Ambisius
Dalam Kesantunan
Aku
pernah memiliki beberapa bawahan setingkat asisten pemimpin proyek tatkala aku
menjabat sebagai pemimpin proyek peningkatan jalan kabupaten pada 1994 hingga
1998. Jumlah mereka enam orang yang membidangi tugas masing-masing dari asisten
perencanaan hingga pelaksanaan. Dua dari mereka sering diperbincangkan beberapa
rekan lain tentang karakter masing-masing yang kurang bertanggung-jawab kepada
pergaulan tim dan rada tertutup. Dari dua orang bawahan ini, satu mencapai
pimpinan puncak sementara yang satu hanya di lapisan ke dua, setingkat kepala
bidang. Sejak pertama kali bertemu dengan mereka pernah tersirat bahwa dua
sosok ini kurang memiliki kesetiaan kelompok. Alasan pada saat pertama ketemu,
mereka suka bercerita tentang kehandalan mereka dan hubungan mereka dengan
beberapa elite, sebagai upaya pencitraan diri. Ditambah lagi mereka suka
membisikkan informasi baru yang diperolehnya dari pihak lain. Mereka juga gemar
memakai pakaian yang mampu memposisikan dirinya jaim (jaga imej). Kepribadian serupa ini tidak luar biasa tetapi
kurang berkenan dengan sistem pergaulan sekarang. Perjalanan sikap mereka aku
cermati meskipun tanpa kritisi. Hingga suatu ketika aku dan kedua mereka tidak
lagi bersama dalam satu tim atau satu kantor, aku mencoba membangun koordinasi
sebagaimana biasa. Tetapi aku temukan karakter mereka yang sesungguhnya. Sosok
pertama berusaha membatalkan proyek peningkatan jalan di Bireuen, kabupaten
pemekaran dari kabupaten induk. Peluang pembatalan itu cukup besar karena
alasan yang digaungkan, yakni “kabupaten
baru belum memiliki registrasi dan oleh karenanya peruntukan biaya peningkatan
jalan ditentukan kabupaten induk, Aceh Utara”. Sosok kedua juga terkait
kisah pembuktian dirinya dalam ketidak-sengajaan. Pada suatu ketika, aku duduk bersama kontraktor
senior di Bireuen. Kontraktor ini meminta tolong aku menelpon sosok mantan
bawahanku tadi untuk pendekatan mendapatkan pekerjaan. Padahal sejak awal aku
tidak mau karena terkait dugaanku, sementara kontraktor tadi juga merupakan
teman akrab dari sosok itu. “Biar tambah
yakin dia pak,” kata kontraktor tersebut mengomentari sosok mantan
bawahanku di lain kabupaten. Namun sudah dua kali teleponku berdering tidak disambut.
Aku berkomentar kepada kontraktor itu, “tidak
diangkat, takut saya minta bantuan dana,” kataku. Kontraktor tadi berusaha
menetralisir, “mungkin sibuk pak,” katanya
sambil menghubunginya. Tiada butuh waktu lama, telepon itu dijawab dengan
dialog ringan. Akhirnya aku menyimpulkan karakter kedua orang ini ambisius yang
terbungkus kesantunan. Bagi yang tidak jeli, sulit menebak karakter orang-orang
seperti ini. Secara pribadi bawahan seperti ini tidak berpersoalan dalam kerja,
namun kehati-hatian yang perlu dicermati yakni kebiasaannya menjalin hubungan
melalui ragam info, yang bisa saja merugikan produk kerja tim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar