Sabtu, 09 Maret 2013

MEUNASAH REUDEUP


Meunasah Reudeup

rumah neneh di Meunasah Reudeup, pada 1990
dibangun pada 1945
Letak desa ini kurang lebih 3 kilometer dari Lhoksukon, ibukota Kabupaten Aceh Utara. Kampung ini adalah tempat kelahiran Pakwa Binsari, abang ipar ibuku. Karena aku sejak taman kanak-kanak telah tinggal bersama Pakwa Binsari maka aku sering pulang ke Meunasah Reudeup bersama Pakcik Muslim, adik Pakwa Binsari. Di tahun 1975, kampung itu belum masuk listrik sehingga aku dan beberapa kawan sebayaku tidur dalam gelap di rumah nenek yang dibangun sekitar tahun 1945. Banyak anak-anak desa yang mengaji di rumah nenek dan menginap di situ. Hal ini dikarenakan nenek melarangnya pulang dengan alasan menghindar dari gangguan babi yang memang banyak berkeliaran di kampung itu tatkala malam tiba.

Pada bulan puasa di tahun 1975, bersama Duli anak Pakwa, aku menjalani ibadah itu di sana selama 15 hari. Setiap memasak untuk sahur, nenek memukul kentongan bambu, masyarakat menyebutnya tak-tok, untuk membangunkan tetangga. Kentongan itu diletakkan di atas dapur rumahnya yang tinggi. Bagi keluarga di lain rumah sudah bangun, mereka juga membunyikan benda itu hingga terdengar ke rumah lainnya. Setelah masakan tersedia, nenek membangunkan kami untuk sahur bersama. Kami bersantap di lantai dapur yang terbuat dari bambu yang berbunyi tatkala kami berjalan. Lampu di dapur itu ialah lampu teplok yang terbuat dari kaleng cat, diisi minyak tanah dan disematkan sumbu dari pintalan kain bekas. Suara dominan pada malam sunyi itu, yakni gemuruh hewan malam yang saling bersahutan.

Suasana Desa Mns Reudeup pada 1984
Pada tahun 1978, listrik sudah mulai masuk ke Meunasah Reudeup, meskipun masih terbatas untuk satu atau dua lampu saja per rumah. Suasana sahur di kampung itu mulai berubah karena tak ada lagi lampu teplok yang menghitamkan lubang hidung kami. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar