sketsa diri Mahdi Abdullah, 2007 |
Aku pernah bergabung dengan Mahdi di tahun 80-an. Ketika
itu para pekerja seni mencari biaya hidup atau biaya sekolah di lapangan tempat
penyelenggaraan pameran atau pertunjukan, khususnya pada perayaan HUT RI. Sejak dulu,
Mahdi memperlihatkan kualitas luar biasa di antara para seniman. Ide
berkolaborasi dengan idealisme ke-senimanan-nya menjadikan Mahdi sosok berani
dalam melumurkan cat minyak di atas kanvas. Sedikit perupa Aceh yang mampu eksis
dalam skala internasional seperti Mahdi. Oleh karenanya, sudah selayaknya asset
ini diabadikan dalam berbagai ulasan, bahkan galeri khusus di Aceh. Banyak pelukis junior yang mengagumi karya
Mahdi, khususnya di Bireuen. Namun sulit untuk menyamai atau mengikuti jejak
Mahdi yang kian meroket. “Mengagumi Perempuan Selalu
Ingin Berada di Antara Orang Kecil”, suatu judul berita mengisahkan sosok Mahdi. Ianya bukan hanya dikenal sebagai
pelukis, lebih lagi
sebagai seniman yang akrab
dengan kehidupan orang-orang kecil. Tak jarang, melalui kanvas ia unkapkan kegelisahan batinnya. Dalam suatu lukisan, 5
perempuan bertubuh sintal berbalut busana daun pisang berjalan menyusuri taman.
Satu di antaranya memakai
topeng dengan rona wajah menantang. Sekilas, busana daun pisang berwarna
cokelat dan hijau itu kelihatan amat tipis, memberi kesan vulgar dalam nuansa erotisme yang begitu terasa. Itulah salah satu dari 13 karya perupa Mahdi
Abdullah yang dipamerkan di Galeri Episentrum-Uleekareng, Sabtu malam beberapa waktu silam. Mahdi
tidak memberi definisi detail tentang lukisan berjudul Taman Sari (Pleasure
Park) itu. "Ide itu muncul sebagai manifestasi dari lingkungan dan
realitas kehidupan yang mengendap dalam pikiran dan lama-lama pengalaman itu
minta dimunculkan kembali," katanya kepada berbagai media disela-sela pameran yang dibuka Rektor IAIN
Ar- Raniry, Prof Yusni Saby PhD. Perupa kelahiran 26 Juni 1960 ini seolah memberi gambaran betapa
kaum perempuan kerap menjadi objek dari kebijakan pemerintah. Mereka sering
"tertangkap" dalam razia. Mahdi menyimbolkan realitas itu dengan baju
daun pisang yang menurutnya akan “membebaskan” wanita-wanita di Aceh dari
sanksi syariat. Ia memang hebat, jauh
sekali untuk kujangkau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar