Kamis, 01 Agustus 2013

JURUSAN TEKNIK SIPIL GUSAR

Suatu kali jelang pertengahan tahun 2013, aku dikabari Maimun Rizalihadi, Ketua Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Unsyiah. Dia mengabarkan tentang suasana hatinya yang lagi galau akibat persoalan di fakultas itu. Para dosen di sana baru saja memilih dekan, pemimpin fakultas. Maimun merasa bertanggungjawab terhadap pemenangan sosok tertentu yang diunggulkan dalam konvensi jurusan sipil. Namun menurut Maimun, sosok dosen tertentu di jurusannya yang kalah dalam konvensi itu menyeberang untuk memilih kandidat lain.  Tidak mengherankan jika Maimun marah besar.
Maimun Rizalihadi, 2013

Aku merespon cerita Maimun dengan menggiring pemikirannya tentang konsep pemakluman. Bahwa perpolitikan di kampus juga kurang menyenangkan bagi semua. Ia tidak bisa menerima keadaan, karena menurutnya kampus merupakan tempat berkumpulnya intelektual yang sarat komitmen. Akupun memaklumi kegalauan Maimun, yang juga merupakan adik kelasku tatkala kami sama-sama di bangku kuliah. Kami juga membahas tentang nafsu manusia dalam menggapai jabatan, tentu bagi sosok-sosok tertentu. Aku berpesan pada Maimun, agar dia mau memahami karakter anak buahnya yang gemar kehormatan. "Kalah bersaing biasalah Mun," kataku, "iya, tapi mengingkari konsensus bukanlah dosen luar biasa," sambungnya cepat. Aku coba menghibur Maimun dengan membangun konsep baru bagi dosen di jurusannya. "Masakkan, fakultas kebanggaan kita tidak mampu melahirkan suatu standar rancang bangun pun," tanyaku pada Maimun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar