Selasa, 12 Maret 2013

KRITERIA KEPALA BAPPEDA


Kriteria Kepala Bappeda

Razuardi Ibrahim, 2008
Aku menjabat selaku Kepala Bappeda Bireuen sebanyak 2 kali, yakni pertama pada 6 Desember 2005 hingga Mei 2007 dan kedua pada April 2009 hingga September 2011, dalam masa kepemimpinan dua bupati berbeda. Pada masa pertama, Bupati Bireuen waktu itu Mustafa A Glanggang, tugasku lebih kepada mengevaluasi hasil pembangunan yang dilakukan beliau karena aku menjabat di jelang akhir masa kepemimpinan beliau. Sering aku diskusi dengan Pak Mus tentang evaluasi pembangunan pada malam hari di kediamannya, Pendopo Bireuen. Aku cermati, Pak Mus mau belajar tentang pembangunan dan sering aku disuruhnya menceritakan langkah-langkah melakukan pembangunan kawasan tertentu setelah rencana tersebut diungkapkannya kepadaku, contohnya kawasan industri Batee Glungku.

Masa ke-dua, Bupati Bireuen waktu itu Nurdin Abdul Rahman. Sebelum waktu itu Kepala Bappeda dijabat oleh Dr Ir Nasir Arafat, MSc yang tiba-tiba sakit dan mengundurkan diri seketika sehingga kepemimpinan di institusi itu lowong beberapa bulan. Pada saat itu, aku menjabat sebagai Asisten Ekonomi dan Pembangunan (Asisten II) Setdakab Bireuen. Suatu hari aku dipanggil Pak Nurdin ke Pendopo untuk membicarakan jabatan yang kosong itu. Menurut Pak Nurdin, iyanya akan menotadinaskan Kepala Bappeda Bireuen kepadaku. Dengan demikian, aku memimpin dua jabatan sekaligus. Sebetulnya, aku keberatan karena dari isu berkembang, jabatan itu sedang diperebutkan oleh beberapa pejabat di Bireuen. Aku tanyakan hal itu kepada Pak Nurdin, “iya, tapi orang yang menjabat mesti dari orang yang berbasis perencana,” kata Pak Nurdin yang menurutnya saran itu didapatnya dari seorang rekan di Jakarta. Dalam beberapa hari, Bang Zubir Sahim meneleponku dari Jakarta dengan info seputar Kepala Bappeda,”iya dek, pak Nurdin ketemu abang dan kelihatannya beliau susah sekali menentukan kriteria Kepala Bappeda,” katanya. “Jadi abang tunjuk aku?,” tanyaku sambil menjelaskan susahnya bertanggung jawab di dua institusi. Namun Bang Zubir membesarkan hatiku, “di asisten kan cuma kordinasi dek,” katanya lagi.

Dalam rapat dinas bulanan aku masih berperan sebagai Asisten II, tanpa mengetahui bahwa nota dinas selaku Kepala Bappeda sudah ditandatangani dua minggu lalu. Tatkala menanyakan laporan Bappeda, Pak Nurdin bertanya kepadaku dan aku menjawab bahwa aku tidak bertugas di sana. “Nota dinas sudah saya tandatangani dua minggu lalu,” katanya. Seorang rekan yang duduk di sebelahku berbisik, “sabotase,” ungkapnya pelan. Aku tidak terlalu peduli dengan sabotase tersebut, seraya bergegas menemui Sekda yang tidak ikut rapat hari itu karena ada tugas lain. “Tolong sampaikan pada mereka antarkan segera nota dinas itu, agar saya bisa benahi Bappeda hari ini,” kataku sambil menjelaskan aku merasa tidak enak ditegur Bupati Nurdin pagi tadi. Tatkala aku masuk ke ruanganku, aku melihat nota-dinas itu sudah terletak di atas meja kerjaku.

Menjelang pelantikanku sebagai Sekda  Bireuen(9/9/2011), Pak Nurdin bertanya kepadaku tentang sosok yang pantas menjadi Kepala Bappeda Bireuen. Aku balik bertanya, “orang yang diperlukan seperti apa pak?, seorang yang mampu mendesain kawasan atau yang cuma input tabel dari dinas-dinas?,” tanyaku di ruang kerjanya. “Yang bisa merencanakan kawasanlah,” jawabnya singkat sambil menjelaskan ada beberapa orang pejabat datang meminta posisi tersebut. Lantas aku jelaskan tentang kriteria mindset sosok pejabat yang layak  untuk jabatan itu. “Sebaiknya bapak uji saja yang minta-minta jabatan itu, supaya fair dan mereka menyadari tugas yang diminta,” kataku. Tetapi Pak Nurdin mendesak agar aku menyebutkan satu nama dari aparatur yang berkompetensi dan berpangkat memenuhi untuk jabatan itu. Lantas aku menyebutkan nama Yanfitri, setelah T Zahedi tidak berkenan pindah ke Bireuen. Setelah menempatkan Yanfitri di jabatan itu, Pak Nurdin bercerita kepadaku,”jadi kok orang bilang macam-macam untuk Yanfitri, sementara apa yang saya suruh dia bisa selesaikan cepat” katanya polos.  Ungkapan Pak Nurdin tentu layak diaplikasikan ke dalam penetapan kriteria sosok Kepala Bappeda guna menghindari perebutan tak berdasar yang mengabaikan eleganitas aparatur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar