Tradisi Bakar Ikan
Bakar Ikan di Mes Benfica, Pulo Ara, Mei 2012 |
Bakar ikan merupakan hal biasa yang memang sudah
dilakukan sejak manusia mengenal api.
Berabad-abad yang lalu, api yang juga sumber energi diperoleh melalui
penggesekan batu dengan batu, batu dengan logam, atau logam dengan logam.
Dengan ditemukannya api, berkembang pulalah keterampilan memasak dari manusia.
Namun tradisi bakar ikan yang memang pengolahannya hanya sebatas membakar ikan
terus berkembang yang membangun tradisi baru untuk meracik bumbu pelengkap,
terlebih lagi pada kaum nelayan dalam kesehariannya. Keadaan ini berkembang
juga dalam masing daerah di Indonesia. Tidak sulit membuktikan itu, yakni
dengan mengecap perbedaan sambal atau pelengkap santapan ikan setelah dibakar.
Di tahun 1970-an, tradisi bakar ikan berkembang ke
komunitas tertentu, khususnya dilakukan anak-anak Pramuka saat camping. Terus
berlanjut kepada komunitas pemuda lainnya yang mengharuskan bakar ikan saat
bermalam di suatu tempat. Di tahun 1990-an hingga 2000-an, tradisi bakar ikan
telah merambah ke komunitas elite tertentu dengan agenda pertemuan
tertentu. Biasa pula event bakar ikan ini
menjadi ikon pertemuan yang menutupi maksud pertemuan. Bakar ikan yang lebih
berorientasi silaturahmi dan membangun keakraban sosial terkemas rapi hingga
komunitas undangan mengetahui makna bakar ikan di tengah-tengah acara, bahkan
di penghujung. Salah satu contoh yang berkembang saat ini, yakni saat sosok
tertentu hendak mengusung diri menjadi kandidat eksekutif atau legislatif,
menjadi calon anggota DPR, Bupati, Rektor, Kepala Desa, dan lain sebagainya.
Artinya, pada millenium ke tiga ini makna bakar ikan cukup efektif untuk
menggalang dukungan awal atau menyebarkan isu awal. (150113)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar