Benih
Padi Yang Hilang
Catatan diskusi dengan Pak Adli Yusuf, 2005
Menurut data kawan-kawan di Dinas Pertanian, Bireuen memiliki luas areal
persawahan 23.000 Ha yang tersebar di 17 kecamatan. Dari luasan itu hanya
berkisar 60% yang terairi oleh fasilitas irigasi, sementara yang lainnya masih
tadah hujan. Hingga saat ini lokasi persawahan tadah hujan ini masih
tetap seperti pada tahun-tahun sebelum reformasi. Meskipun demikian belum
pernah terdengar para petani tadah hujan protes terhadap kondisi yang
memprihatinkan ini, seperti petani di Kecamatan Siblah Krueng, Peusangan
Selatan, Simpang Leubu, Gandapura, dan sebagian Peudada. Pada tempat tertentu
petani sawah Bireuen cukup produktif dapat melaksanakan penanaman sebanyak 5
kali dalam 2 tahun.
PETANI PEUSANGAN SELATAN, 2012 |
Beban berat para petani itu tidak
berhenti sampai di situ. Ketiadaan fasilitas ini diperparah lagi dengan kesulitan
memperoleh bibit. Seperti diketahui pada masa lalu produksi bibit padi Bireuen
diperoleh dari penangkaran BBI Peudada dan matang Geulumpang Dua.” Dulu kami tidak khawatir terhadap
kelangkaan bibit, karena Peudada dan Matang Geulumpang Dua selalu memproduksi
bibit unggul.......”,keluh seorang petani di sawah yang baru panen. ” sekarang kedua tempat sudah jadi gudang
kedelai dan terminal, kami tidak bisa bilang apa-apa...”.
Banyak kalangan menyayangkan
pengalihan fungsi BBI Peudada menjadi gudang kedelai yang sudah menghentikan
produksi benih padi unggul selama kurang lebih 4 tahun dan belum ada lokasi
pengganti. Kebijakan seperti ini tentunya membuktikan bahwa hilangnya
kepedulian pihak terkait terhadap kebutuhan produksi masyarakat. Konon lagi BBI
Peudada itu akan jadi pusat kedele yang belum dapat diramalkan kinerjanya. ”
Dulu kedele Peudada itu unggul di pasaran tanpa intervensi berlebihan dari
pemerintah,” komentar Dr Ir Adli Yusuf, Ketua Bappeda Bireuen. ”Pemerintah
melalui Bulog hanya memfasilitasi pemasaran,” tambahnya lagi.
Semoga tidak terjadi kondisi arang habis besi binasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar