Selasa, 12 Maret 2013

AWAK PAK RAJU


Awak Pak Raju

Razuardi Ibrahim, 2010
Aku sering dikabarkan beberapa kawan di lingkungan aparatur Bireuen sekitar Agustus 2012 hingga hari ini (9/3/2013), tentang adanya pengelompokkan aparatur sebagai orang-orangku, atau mereka menyebutnya dengan Awak Pak Raju (APR). Sesungguhnya aku tidak suka dengan cerita itu dan tak jarang mengalihkan pembicaraan ke topik lain. Namun demikian, aku tak pernah terganggu dengan istilah itu, bahkan opini itu berpeluang baik untuk membangkitkan konotasi positif di kalangan tertentu. Oleh karena pengelompokkan ini berujung kepada kekhawatiran aparatur tertentu terhadap penggusuran jabatan maka lebel APR perlu disembunyikan dalam pergaulan aparatur. Dari cerita yang lain, aku dikabari sosok muda lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang mendapat manfaat dari menyebutnya sebagai rekan Pak Raju yang juga sama dengan APR. Anak muda itu bekerja dengan fasilitas lumayan setelah diterima suatu yayasan yang sebelumnya pihak yayasan mengkonfirmasikan tentang pengakuan sosok itu sebagai rekan Pak Raju kepadaku.

Aku memahami kondisi di lingkup aparatur tempat aku bekerja dulu, Bireuen, bahwa APR yang dimaksudkan adalah orang-orang yang dijabatkan atau dilantik pada masa aku menjabat sebagai Sekdakab, yakni kabinet 11-11-11. Kabinet ini mulai beroperasi pada saat pelantikan, yakni pada 11 Nopember 2011 dan berakhir setelah pergantian pimpinan daerah. Pada dasarnya, APR merupakan kumpulan aparatur yang diposisikan sebagai pejabat tanpa keluh kesah yang memiliki kompetensi dan berkomitmen kuat untuk menghadirkan solusi. Di samping itu pencirian aparatur APR terbangun dari konsep kebersamaan tanpa premordialisme dan mengutamakan regenerasi untuk masa depan Bireuen, secara objektif. Oleh karenanya, kabinet 11-11-11 atau APR tidak mendapat kesulitan dalam menghadapi berbagai persoalan. Contohnya, penyelesaian soal ganti rugi lahan Makodim, Kereta Api, Pertokoan Jeunieb yang dipawangi Murdani serta beberapa kawan lain, hanya dalam tempo yang terlalu singkat. Ada lagi APR lain yang juga sukses tanpa terekspose, khawatir tersisih dalam jabatan yang memang sulit diterima bagi aparatur tertentu. Tidak terlalu sulit untuk mencirikan kelompok APR, yakni dengan mengajukan beberapa pertanyaan terkait soal pembangunan dan pemerintahan untuk didapatkan solusinya. Jika jawaban mengambang tanpa solusi maka dapatlah digolongkan dia bukan APR dan boleh dipakai sebagai pejabat manakala dibutuhkan pejabat bukan dari APR.

Dalam informasi masyarakat dunia usaha yang kuterima, bahwa APR itu bukan saja di lingkungan aparatur namun tersebar ke aspek dunia usaha. Memang tidak banyak para pengusaha yang aku bantu untuk memulai penghidupan dari aspek dagang sektor riil atau konstruksi. Untuk usaha bidang konstruksi ini aku terbiasa memberi hak transparansi yang sama terhadap pembinaan kepada semua, namun tidaklah etis menyebut nama-nama itu, selain aku sendiri khawatir terhadap sosok pengusaha yang sudah sejahtera tersebut bermasalah dalam perjalanannya, khususnya dalam hal membangun kebersamaan sesama. Di lingkup aparaturpun tidak jauh berbeda, manakala sosok pejabat tertentu sudah memiliki kewenangan, ianya lupa diri dan melakukan kesewenang-wenangan kepada bawahan dan masyarakatnya. Kalaupun ada pejabat serupa ini yang awalnya dekat dan selalu bersamaku, tentu dia bukan APR melainkan penumpang belaka.

Beberapa kawan yang sering melakukan diskusi sosial bersamaku mengakui, bahwa kecenderungan yang terjadi merupakan proses alamiah dan akan pupus dengan sendirinya tatkala berbagai hambatan kebutuhan sistem masyarakat menuntut penyelesaian. Aku juga tidak berkepentingan untuk mempersoalkan keadaan ini apalagi menyalahkan. Teori peng-cluster-an, atau pengelompokan sudah berkembang sejak lama di berbagai belahan bumi, termasuk di Eropa sendiri. Aku berpikir, bahwa upaya clustering APR merupakan kebutuhan alam dalam membangun pengakuan terhadap kelompok tertentu yang belum terlebel. Kecenderungan ini kunikmati sebagai suatu gejala aparatur yang perlu penguatan moral dan mental untuk meraih masa mendatang yang lebih kompetitif. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar