Memikirkan
Ekonomi Mandiri
Razuardi Ibrahim, Hamdan Sati di jaringan irigasi Tenggulun 2013 |
Semula
aku meyakini bahwa konsep otonomi daerah yang tebangun di republik ini akan
membuat kabupaten-kota tumbuh cepat dibanding masa sebelumnya. Mind-set ini menyusup ke dalam pikiranku,
setelah aku banyak mendengar paparan kawan-kawan selaku aparatur pemerintah
pusat di berbagai pertemuan. Pantas kawan-kawan sesama aparatur yang bekerja di
kabupaten-kota menyambut gembira keadaan ini. Namun perlahan aku cermati
beberapa hal yang berubah dari sistem kepemerintahan di beberapa kabupaten-kota.
Sejak tahun 2000, kreasi daerah membentuk instansi lokal cukup beragam, cenderung
tidak sama antara satu dengan lainnya tanpa memperhitungkan kebutuhan stakeholders-nya. Selain itu,
premordialisme tumbuh dengan leluasa dalam artian putra setempat harus menjadi
pejabat di kabupaten setempat pula. Perebutan jabatan struktural semakin nyata
tanpa mempertimbangkan tuntutan kompetensi dari aparatur yang bersangkutan. Hampir
tidak ada kabupaten-kota yang mampu memperlihatkan tingkat pertumbuhan
ekonominya sebagai dampak konsep otonomi yang telah dicanangkan, kecuali
daerah-daerah tertentu yang memang sudah tumbuh sejak di era sentralistik
sebelumnya.
irigasi Tenggulun, 2013 |
Dalam liputan ke desa-desa bahkan terhadap sopir taksi di Jakarta,
Bali, Bandung serta kota lainnya, aku dapatkan jawaban yang sama tentang
perbandingan kenyamanan mereka hidup di beberapa era atau jaman. Di tahun 2009, pernah terlintas kesimpulan
dalam benakku, bahwa jika suatu kabupaten-kota gagal dalam mempertahankan kelangsungan
ekonominya yang pro rakyat maka kabupaten-kota itulah yang menanggung resikonya.
Di Bireuen aku pernah mengusung pendapat ini dengan membahas tentang
kemungkinan gagal panen padi di sana. Usungan ini mendapat sambutan dari
beberapa kawan selaku pemuka masyarakat sehingga kami sama-sama membangun pusat
pembibitan padi di Paya Umpung, Peusangan Selatan. Tujuannya tak lain dan tak
bukan agar masyarakat dapat mendapatkan bibit padi yang murah dan mudah. “Kalau kita gagal panen atau tidak mampu
menanam padi dengan murah, tidak satu-pun kabupaten—kota lain datang menolong,”
kataku kepada mereka. Di bulan Juni
2013, aku bercerita hal yang sama kepada beberapa kawan dari LSM Aceh Tamiang. Mereka
juga sepakat dengan pendapatku dan bersedia membangun konsep ini di tengah
masyarakat. Hingga hari ini, aku meyakini konsep ini bukanlah konsep berat yang
sulit diaplikasikan. Hanya penyadaran sistem tentang pentingnya membangun
ekonomi mandiri di masing-masing kabupaten-kota yang diawali dengan ketahanan
ekonomi dasar, yakni kemudahan pangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar