Sabtu, 03 November 2012

PERIZINAN INDUSTRI

Sistem Perizinan Investasi

Pembuat Fatarana di Jangka, 2009
razuardi



Dalam melakukan investasi selalu berhubungan dengan kegiatan administratif, dan sering diabaikan penyitaan waktu yang dibutuhkan untuk pengurusannya. Di tingkat kabupaten pengurusan ini  tidak jarang membuat “Stakeholders” jenuh bahkan bosan sehingga proses adminstratif ini tak terselesaikan dan rencanapun terbengkalai.

Untuk memudahkan pengurusan administrasi ini sudah semestinya dipikirkan oleh birokrat upaya apa yang mesti dilakukan agar “Stakeholders” yang ingin melakukan investasi dalam suatu daerah tidak terganjal dengan hal-hal yang sangat kecil peranannya dalam suatu kegiatan investasi.
j
Sistem Perizinan Investasi (SPI)  adalah suatu upaya untuk memberikan kemudahan pelayanan berdasarkan kerangka logis serta konsekwensi logis dari tiap jenis investasi yang akan dilakukan. Suatu harapan yang mesti diberikan oleh adanya SPI ini adalah kepuasan pelanggan  dalam pengurusan serta singkatnya waktu yang dibutuhkan. Suatu investasi tentunya akan menciptakan iklim yang sehat bagi pertumbuhan ekonomi makro daerah, sehingga logikanya daerah berkepentingan untuk meningkatkan jumlah investasi, dengan konsekwensi semua kewajiban dalam pengurusan ini harus dipenuhi.

Sebuah keluhan yang sering terdengar di kalangan investor  “ . . . . . urusan ijin pabrik saya cukup sulit, saya ke dinas A katanya itu urusan dinas B, saya ke dinas B katanya belum ada aturan, dsb. . , dst. . .”. Keluhan ini menggambarkan betapa sulitnya mengadakan urusan dengan pihak birokrat. Boleh jadi aturan belum ada, birokrat tidak berani bertanggungjawab, pengetahuan yang kurang, atau sebab lainnya. Kondisi ini tentu akan sangat merugikan pertumbuhan ekonomi di daerah itu.

Upaya penerapan SPI ini sebenarnya relatif mudah asalkan sistem birokrasi yang ada di daerah itu mempunyai visi dan misi untuk pertumbuhan ekonomi, di samping perlunya menghilangkan interes yang destruktif. Berbicara mengenai SPI, tentu akan banyak institusi yang terlibat baik di birokrasi maupun di luar birokrasi dengan persiapan yang matang. Dalam penerapan SPI ini pembagian tugas antara investor (pengusaha), birokrasi (pemerintah) dan masyarakat akan telihat jelas.

Sebagai contoh, seorang investor datang menjumpai pimpinan daerah dengan menyatakan maksudnya untuk untuk membuka areal perkebunan sekian hektar. Tanpa harus menyita waktu yang panjang pemimpin daerah itu dapat memberikan jawaban bahwa investor dapat melakukan rencananya dengan waktu penyelesaian administrasi yang dapat ditentukan pula. Pernyataan pimpinan daerah itu tentunya harus didukung oleh sistem yang baik serta birokrat yang terampil dengan  komitmen  kuat terhadap pelayanan prima yang akan diberikan kepada setiap pelanggan.

Keberadaan sistem perlu  dipelajari  sehingga didapatkan informasi tentang  elemen-elemen apa saja yang bekerja dalam sistem itu.  Hal ini  relatif penting  guna memudahkan dalam perumusan  SPI yang akan diterapkan.  Misalkan saja elemen  tokoh  masyarakat  sangat dominan  dalam  suatu  komunitas  distrik  yang  mengisyaratkan  bahwa setiap   kegiatan  sosial, ekonomi  dan lain sebagainya  harus melalui  proses penilaian  dari elemen tokoh masyarakat tadi.   Tentu  proses ini perlu dimasukkan sebagai  bagian  dari sistem  yang  yang akan  mendukung  keberadaan  SPI nantinya

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar