Program dan Proyek
Suatu
pertanyaan yang mesti dicarikan jawabannya adalah “ mengapa ada proyek yang
dilakukan tumpang tindih antara satu instansi dengan instansi lainnya dalam
satu distrik, bahkan setelah instansi A menutup galian hari ini lusa instansi B
menggali kembali dengan lain kepentingan.”
Kejadian ini adalah Hal yang sering terjadi dalam pelaksanaan
pembangunan di Indonesia
sehingga setiap kali rapat dilakukan, kordinasi menjadi isue yang menarik untuk
dibicarakan. Dalam melaksanakan pembangunan di negeri ini dikenal dengan sistem
proyek yang berjalan sesuai dengan tahun anggaran. Pelaksanaan ini diatur
berdasarkan peraturan yang berlaku baik petunjuk opersionalnya maupun tatacara
pengadaannya. Aturan ini ada yang seragam dari pusat hingga ke daerah adapula
yang spesifik menurut karakteristik dari berbagai jenis proyek. Sasaran yang
diinginkan dari suatu proyek adalah penyelesaian masalah atau melayani
kebutuhan hajat hidup orang banyak atau masyarakat umumnya.
Tatacara
membuat usulan proyek pun telah diatur dalam mekanisme baku baik untuk tingkat nasional, maupun di
tingkat daerah(propinsi,kabupaten). Biasanya usulan ini dilakukan tanpa
mengukur tingkat kebutuhan dari proyek yang diusulkan dengan kebutuhan program.
Indikasinya antara lain ialah belum adanya laporan dari satu institusipun yang
menyatakan bahwa suatu program telah mencapai “X persen”, sehingga untuk
menyelesaikannya kita memerlukan “X-Q persen” lagi. Sebagaimana diketahui bahwa
suatu program didukung oleh kegiatan-kegiatan (proyek-proyek) yang perlu diukur
tingkat sinerjisitasnya.
Struktur
organisasi proyek yang umum berlaku selama ini terdiri dari pemimpin proyek,
bendahara proyek serta unsur-unsur lain yang diperlukan untuk menunjang
kegiatan proyek.
Sistem manajemen
proyek dalam sistem anggaran belanja negara atau daerah membuat para pemimpin
proyek bersikap tidak begitu perduli terhadap manfaat atau sasaran yang yang
ingin dicapai oleh suatu proyek yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Kecenderungan ini sangat terasa di saat pembahasan daftar isian proyek (DIP) di
institusi perencana baik daerah maupun nasional, dan kebiasaan ini telah
berjalan bertahun-tahun, sehuingga kondisi ini merupakan sistem yang mesti
ditempuh dalam mewjudkan suatu kegiatan proyek
yang dianggarkan dalam tahun berjalan.
Dalam
pengadaan suatu proyek dikenal proses
pelelangan (tender), dengan keppresnya yang sangat populer yaitu Keppres 29,
kemudian diperbaharui lagi. Keppres mengatur bagaimana tatacara melaksanakan
pelelangan sehingga dihasilkan pemenang dengan kriteria yang sangat ditekankan
yaitu paling menguntungkan negara baik, dari segi anggaran maupun waktu
pelaksanaan. Jika proses pelelangan ini sesuai dengan aturan tentu sangat baik
sekali. Akan tetapi dalam pelaksaannya kerap terjadi permainan yang tidak sehat
baik sesama rekanan pelaksana maupun antara rekanan dengan pemimpin proyek.
Banyak lagi peluang-peluang yang dapat terjadi yang merugikan proyek dari segi
proses tender ini. Begitu pula jika tender tanpa permainan atau bebas murni
dengan memilih pemenang dengan harga terendah yang pada akhirnya proyek tak
dapat diselesaikan oleh karena anggaran untuk hal-hal yang tak terduga begitu
besar.
Pada akhirnya program yang merupakan
himpunan dari proyek-proyek tidak mencapai sasaran dan sulit untuk diukur
tingkat keberhasilannya, karena kalaupun ada dibuatkan rencana jaringan kerja
(net work planning) prioritas kegiatan tidak lagi menurut rencana yang telah
disusun, atau sulit untuk menyatakan kita telah berada di anak tangga ke berapa
dalam menuntaskan program ini.
Razuardi Ibrahim meletakkan batu pertama pembangunan Puskesmas Jeunieb 2008 |
Selanjutnya
program sebagai instrumen untuk mewujudkan kebijakan dalam menyelesaikan
permasalahan harus mampu memberikan ilustrasi tentang sasaran yang akan dicapai
serta terukur tingkat sinerjisitas dari seluruh kegiatan (proyek) yang
dihimpunnya. Dalam satu sasaram program dengan terget grop yang jelas, penyusunan kegiatan yang dilakukan akan
relatif lebih mudah, dengan catatan jika masing-masing institusi pelaksana
kegiatan tidak memperlihatkan ego sektoral yang berlebihan. Di sinilah
institusi perencana berperan penting
dengan objektivitas yang tinggi sehingga
skala prioritas yang disusun nantinya dapat menggambarkan kebutuhan bukan keinginan.
Razuardi Ibrahim bersama pengelola bantuan negara donor, Jeunieb 2008 |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar