam rumah takut kalau tiba-tiba air masuk ke dalam,…………..”, demikian keluhan beberapa masyarakat menceritakan kondisi lingkungan desanya beberapa tahun terakhir. Adalagi keluhan, “ Sejak dibukanya kebun sawit itu sungai yang melalui desa kami sering meluap tiba-tiba,……..”. Dua hal yang berlawanan ini, yang satu menjanjikan lahan bebas banjir, sementara satunya lagi mengeluh tentang ancaman banjir yang tak dapat dideteksi tentu perlu menjadi perhatian bagi semua pihak dalam melakukan ekploitasi lahan.

Suatu gambaran di atas memperlihatkan bahwa ada kekeliruan penanganan dari para pengguna lahan dalam memanfaatkan lahan se maksimal mungkin. Perubahan kondisi lingkungan yang dirasakan dapat diasumsikan sebagai suatu pengabaian fungsi dari unsur-unsur sistem yang bekerja dalam menjaga keseimbangan  kondisi lingkungan. Pengabaian ini bisa saja sengaja mengenyampingkan faktor-faktor tadi atau kurangnya pemahaman terhadap akibat yang terjadi oleh karena keterbatasan pengetahuan. Dalam kasus air dan lahan faktor yang sangat mempengaruhi sistem adalah catchment area yaitu daerah luas tangkapan air hujan.

Pengeksploitasian lahan yang telah berlangsung semenjak dahulu kala dan kerap mengakibatkan terusiknya ekosistem bukanlah terjadi tanpa alasan yang kuat.  Tingkat kebutuhan manusia yang selalu bertambah dan selalu berubah mengikuti keinginan zaman menimbulkan konsekuensi lain terhadap perlakuan yang akan diberikan kepada lahan.

Secara umum jumlah penduduk yang tinggal di kota semakin banyak. Seiring dengan peningkatan status sosial ekonomi masyarakat, persentase penduduk yang tinggal di perkotaan meningkat dari tahun ke tahun.  Masalah urbanisasi akan menjadi masalah yang kian menonjol. Dengan demikian, tuntutan fasilitas perkotaan khususnya lokasi pemukiman penduduk akan bertambah pula. Kondisi ini tentu akan memberikan konsekuensi terhadap pemanfa’atan ruang serta kemampuan lahan. Pembahasan mengenai lahan kota sangatlah luas jangkauannya, karena penggunaan lahan kota sebagai suatu proses dan sekaligus produk menyangkut semua sisi kehidupan manusia. Oleh karena hal inilah banyak sekali disiplin yang terlibat dalam pembahasan mengenai penggunaan lahan kota.

Sejalan dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi, maka laju pertumbuhan angkatan kerja pun cukup tinggi. Persoalan yang ditimbulkan oleh besarnya jumlah dan pertumbuhan angkatan kerja tersebut di satu pihak menuntut kesempatan kerja yang lebih besar.  Penciptaan lapangan kerja tentu tidak akan terlepas dari upaya pemanfaatan lahan seperti pembangunan pabrik, perkebunan, perternakan, pertambakan dan lain-lain sebagainya.

Secara umum dua kebutuhan dasar manusia yang tak mungkin dihindari di atas, pertama kebutuhan akan tempat tinggal dan yang kedua kebutuhan tempat matapencaharian tentu akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan lahan dan pada akhirnya akan berpengaruh pula pada sistem lingkungan. Untuk meninjau penggunaan lahan, baik sebagai “produk” maupun “proses” dari kajian geografi pada umumnya, seseorang  haruslah bertindak hati-hati, khususnya mengenai aplikasi konsep-konsep yang menyertainya.

Menentukan pilihan terhadap kesesuaian lahan sangatlah bergantung kepada keadaan lahan itu sendiri seperti, iklim, air tanah, kontur tanah, tekstur tanah, dan lain sebagainya sesuai yang dituntut oleh spesifikasi rencana pemanfaatannya. Dengan kata lain fungsi lahan yang sesuai dengan pemanfaatannya sangat bergantung kepada sekurang-kurangnya beberapa variabel tadi. Adalah suatu tindakan bijaksana jika dalam penetapan lahan terpilih dengan kondisi yang sangat ideal semua variabel penentu kondisi lahan diidentifikasi guna memenuhi data awal dalam melakukan tindakan teknis terhadap lahan. Variabel yang menjadi dasar pemikiran dalam dunia teknik sipil seperti kontur tanah, tekstur tanah untuk melakukan aplikasi rancang bangun dalam mendukung upaya pemanfaatan lahan ini tidaklah dapat terlepas begitu saja dari sistem keseimbangan alam atau lingkungan.  

Kenangan Hijau Cot Panglima, 2011


Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur kondisi keseimbangan alam adalah  pemahaman sirkulasi air di bumi atau dalam kalangan teknik sipil disebut siklus hidrologi (hydrological cycle). Pemahaman ini memberi gambaran tentang jumlah air di bumi dengan segala bentuknya (cair, es, dan uap). Persoalan yang terkait erat dengan pemanfaatan lahan adalah kondisi air dalam bentuk cair yang jumlahnya berkisar 97,5 % untuk air laut dan 0,73 % untuk air di daratan (air sungai, air danau, dan air tanah) dari volume keseluruhan kira-kira 1,4 milyar km3. Pada posisi seimbang pengaturan air di bumi berjalan sesuai dengan aturan alamiah terbukti adanya jadwal banjir seperti perkiraan banjir bandang yang terjadi sekian tahun sekali pada satu kawasan, lamanya musim kemarau, serta ramalan-ramalan hidrologi lainnya. Mendengar keluhan beberapa masyarakat di atas tentu sangat memprihatinkan dan berlawanan dengan kondisi pengaturan air alamiah tadi, air pasang tiba-tiba, sungai meluap tiba-tiba, air sumur yang tadinya tawar berubah sedikit keasinan, dan lain sebagainya. Hal ini  dapat diduga  sebagaimana yang dilaporkan media massa bahwa ada perlakuan keliru oleh manusia dalam mengeksplotir lahan. Untuk pencermatan awal bagi para ahli teknik sipil tentu lokasi dan kondisi lahan yang dapat  memposisikan kontur tanah dan tekstur tanah menjadi amat penting  dalam setiap kali melakukan aplikasi terhadap kebutuhan eksploitasi lahan.

Catchment area adalah     suatu daerah tangkapan air hujan dalam suatu luasan tertentu yang ditentukan berdasarkan garis kontur permukaan tanah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar