Minggu, 04 Agustus 2013

FAKULTAS TEKNIK DI ERA KEBERSAMAAN

Fakultas Teknik
Dalam Golden Condition


Diskusi golden condition, Sabtu, 3 Agustus 2013
Sore hari jelang buka puasa para alumni Fakultas Teknik mulai ramai berkumpul di Harouk Cafe Banda Aceh. Perhelatan itu memang kemasan jurusan teknik sipil, untuk mendekatkan para lulusan dengan fakultas. Banyak bahasan ringan tentang berbagai hambatan yang kami bicarakan malam itu, sebelum Ratna Dewi, bendahara Lustrum X hadir bergabung ke meja kami. Di meja kami ada Anton Kamal, Haris, Abustian, Maimun Rizalihadi dan aku sendiri. Tidak lama kemudian, Ratna Dewi datang untuk menanyakan sumbangan lustrum yang belum diberikan beberapa kawan, termasuk aku sendiri. Maklum juga aku, Ratna Dewi cukup repot dengan tugas rutinnya di setiap perhelatan kampus, sejak berstatus mahasiswi, 1984, hingga menjadi sosok alumni sekarang. Lantas, aku memberi isyarat sambil menunjuk Anton Kamal yang juga pernah mengkoordinir penggalangan dana setiap acara teknik sipil di tahun 1984 hingga ke generasi berikutnya. “Waktu itu kondisi keuangan memang sulit,” kata Anton, “sehingga untuk mendapatkan  sumbangan, kita harus lakukan dengan menampung pake topi berkeliling pada orang-orang yang hadir,” lanjutnya pula. Di sela kelakar sesama kami, aku melihat sepintas, suasana pertemuan buka puasa sore itu kurang nyaman dan tidak mengesankan ada kebersamaan yang masih kuat terjaga. Setidak-tidaknya begitu terungkap dari beberapa rekan se-meja yang menyiratkan dengan cara tersamar. “Sebenarnya kondisi kita sekarang sudah cukup kuat dari kualitas dan kuantitas,” kata Haris mengomentari kondisi para lulusan.
 
Dirhamsyah, Teknik Mesin 1981
Dalam kesulitan finansial di tahun 1980-an, anak-anak teknik tetap saja harus mengekspresikan pemikiran dan kreativitasnya dan tidak mesti terhalang oleh hambatan keuangan yang tak kunjung usai. Ketika itu pula, Fakultas Teknik  sedang ternaungi suatu kondisi emas atau golden condition sehingga apapun yang di-ide-kan seketika sambil duduk-duduk di kantin atau di tempat kumpul-kumpul lainnya dapat terwujud dengan mudah. Tidak hanya anak-anak teknik sipil, tetapi di seluruh jurusan, karena sosok masing-masing mahasiswa kala itu mampu menyelesaikan tanggung jawab tanpa bantah dan tanpa dana pula. Ada aktivis dari teknik mesin seperti Dedek (Dirhamsyah), Tudan (Samsu Rizal), Luky (Lukman Iswahydi), Erick Kethang, Syarwan, Jamal dan beberapa yang lain yang aku tidak ingat. Di teknik sipil, kondisi ini sudah berjalan lama karena usia pendirian  kedua jurusan memang relatif jauh, yakni tahun 1963 dan 1978. Namun, cara menuntaskan masalah kegiatan kampus relatif sama, jika sudah diperintahkan oleh sosok  ketua meskipun tanpa Surat Keputusan, tugas harus selesai sesuai jadwal yang ditentukan. Keberadaan  golden condition itu memang tidak lama, dari 1984 hingga 1988, saat para aktivis di semua jurusan selesai dan diwisuda.
 
Razuardi Ibrahim bersama Azhar MAR
3 Agustus 2013
Dalam suasana keperbihakan golden condition, estafet tradisi mahasiswa teknik antar generasi pun tidak sulit disosialisasikan, dengan praktek langsung. Hal ini dapat dikilas kembali beberapa kegiatan anak teknik yang diangkat atau diakomodir menjadi kegiatan kampus skala universitas, seperti UKM BSPD dan Mapala Leuser. Tiada friksi dan saling bantah dalam mengangkat sosok tertentu untuk memimpin ragam kegiatan. Semua elemen yang hadir harus patuh terhadap komitmen itu, meskipun sosok yang ditunjuk oleh komunitas kongkow-kongkow cukup junior. Tidak mengherankan kala itu, Anton Kamal yang ditunjuk sebagai ketua kegiatan mahasiswa dalam menyongsong Seperempat Abad Fakultas Teknik Unsyiah dapat dengan mudah memerintahkan para senior untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan. Banyak spanduk acara yang aku tulis selain yang dibuat Rahmat, tanpa penyelesaian pembayaran hutang kain dan cet tembok. Namun persoalan itu dengan mudah pula aku laporkan ke kawan lain untuk dicarikan solusi, seperti kepada Azhar MAR dan beberapa kawan lain yang kala itu sudah bekerja di salah satu konsultan di Banda Aceh. Kebetulan aku dan Azhar MAR pernah menjadi ketua dan sekretaris Himpunan Mahasiswa Sipil, priode 1981-1983, sehingga kesulitan yang sama pernah juga kami rasakan saat kepengurusan dulu. Artinya, tiada persoalan dalam kebersamaan sistem meskipun pertengkaran antar aktivis kerap terjadi saban waktu dan terselesaikan seketika itu juga. Hal ini diakui beberapa alumni yang dulunya juga aktif dalam kegiatan kampus, bahwa di era golden condition hampir semua aktivis merupakan sosok pemersatu yang tiada membedakan jurusan dan status sosial. “Dan juga tiada kepentingan terselubung,” kata Maimun Bewok sambil bercerita tentang bantuan mobil Erick Kethank dari jurusan mesin untuk kegiatan anak-anak sipil.

Setelah kembali dari buka puasa, aku coba menghitung kekuatan lulusan teknik sipil sejak 1970. “Sekitar lima ribuan,” kata Maimun lewat telepon. Aku berpikir kondisi ini merupakan kekuatan besar yang bisa diraih sebagai peluang untuk membangun atmosfir new golden condition. Jika masing-masing lulusan memberi sumbangan rata-rata seratus ribu rupiah per tahunnya, kekuatan anggaran yang terhimpun diperkirakan sebesar lima ratus juta rupiah. Persoalannya, upaya seperti apa yang harus tercipta agar konsep mutualisma antara jurusan dengan para lulusan dapat terimplementasi se-alamiah mungkin. Tentu semua pihak sama berharap agar ketua jurusan teknik sipil, Maimun Rizalihadi dapat membangun permodelan dalam konsep new golden condition yang tiada sulit itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar