Bupati Hamdan Sati menyerahkan hadiah kepada juara lomba ternak terbaik, April 2013 |
Peluang
Investasi
Membangun
Produk Halal Food
Di Aceh
Tamiang
(Survey dan Pendataan Awal-Razuardi
Ibrahim)
I.
KONSEP
HALAL FOOD
Ajaran
Islam mengaplikasikan semua hewan harus diperlakukan dengan baik dalam hal pemeliharaan, perawatan dan
penyembelihan. Tujuannya agar hewan sembelihan tidak tersiksa. Sembelihan
yang halal dalam Islam dipraktekkan tatkala seekor binatang disembelih, vena jugularis dipotong dan darah dibiarkan
mengalir hingga hewan tersebut benar-benar dinyatakan telah mati. Umat Islam
juga dilarang mengkonsumsi darah binatang.
Ternak sapi masyarakat pulang dari areal perkebunan Seruway, 12 Juli 2013 |
Saat
ini, negara-negara pengkonsumsi daging ternak sudah melirik konsep halal food
dalam tradisi Islam. Artinya, tatacara penerapan halal food bagi hewan
sembelihan diyakini sebagai makanan sehat yang telah dibuktikan melalui
berbagai riset. Makanan halal semula merupakan kebutuhan masyarakat Timur
Tengah. Namun saat ini, di kota-kota besar dapat ditemukan penjual daging
halal sebagai tuntutan kebutuhan pangan saat ini. Dengan meningkatnya
permintaan untuk makanan halal di beberapa negara bahkan daerah tertentu,
beberapa rantai supermarket nasional yang menjual daging telah mengharuskan
hanya daging halal yang diperbolehkan. Oleh karenanya, membangun bisnis halal
food secara umum maupun daging sapi halal secara khusus di Kabupaten Aceh
Tamiang, merupakan langkah positif untuk membuka lapangan kerja baru.
II.
KEKUATAN
BISNIS PRODUK HALAL FOOD
Dalam membangun konsep bisnis
halal food tentu diperlukan upaya memperhitungkan kekuatan pendukung.
Setidak-tidaknya beberapa kekuatan pendukung penting dari kondisi eksisting perlu
didata untuk kekuatan desain bisnis.
A. Kondisi Tenaga Kerja di Kabupaten Aceh Tamiang
Berdasarkan
hasil pendataan Survei Angkatan Kerja Nasional tahun 2011 yang dilaksanakan
pada bulan Agustus 2011 yang dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tamiang diketahui
bahwa dari total penduduk Aceh Tamiang yang termasuk usia kerja (15 tahun
keatas) hanya sekitar 64,75 persen yaitu sebesar 111.275 jiwa yang merupakan
angkatan kerja, sedangkan sisanya sebesar 35,25 persen bukan merupakan angkatan
kerja. Dari sebesar 111.275 jiwa penduduk Aceh Tamiang yang tergolong angkatan
kerja, hanya sekitar 6,71 persen yang merupakan penggangguran yaitu sekitar
7.470 jiwa, sedangkan sisanya merupakan angkatan kerja yang bekerja atau sementara
tidak bekerja. Pada tahun 2011 angka pengangguran di Kabupaten Aceh Tamiang
semakin membaik, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya persentase angka
penggangguran dari sekitar 8,03 persen di tahun 2010 menjadi 6,71 persen di
tahun 2011.
Meskipun
pasar tenaga kerja di Kabupaten Aceh Tamiang belum terlalu banyak menyerap
tenaga kerja, namun angka kesempatan kerja di Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun
2011 mengalami peningkatan dari 91,97 persen di tahun 2010 menjadi 93,29 persen
pada tahun 2011. Hal ini dapat dilihat pada persentase penduduk usia kerja yang
bekerja yang meningkat, pada tahun 2010 besarnya mencapai 90,10 persen, naik
pada tahun 2010 mencapai 91,97 persen dan pada tahun 2011 naik lagi menjadi
93,28.
Berdasarkan
perbandingan menurut tiga sektor utama, pada tahun 2011 pilihan bekerja di
sektor Primer (pertanian, pertambangan dan penggalian) masih mendominasi di
Kabupaten Aceh Tamiang dengan persentase sebesar 57,51 persen, kemudian diikuti
dengan sektor tersier (perdagangan, hotel dan rumah makan; transportasi,
pergudangan dan komunikasi; lembaga keuangan, real estate dan usaha persewaan;
serta jasa-jasa) dengan persentase sebesar 35,70 persen. sedangkan sektor
Sekunder (industri, listrik, gas dan air minum serta konstruksi) dengan
persentase terkecil yaitu sebesar 6,79 persen.
Penduduk
Kabupaten Aceh Tamiang sebagian besar bekerja dengan berusaha sendiri yaitu
dengan persentase sebanyak 36,69 persen. sedangkan penduduk Aceh Tamiang yang
bekerja sebagai buruh sebesar 40,55 persen sedangkan sisanya merupakan pekerja
bebas dan pekerja keluarga yang tidak dibayar.
B. Ketersediaan
Lahan
Para
kelompok masyarakat peternak di Kabupaten Aceh Tamiang biasa melakukan
penggemukan sapi di lahan-lahan perkebunan kelapa sawit. Hasil survei ke
Seuruway, Jum’at, 12 Juli 2013, dapat dilihat masyarakat yang menggiring pulang
ternak lembu dalam jumlah yang relatif banyak.
Hal ini membuktikan bahwa lahan perkebunan cukup berpotensi untuk peternakan
lembu secara sambilan.
Kondisi Perkebunan Sawi yang dimanfaatkan sebagian masyarakat untuk ternak sapi |
C. Tranportasi
Darat dan Laut
Akses
menuju pelabuhan Belawan di Sumatera Utara dari Kabupaten Aceh Tamiang tidak
terlalu jauh karena kabupaten ini terletak di batas timur Aceh dengan Sumatera
Utara. Sementara, dalam wilayah kabupaten sendiri terdapat pula pelabuhan ikan
yang biasa dimanfaatkan para nelayan tempatan untuk mengekspor
tangkapannya.
III.
PELUANG
PASAR
Indonesia memiliki potensi sapi potong yang cukup besar.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) hasil Sensus Pertanian tahun 2011
menyebutkan bahwa populasi sapi potong mencapai 14,8 juta ekor. Hasil
sensus tersebut dinilai belum ada kejelasan populasi berdasarkan kelompok umur
dan jenis kelamin ternak. Informasi populasi ternak berdasarkan umur dan jenis
kelamin penting untuk diketahui karena dapat menentukan perkembangan populasi
ternak di masa depan.
Data terbaru hasil Sensus Pertanian 2013 (SP-2013) secara
resmi belum diumumkan. Namun, saat ini sudah beredar berita yang menyebutkan
populasi sapi potong hanya 12-12,5 juta ekor. Penurunan populasi itu
ditengarai akibat pemotongan sapi secara besar-besaran sebagai dampak harga
daging sapi yang bertahan relatif tinggi . Sementara itu proyeksi kebutuhan
daging sapi tahun 2013 dari Kementerian Pertanian adalah sebesar 549,7 ribu
ton. Dari jumlah itu, 474,4 ribu ton mampu dipenuhi dari populasi ternak sapi
domestik, sedangkan sisanya sekitar 80 ribu ton (14,6%) harus diimpor. Adapun
rincian impor tersebut terdiri dari 32 ribu ton dalam bentuk daging sapi beku
dan 267 ribu ekor sapi bakalan yang setara dengan 48 ribu ton daging sapi.
Selama ini, Indonesia
masih mengandalkan pasokan daging sapi dari Australia dan Selandia Baru untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Namun, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi meyakini Indonesia memiliki
potensi untuk menjadi eksportir daging sapi yang berstatus halal dengan
mendayagunakan masyarakat yang berada di wilayah Aceh. Indonesia memiliki
potensi untuk ekspor, khususnya untuk daging sapi yang berstatus halal, dengan
mendayagunakan masyarakat peternak di Serambi Mekkah (Aceh).
Menurut Bayu, setiap
tahunnya, kebutuhan daging sapi halal di Mekkah mencapai 4 juta ton. Ini adalah
peluang sekaligus potensi pasar yang cukup menjanjikan apabila digali dan
dikembangkan. Selain itu, untuk produk olahan juga bisa diekspor ke Bangladesh,
India, ataupun Myanmar. Ini merupakan peluang yang sangat besar. Meskipun peluang pasar ekspor untuk daging
sapi berstatus halal sangat besar, pada kenyataannya, beberapa waktu lalu harga
daging sapi di pasar tradisional melonjak hingga mencapai Rp 95.000 per kilo
gram dan pemerintah terus berupaya menambah pasokan agar harga menjadi stabil
di kisaran Rp 75.000 per kilogram.
Pemerintah
telah menugaskan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk ikut berperan dalam
menjaga stabilitas harga daging sapi menjelang datangnya bulan Ramadan. Salah
satu langkahnya dengan pemberian kuota importasi daging sebesar 3.000 ton. Kuota
impor daging sapi untuk 2013 sebanyak 80.000 ton yang terbagi dari 32.000 ton
daging sapi beku, dan 267.000 ekor sapi bakalan atau setara dengan 48.000 ton
daging sapi.
KESIMPULAN
Kesimpulan sementara, konsep halal food di Tamiang layak atas dasar pertimbangan kekuatan tenaga kerja, ketersediaan lahan dan sistem transportasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar