Senin, 05 November 2012

MESJID HABIB KR PANJO

Ukiran Kuno di Mesjd Habib
ukiran di Mesjid Habib, 1800-an

Ukuran mesjid itu tidaklah terlalu luas, sekira sepuluh kali sepuluh meter persegi.  Konstruksinyapun berupa bangunan panggung dari kayu yang sudah beberapa kali direnovasi. Mesjid yang terletak di Krueng Panjoe, Kabupaten Bireuen itu diakui masyarakat setempat sarat dengan sejarah masa lalu. Tempat ibadah yang dikelola secara turun temurun tersebut dulunya berfungsi sebagai dayah, tempat pengajian dan haul, bahkan tempat hajatan. Menurut Sayeed Marzuki, pengurus Mesjid Habib, bangunan itu dibangun pada masa Habib Bugak, leluhurnya, masih mengajar agama di kawasan Bugak, Kecamatan Jangka, Bireuen, sekira tahun 1800-an.

Suatu hal menarik dari mesjid kuno tersebut, yakni ukiran-ukiran yang masih asli meskipun sudah dicat dengan warna-warni. Serat kayu masih terlihat pada ukiran yang rada kasar dari pengerjaannya. Dengan langgam Arabis yang eksis pada masanya, ukiran itu layak dicermati sebagai bahan pembelajaran bagi para budayawan dan seniman masa sekarang. Rachmatsyah Nusfi, ahli seni ukir Aceh di Jakarta pernah melakukan seminar ukir Aceh pada Pekan Kebudayaan aceh Ke-4 tahun 2004, membenarkan bahwa ukiran Aceh tempo dulu relatif kasar dalam pengerjaannya. “Kayaknya mereka membuat ukiran itu dengan pahat yang tumpul,” katanya. Mesjid tradisional yang diperkirakan se-zaman dengan Mesjid Habib ini ialah Mesjid Habib Abubakar di Ulee Kareng, Banda Aceh yang dibangun sekitar 1874.
Mesjid Habib Krueng Panjo, 1800-an

Penemuan ukiran seperti ini memperkuat perjalanan seni ukir Aceh yang diakui telah berusia ratusan tahun. Meskipun rada kasar, ukiran tersebut memperlihatkan kehandalan seniman masa itu. Alat kerja para tukang ukir waktu itu hanya dengan tiga ukuran pahat, yakni ukuran 1,5 inci, 1 inci, dan 0,5 inci.  Motif bunga yang ditampilkan hampir sama dengan motif pada Rumah Awee Geutah yang juga melegenda di Aceh. Meskipun pada ukiran rumah kuno Awee Geutah tersebut lebih halus dalam pengerjaannya.

Keberadaan motif di Aceh, khususnya pada rumah tradisional tidak memiliki bentuk yang baku. Bisa saja motif pada daerah atau kabupaten tertentu berbeda jauh dengan tempat lainnya.  “Hal ini sangat dipengaruhi oleh asal penduduk setempat,” kata Rachmatsyah. Menurutnya, motif pantai barat Aceh cenderung berbeda dengan motif yang berkembang di pantai timur. Namun demikian, secara umum motif Aceh pesisir mudah dibedakan dengan motif asal daerah Aceh pedalaman, seperti Gayo dan Alas.

Kekayaan khasanah budaya masa lalu ini dimanfaatkan untuk mengungkap budaya masa lalu di kawasan tertentu berikut zamannya. Mencermati kesamaan motif Arabis di beberapa tempat dalam kawasan Mesjid Habib, dapat simpulkan sementara, bahwa syiar Islamiyah di tempat itu lebih didominir masyarakat Arab. Informasi yang diberikan oleh motif-motif ini cukup kuat menggambarkan kondisi masyarakat masa itu dalam melanggengkan seni ukir hingga bertahan sampai sekarang.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar